JAKARTA (voa-islam.com)--Pemerhati Kontra-Terorisme Harits Abu Ulya menegaskan bahwa serangan bom di Samarinda pada Minggu, 13 November 2016, tidak bermotif politik. Pelaku, menurutnya, merupakan aktor yang masih terkait dengan kasus aksi terorisme lama.
"Aksi itu tidak bermotif politik untuk memaksa rezim mengubah kebijakan politiknya," katanya kepada voa-islam.com, Selasa (15/11/2016).
Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat tidak perlu terpancing dengan kasus bom molotov di Samarinda.
"Aksi itu tidak bermaksud membuat eskalasi konflik menyebar di banyak titik wilayah di Indonesia. Dan kalau melihat anatomi pemikiran atau paradigma dari pelaku dan orang-orang yang yang bergaul dengannya pelaku masih punya teologi yang beku," jelas Harits.
Harits menambahkan, perjalanan masa lalu pelakunya juga terkait kasus terorisme. Pelaku yang bernama Juanda saat menjadi narapidana terorisme tidak mengalami pergeseran pada aspek teologinya.
"Di tambah lagi ketika dia keluar penjara menghadapi keluarga dan masyarakat yang tidak sepenuhnya bisa menerima proses asimilasinya. Kondisi seperti itu menjadi salah satu pemicu pelaku kembali ke komunitasnya dan sikapnya makin mengkristal, terjauhi dari masyarakat dan kumpul ekslusif bersama kawan pelaku yang mau menampungnya," ungkapnya.
Sehingga, sambung Harits, saat kenekatan pelaku muncul, ditambah variabel lain yg menjadi stimulan juga muncul. "Maka seorang seperti Juanda akan melakukan aksi dengan cara dan kemampuan yang ada," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]