CAIRO (voa-islam.com)- Benarkah sikap rezim milite Mesir terhadap Jamaah Ikhwanul Muslimin melunak? Tanda-tanda ini, tanmpak di mana pengadilan di Mesir membatalkan hukuman mati terhadap 36 anggota kelompok yang dilarang, yaitu Jamaah Ikhwanul Muslimin.
Sebelumnya, pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman mati terhadap 183 anggota Ikhwan, dan telah menimbulkan protes darai berbagai lembaga hak-hak asasi manusia (HAM), termasuk sejumlah negara di dunia. Tindakan rezim militer Mesir dibawah al-Sisi telah menimbulkan kemarahan.
Mereka sekarang akan diadili kembali, termasuk terhadap pemimpinnya, Mohammad Badie. Langkah yang dilakukan olen pengadilan Mesir itu, belum menjadi tanda sebagai perubahan sikap rezim junta militer. Karena, langkah-langkah negosiasi yang ditengahi sejumlah tokoh, dan pemimpin negara Arab belum menampakkan perubahan yang signifikan.
Mursyid 'Aam Jamaah Ikhwan Mohamad Badie yang ditahan bulan Agustus 2008, di dekat lokasi yang menjadi pusat aksi protes Rabi'ayah al-Adawiyah oleh aparat keamanan. Badie kemudian dijatuhi hukuman mati dan sejumlah hukuman penjara seumur hidup dalam kasus-kasus lain.
Ratusan anggota Jamaah Ikhwan telah dijatuhi hukuman mati, karena penyerangan terhadap sebuah pos polisi di Minya. Peristiwa ini terjadi ketika pemerintahan Mesir yang didukung Ikhwanul Muslimin digulingkan pihak militer.
Para pemimpin kelompok ini diajukan kepada sejumlah pengadilan militer di Mesir, dan sebagian besar mereka dijatuhi hukuman mati. Ini merupakan langkah keras yang dijalankan oleh rezim militer Mesir terhadap Ikhwan. "Saya akan mengakhiri Jamaah Ikhwan", al-Sisi.
Pada bulan Mei 2014, pengadilan di Mesir menjatuhkan hukuman penjara atas 655 pendukung Ikhwanul Muslimin dalam sidang massal terbaru atas organisasi terlarang itu.
Lebih dari 50 di antaranya mendapat hukuman seumur hidup dalam dakwaan kekerasan di kota Mansoura di kawasan Delta Nile pada Agustus 2013, sekitar sebulan setelah militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi. Komisaris HAM PBB, Navi Pillay, mengecam keputusan itu dengan menyebutnya sebagai hal yang memalukan.
Seiring dengan perubahan di Arab Saudi, sejak meninggalnya Raja Abdullah yang menjadi pendukung utama al-Sisi, dan digantikan oleh Raja Salman menampakan perubahan sikap terhadap Ikhwan. Sejumlah pejabat di masa Raja Abdullah digantikan dan dicopot.
Seorang Pangeran Arab Saudi mempersoalan dan menggugat dana yang digelontorkan $20 miliar dollar kepada rezim militer Mesir, dan sekarang digugat, dan pejabat yang terlibat telah dicopot. Perubahan politik di Saudi ini membawah dampak kepada hubungan Riyadh-Cairo.
Sekarang, lahir poros Riyadh-Doha-Istambul, yang digalang tiga negara yaitu Arab Saudi, Qatar, dan Turki. Meninggalnya Raja Abdullah dan kedatangan Erdogan ke Riyadh dan pertemuan antara Erdogan dan Raja Salman, membuat angin baru bagi politik regional di Timur Tengah. Sementara itu, Amerika Serikat secara tegas menolak Jamaah Ikhwan sebagai organisasi teroris. (mashadi/wb/voa-islam.com)