View Full Version
Senin, 07 Nov 2016

VIDEO: Insya Allah Pak Oye Syahid (Bagian Dua-Selesai)

KUMANDANG azan syahdu menggantung di langit Istana Merdeka, di hadapan jutaan massa aksi damai bela Islam. Pemandangan dramatis, saat jutaan manusia di jalanan bersama melafalkan kalam suciNya, berdiri, rukuk dan sujud dipimpin para ulama.

Selepas isya, Suganda masih bersama Pak Oye membelakangi Monas bersama lautan manusia. Sejauh mata memandang, para ulama itu masih dengan sejuk melafalkan takbir. Para demonstran pun berdiam rapi, termasuk Suganda dan Pak Oye. Tetiba, insiden itu pecah. “Kami tiba-tiba ditembakkin gas air mata,” kata Suganda kaget.

Padahal, posisinya di dekat monas dan para ulama merupakan kondisi yang damai dan tertib. Dalam kepanikan, suara tembakkan terus menggelegar di pelataran Istana. “Dor..dor…dor..” “Saya kempit itu Pak Oye, saat itu saya udah perih banget, rasanya udah ampir setengah mati, kita tiba-tiba ditembakin gas air mata,” kenang Suganda yang berusaha melarikan diri tapi tak bisa karena massa penuh sesak.

Sedikit demi sedikit, ia merapat ke daerah pagar monas yang dirasa aman dari tembakkan. “Eh kita ke kanan malah ditembakin juga, saya bawa tuh Pak Oye,” katanya.

Ia pun mundur sedikit dekat dengan pepohonan dan pagar. Di atas mobil, ulama terus berzikir, meminta massa agar tidak maju dan meninta polisi untuk berhenti menembak.

Sejenak menepi dari tembakan yang terus menderu, Suganda hanya bisa menahan sesak dan mual. “Saya lihat ke sebelah saya, ternyata beliau sudah pingsan. ‘Ye bangun Ye’” Suganda menepuk-nepuk pipi Pak Oye. Di tengah kalap dan gemuruh, Oye meminta bantuan lima hingga enam orang sekitarnya. “Saya bopong berlima, ke kiri, eh udah ada gas air mata. Kita ke kanan juga disemprotin gas air mata, kita sampe ke pagar tinggi, mau lewatin beliau, tapi ya Allah, di situ ada pagar ada tombaknya, ga mungkin kita lempar beliau ke sana,” lirih Suganda.

Massa semakin panik setelah polisi meringsek aksi damai dan menembakkan gas air mata ke arah para ulama yang menyerukan aksi damai. Suara takbir, tahlil hingga tahmid pecah. Suganda terpojok ke pertigaan monas, terpepet. “Saat itu ada coran pembatas mobil itu, saya terjatuh, tergeletak,” kata Suganda.

Sejak detik itu, entah ke mana jasad Pak Oye yang saat itu entah masih pingsan, sudah sadar atau ternyata meninggal. Saat bersusah payah bangun, Suganda melihat pemandangan yang begitu dramatis.

“Saya lihat orang-orang pingsan, ga tua ga muda,” lirihnya. Di tengah kepanikan massa, dan keteguhan para ulama yang terus bergeming walau ditembaki gas air mata, Suganda mencari-cari Pak Oye ke sana ke mari, bertanya-tanya hingga masuk ke dalam monas ke pos medis.

“Di Posko sudah nggak ada, ada yang bilang ke rumah sakit Polri Kramat jati,” katanya. “Mulai saat itu tiba-tiba saya lemas, saya kehilangan jejak,” keluhnya.

Tak hilang kendali, ia berusaha mengontak putra Pak Oye, Gilang, yang juga mengikuti aksi bela Islam. “Cing posisi di mana?” tanya suara di balik telepon sana yang baru bisa dihubungi, karena sejak tadi siang entah mengapa sinyal di sekitaran istana mati.”

“Jam Sembilan lewat tiga, saya dapat kabar dari warga Binong juga, ada kabar dari rumah sakit Gatot Subroto kalau beliau sudah meninggal. Seakan nggak percaya, innalillahi wa innailaihi rajiuun,” lirih Suganda mengenang kejadian yang begitu mengagetkannya.

“Wafatnya beliau mengajarkan kita bahwa walau beliau sepuh, beliau tetap ingin mengikuti perjuangan untuk membela al Qur’an,” kata Dede Winata mengenang.

Di pengujung usia senjanya, Pak Oye menorehkan jejak yang membuat keluarga, warga hingga pemerintah setempat bangga. “Beliau salah satu orang yang terpilih dari sekian banyak yang akhirnya meninggal. Semua masyarakat merasa bangga. Di sini orang-orang pada bilang, cocoklah kalau Pak Syachrie yang dapat (syahid, red). Semua anak-anak dan warga bangga dengan beliau,” kata Hermalina tersenyum.

Cukuplah masjid Bina Ihsani yang ia rintis 20 tahun silam menjadi saksi atas penuh sesaknya shalat jenazah beliau. Cukuplah jutaan muslim yang ikut aksi bersama menjadi saksi bahwa dia menjadi bagian dari mereka.

Cukuplah berbodong-bondong warga hingga Bupati menghormati kepergiannya. Cukuplah orang-orang yang walau belum pernah menatap wajahnya, kini berdatangan dari pelbagai daerah di Indonesia ke lorong rumahnya yang tak terlalu lebar. Kisah heroik Pak Oye kini meluber, anak-anak muda di sudut-sudut gang membincang kisahnya, para remaja hingga orang dewasa.

“Insya Allah beliau Syahid,” kata Bupati Kabupaten Tanggerang M Aziz saat melayat ke kediamannya. Pak Oye, mengajarkan kita semua tentang makna perjuangan. “Ternyata Allah kabulkan ucapannya, jika ada satu mujahid yang gugur, maka itulah beliau,” tegas Dede disambut takbir hadirin yang memenuhi jalanan di depan kediamannya.

“Sungguh, kami semua iri dengan beliau, semoga kita semua dapat melanjutkan perjuangan beliau, doakan beliau agar Allah menerima amalNya dan mendapat surgaNya,” tutup Gilly, putra sulung Pak Oye menutup kisah tentang heroisme ayahnya. Selesai. * [Jitu/Syaf/voa-islam.com]

Keterangan foto: Bupati Tangerang bertakziah ke rumah almarhum Pak Oye


latestnews

View Full Version