JAKARTA (voa-islam.com) - Syukur masih ada sekelompok mahasiswa yang memililki kesadaran nasionalisme. Memang tidak banyak. Para mahasiswa yang bergerak itu, mereka yang sadar bahwa Indonesia sudah dikuasi dan dikangkangi oleh 'Asing dan A Seng'.
Sumber daya alam sudah habis dikeruk dan berada ditangan 'Asing dan A Seng'. Asset ekonomi termasuk sektor perbankan sudah tak tersisa lagi, bahkan budaya 'Asing dan A Seng', sudah merasuk ke relung-relung hati bangsa.
Media-media 'mainstream' sudah menjadi 'begundal' 'Asing dan A Seng', mereka membentuk opini, dan mengarahkan pikiran dan hati rakyat, sehingga lahir model pemimpin seperti Jokowi. Jokowi sudah menjadi alat bagi kepentingan 'Asing dan A Seng'.
Seperti dikatakan oleh Tjipta Lesmana, bahwa Jokowi itu, 'PRESIDEN SURVEI'.
Rakyat dan kaum pribumi hanya menjadi kuli dan budak di negeri sendiri, dibawah telapak kaki 'Asing dan Aseng'. Rakyat dan pribumi dimiskinkan semiskin-miskinnya, kemudian mereka perbudak. Mereka menjadi buruh kasar, tanpa masa depan. Sekadar mempertahankan hidup mereka.
Maka, tuntutan para mahasiswa di depan Istana Merdeka, menginginkan Jokowi "melindungi pribumi dari penjajahan dan perbudakan pihak Asing dan A Seng", mendapat kritik di media sosial dan dinilai "berbahaya", terutama para pendukung dan begundal 'Asing dan A Seng'.
Pada Kamis (21/05) ribuan mahasiswa mengadakan demonstrasi di depan istana, membawa spanduk bertuliskan #LindungiPribumiAtauRevolusi dan #LindungiPribumi.
Beberapa di antara mereka beraksi menggunakan topeng ala Guy Fawkes, topeng ikonik yang melambangkan tokoh yang berupaya meledakkan House of Lords di London pada 1605.
"Kami meminta Presiden Jokowi melindungi pribumi dan hak-hak pribumi," kata Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Andriyana, kepada wartawan di Jakarta.
KAMMI menganggap Jokowi menjadikan "Asing dan A Seng" penentu dan pengarah (subjek), di mana Jokowi telah menyerahkan pembangunan infrastruktur kepada Cina. Seperti termaktub dalam perjanjian antara Presiden Xi Jinping dengan Jokowi, beberapa waktu lalu.
"Seperti misalnya infrastruktur menjadi proyek bancakan Xi Jinping. Energi dan tambang dikuasai pihak asing, lalu di mana peran pribumi dalam menggerakan perekonomian bangsa? Ada enggak pribumi diberi ruang?", ujar Adriyana.
Ketua KAMMI Andriyana mengatakan bahwa pihaknya sadar bahwa penggunaan kata itu bisa mengusik banyak orang, namun yang sebenarnya ingin dihentikan adalah liberalisasi yang menurut mereka "kebablasan".
"Pribumi adalah orang Indonesia, yang dulu di zaman penjajahan itu kan jelas siapa yang disebut pribumi, siapa yang tidak. Dulu itu kamar dagang Belanda menjajah Indonesia, sekarang juga sama perusahan multinasional yang menjajah Indonesia. Sebutan pribumi pas dan cocok di sana."
Gerakan mahasiswa yang ingin membebaskan Indonesia dari penjajahan dan perbudakan 'Asing dan A Seng', sebuah komitmen yang akan memberi arti penting, bertujuan menyelamatkan hari depan Indonesia, anak-keturunan bangsa Indonesia dari penjajahan dan perbudakan 'Asing dan A Seng'.
Sudah cukup dijajah Belanda selama 350 tahun, dan sekarang generasi baru harus berani melakukan pembebasan negeri ini. Kita sudah muak melihat para penjajah yang memperbudak bangsa Indonesia dan kaum pribumi. Generasi muda Indonesia, harus seperti bangsa Vietnam dan Fiji yang berani membebaskan negeri mereka dari 'Asing dan A Seng. (jj/dbs/voa-islam.com)