View Full Version
Sabtu, 22 Feb 2014

Revolusi di Ukraina Kembalinya Perang Dingin Timur-Barat

KIEV (voa-islam.com) - Tidak jelas keberadaan Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych, usai menandatangani perjanjian dengan fihak oposisi,  yang ditengahi perwakilan Uni Eropa ini.

Perjanjian itu, diantaranya membentuk pemerintahan sementara akan dibentuk dalam dua hari, pemilihan umum dimajukan ke bulan Desember, dan akan dilakukan amandemen konstitusi.

Situasi di ibukota Kiev sangat mencekam, dan akan timbul kemungkinan gerakan baru yang akan dilancarkan oleh kaum oposisi. Hal  ini, bisa mengarah  kepada perang terbuka antara kelompok oposisi melawan para pendukung pemerintah Yanukovych, dan didukung Rusia.

Oposisi bukan hanya melawan tentara dan polisi, tetapi mereka menggunakan berbagai jenis molotov, melawan polisi dan tentara. Situasi dramatis, saat para demonstran yang marah, merobohkan patu "Lenin" yang menjadi simbol komunisme di negeri itu, persis seperti saat berlangsung revolusi di Polandia dan Hongaria.

Sekarang, belum jelas di mana keberadaan Presiden Yanukovych, sehingga Ukrani mengalami ‘vacuum’ (kosong) kepemimpin dengan tidak jelas Presiden Yanukovych. Berbagai spekulasi Yanukovych melarikan diri ke Dubai, dan akan meminta suaka politik di negeri itu. Atas jaminan Rusia.

Rakyat Ukraina sudah tidak mendengarkan lagi hasil kompromi yang dicapai antara oposisi sayap kanan dengan pemerintah Yanukovych yang menginginkan diakhiri konfrontasi yang menuju perang terbuka, dan menuju pertumpahan darah. Namun, Rusia tidak menginginkan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa, Presiden Putin tetap menginginkan Ukraina menjadi bagian dari Federasi Rusian.

Sementara itu, di Moskow berlangsung pertemuan antara Presiden Vladimir Putin dengan Presiden Barack Obama. Obama menginginkan agar Putin membebaskan rakyat Ukraina menentukan nasibnya sendiri, dan bergabung dengan Uni Eropa.

Tetapi, ini akan sangat serius bagi masa depan Rusia, jika kehilangan negara-negara yang bergabung dengan Rusia. Ini berarti Rusia, menjadi negara ‘kecil’, dan kehilangan pengaruhnya.

Amerika dan Rusia belakangan ini mengalami ketegangan menyusul Rusia memberikan suaka politik kepada seorang agen NSA (National Security Agency), Edward Snowden, yang membawa banyak dokumen rahasia keamanan Amerika. Ketegangan itu, mengarah kembalinya perang dingin antara Rusia dan Amerika. Sekarang disusul dengan berlangsungnya ‘revolusi’ yang terjadi di Ukraina.

Menteri Luar Negeri Polandia, Radoslaw Sikorski, yang juga salah satu penengah Uni Eropa, mengatakan bahwa perjanjian pemerintah dan oposisi ini merupakan jalan tengah ideal yang memungkinkan dilaksanakannya reformasi dan melapangkan jalan Ukraina menuju Eropa.

Dalam perkembangan lain, ribuan orang masih berada di Lapangan Kemerdekaan di ibukota Kiev. Menurut Kementerian Kesehatan Ukraina, lebih 150 orang tewasl akibat kerusuhan dan lebih dari 700 lainnya terluka, sejak Selasa (18/02),

Wartawan Reuters di lapangan ini mengatakan lokasi yang menjadi pusat demonstrasi antipemerintah ini mirip seperti medan pertempuran. Beberapa pemrotes mengatakan mereka tidak percaya dengan Presiden Yanukovych dan meragukan efektifitas perjanjian.

Suasana Lapangan Kemerdekaan hingga Jumat sore (21/02) waktu setempat relatif tenang namun sejumlah pih ak mengatakan demonstran makin militan menyusul jatuhnya korban jiwa di tangan aparat keamanan pada hari Kamis.

Krisis politik pecah di Ukraina sejak November 2013 ketika pemerintah menolak perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan memilih menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.

Ini merupakan bencana bagi Rusia, di mana dampaknya akan mengubah seluruh tatanan geopolitik di kawasan. Bahkan situasi politik yang terjadi di Ukraina itu, menenggelamkan Olimpiade Musim Dingin yang  sedang berlangsung di Sochi. (afgh/dbs/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version