Shahabat Voa-Islam yang dirahmati Alloh,
Setelah muak kita dibohongi sejarah yang direkayasa kaum nasionalis, dimana mereka menggariskan sejarah palsu perjuangan tentang seorang wanita yang sebenarnya banyak terpengaruh aliran Theosofi binaan Zionis, maka sudah semestinya kita berani mengangkat profil pengganti yang memang secara faktual historis adalah muslimah pejuang yang sejati.
Adalah Rahmah El Yunusiyyah yang lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada tanggal 20 Desember 1900 dan meninggal di Padang Panjang, 26 Februari 1969 pada umur 68 tahun. Beliau adalah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia. Dia merupakan pendiri sekolah Diniyyah Puteri di Padang Panjang, Sumatera Barat. Rahmah merupakan adik dari Zainuddin Labay El-Yunusy, yang juga merupakan seorang pembaharu pendidikan Islam di Indonesia.
Latar belakang
Rahmah lahir dari pasangan Moh. Yunus dan Rafiah dari suku Minang. Ayahnya merupakan seorang ulama besar yang menjabat sebagai Kadi (Qodhi, bahasa Arabnya, red.) di Pandai Sikek, Tanah Datar. Kakeknya Imanuddin merupakan seorang ahli ilmu falak dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah.
Sejak kecil Rahmah sudah ditinggal ayahnya. Ia dibesarkan dan diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya. Lingkungannya yang taat kepada ajaran agama, telah membentuk kepribadiannya untuk menjadi seorang yang sabar dan berpendirian teguh.
Rahmah adalah seorang otodidak. Dia belajar dari kakak-kakaknya Zainuddin Labay dan M. Rasyad. Ketika Zainuddin mendirikan Diniyyah School, Rahmah ikut pula belajar di sana. Dia belajar agama kepada Abdul Karim Amrullah, Tuanku Mudo, dan Abdul Hamid. Di samping belajar agama, antara tahun 1931-1935 Rahmah mengikuti kursus ilmu kebidanan di Rumah Sakit Umum Kayutanam.
Kehidupan
Pada usia 16 tahun, Rahmah menikah dengan H. Bahauddin Latif asal nagari Sumpur. Suaminya juga merupakan tokoh pembaharu pendidikan Islam di Sumatera Barat. Di Sawahlunto suaminya mendirikan Diniyyah Putra.
Tanggal 1 November 1923, saat usianya beranjak 23 tahun, atas dukungan kakaknya Zainuddin Labay dan kawan-kawan perempuannya di PMDS (Persatuan Murid-murid Diniyyah School), ia mendirikan sebuah sekolah khusus untuk kaum perempuan yang diberi nama Al-Madrasatul Diniyyah atau Sekolah Diniyyah Putri.
Sekolahnya ini merupakan sebuah terobosan bagi pendidikan kaum perempuan ketika itu. Tak lama setelah itu, nama Rahmah dan Diniyyah Puteri segera melambung. Di Semenanjung Malaysia, Rahmah diminta keluarga kerajaan untuk mengajar di sekolah kerajaan.
Berkat usahanya itu, negara-negara luar mulai mengenal dan memberikan perhatian kepada Diniyyah Puteri. Sumbanganpun banyak mengalir dan ia berhasil melakukan modernisasi terhadap perguruannya. Bakan pemerintah Arab Saudi, Kuwait, dan Mesir meminta siswa Diniyyah belajar di negara mereka.
Di masa mudanya, Rahmah tidak hanya menginspirasi kaum perempuan di Sumatera, namun juga di Semenanjung Malaysia. Ia banyak mengirim siswa-siswa tamatan Diniyyah Puteri untuk mengajar di Malaysia. Akhirnya banyak pula orang tua di negera tersebut yang menitipkan putrinya untuk bersekolah dan dididik di Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang. Diantara anak didiknya yang berhasil adalah Aisyah Aminy, politisi Indonesia, Nurhayati Subakat, pengusaha kosmetik, dan Aisyah Gani, yang pernah menjabat sebagai Menteri Kebajikan Masyarakat Malaysia.
... Atas pengaruhnya dalam dunia ketentaraan dan pergerakan di Sumatera Tengah, ia dipenjara dan kemudian disekap di rumah seorang polisi Belanda di Padang. Rahmah baru dilepas setelah mendapatkan undangan dari panitia Konferensi Pendidikan di Yogyakarta. Setelah konferensi selesai, ia mengikuti Kongres Kaum Muslimin Indonesia di Jakarta ...
Tanggal 12 Oktober 1945, Rahmah bahkan mempelopori berdirinya Tentara Keamanan Rakyat yang anggotanya berasal dari Laskar Gyu Gun. Ia tidak hanya mengayomi Tentara Keamanan Rakyat (yang kemudian berubah menjadi TNI), tetapi juga barisan pejuang yang dibentuk organisasi Islam seperti Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbullah.
Atas pengaruhnya dalam dunia ketentaraan dan pergerakan di Sumatera Tengah, ia dipenjara dan kemudian disekap di rumah seorang polisi Belanda di Padang. Rahmah baru dilepas setelah mendapatkan undangan dari panitia Konferensi Pendidikan di Yogyakarta. Setelah konferensi selesai, ia mengikuti Kongres Kaum Muslimin Indonesia di Jakarta dan kembali ke Padang Panjang setelah penyerahan kedaulatan. Karena perjuangannya terhadap negara cukup besar, pada tahun 1955 ia terpilih sebagai anggota DPRS dari Partai Masyumi. Ia duduk di lembaga ini hingga tahun 1957.
Pada tahun 1955, Abdurrahman Taj (Syekh Jami Al Azhar) yang berkunjung ke Indonesia, menyempatkan diri datang ke Diniyyah Puteri. Sebagai penghargaan, ia mengundang Rahmah ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir untuk berbagi pengalaman. Pada tahun 1957, Rahmah menunaikan ibadah haji dan berkunjung ke Universitas Al-Azhar. Disana ia disambut sebagai Syaikhah, gelar kehormatan agama tertinggi yang diberikan kepada perempuan. (wikipedia/af)