View Full Version
Senin, 29 Feb 2016

Urgensi Konvensi Gubernur Muslim Majelis Tinggi Jakarta Bersyariah (Bagian Satu)

 

Oleh : DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM

 

Penggagas Majelis Tinggi Jakarta Bersyariah & Konvensi Gubernur Muslim

 

DALAM KEPENTINGAN membangun kepercayaan umat terhadap sistem politik yang bersyariah, maka diperlukan rekontruksi penyaluran aspirasi politik umat pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum. Teori Critical Legal Studies (CLS) dapat digunakan untuk proses rekontruksi penyaluran aspirasi politik umat. Rekonstruksi penyaluran aspirasi menjadi penting, mengingat perolehan suara calon independen maupun parpol yang mengusung Cagub dan Cawagub Muslim pada Pilkada tahun2012 yang lalu tidak dapat mengantarkannya ke kursi kekuasaan.

Faktor utama penyebab adalah banyaknya calon dan rendahnya partisipasi umat dalam Pilkada, telah melahirkan angka golput yang demikian tinggi. Terlebih lagi pada tahun 2017 tantangan semakin menguat. Kaum Sepilis, Syi’ah, Ahmadiyah dan Nasrani bersatu padu mendukung Ahok, sementara umat Islam terkotak-kotak dalam banyaknya calon.

Teori CLS memperkenalkan metode trashing, deconstruction, dan genealogy. Trashing, adalah teknik untuk mematahkan atau menolak pemikiran hukum yang telah terbentuk. Teknik trashing dilakukan untuk menunjukkan kontradiksi dan kesimpulan yang bersifat sepihak berdasarkan asumsi yang meragukan. Deconstruction adalah membongkar pemikiran hukum yang telah terbentuk.

Dengan melakukan pembongkaran, maka dapat dilakukan rekonstruksi pemikiran hukum. Adapun genealogy adalah penggunaan sejarah dalam menyampaikan argumentasi. Interpretasi sejarah ini yang kemudian digunakan untuk memperkuat konstruksi hukum.

 

Dekonstruksi Sistem

Untuk itu, penulis bermaksud untuk melakukan dekonstruksi sistem penyaluran dukungan dan pencalonan Gubernur Jakarta, untuk dilanjutkan dengan suatu upaya untuk mengkonstruksikannya kembali. Dekonstruksi yang dikerjakan di sini berlangsung berdasarkan kebijakan “pembalikan hierarki” dan upaya penemuan metode baru untuk menafsir ulang maksud yang terkandung dalam norma hukum. Dekonstruksi harus bekerja untuk segera menampilkan pihak yang selama ini kepentingannya tidak tertampilkan dan karena itu juga tidak terbicarakan.

Pihak dimaksud adalah para Alim Ulama dan Habaib, termasuk para tokoh dan cendekiawan muslim. Mereka ditampilkan lebih banyak ketika kepentingan politik memerlukannya, misalnya dalam kepentingan kampanye elite politik. Setelah itu, peran mereka relatif “disirnakan”.

Banyaknya partai politik yang berbasiskan (platform) Islam, belum menunjukkan kemampuannya untuk sampai ke tahap konsolidasi untuk menuju tahap selanjutnya, integrasi."

Dalam proses dekonstruksi, hak dan kepentingan para pihak harus dikontruksi ulang sebagai dua entitas yang interdependen. Tidaklah kontruksi itu bertahan pada norma-norma bahwa hak dan kepentingan pihak yang satu berkedudukan dominan, sedangkan kepentingan pihak yang lain terpandang sebagai wujud yang dependen. CLS menekankan adanya suatu sistem yang peka dan responsif. Dengan demikian, dekonstruksi yang dimaksudkan adalah sebagai bagian dari upaya rekonstruksi yang positif.

Penggunaan ketiga metode (trashing, deconstruction, dan genealogy) dalam CLS , dijelaskan sebagai berikut. Sistem multi partai telah melahirkan banyak partai politik. Kepentingan politik praktis telah pula menyebabkan partai politik lebih dekat dengan agenda pragmatis dan cenderung tidak populis. Banyaknya partai politik yang berbasiskan (platform) Islam, belum menunjukkan kemampuannya untuk sampai ke tahap konsolidasi untuk menuju tahap selanjutnya, integrasi.

Upaya awal konsolidasi memang dilakukan, tetapi hanya sebatas pada upaya penggalangan dukungan untuk pemenangan calon dalam bentuk koalisi. Namun, koalisi tidaklah ada yang permanen, koalisi lebih bersifat strategi elite politik. Koalisi bukan dimaksudkan untuk integrasi politik menuju kemaslahatan umat. Sistem multi partai juga belum mampu melahirkan pemimpin yang mendapatkan dukungan mayoritas (single mayority), dengan dukungan suara 50% plus 1.* Bersambung...

 


latestnews

View Full Version