JAKARTA (voa-islam.com)—Serangan brutal dengan menggunnakan senapan mesin di Las Vegas, Nevada menewaskan 59 orang. Meski ini terkategori tindakan teror, namun pemerintah Amerika Serikat tak lantas menyebutkan pelakunya sebagai teroris sebagaimana lazim dilakukan apalagi pelaku adalah seorang Muslim.
Media pun demikian. Hal ini dikatakan pengamat terorisme Harits Abu Ulya.
"Serangan brutal diLas Vegas membuat banyak pihak prihatin, tapi di sisi lain juga ada realitas yang juga memprihatinkan. Ini soal obyektifitas pemberitaan oleh beragam media mainstream. Kenapa media banyak yang kelu untuk melabeli serangan brutal di Las Vegas sebagai aksi teroris?” ujar Harist dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Selasa (3/10/2017).
Menurut Harits, serangan Las Vegas menjadi salah satu contoh tolak ukur level obyektifitas media dan banyak pihak terkait isu terorisme. “Biasanya pada kasus ecek-ecek ‘teror’ begitu murah diobral kata ‘teroris’, kenapa pada serangan brutal di Las Vegas mereka menjadi pelit?” ungkap Harits.
Dengan fakta ini, jelas Harist, publik makin sadar bahwa diksi "teroris" atau isu terorisme adalah etalase perang opini dan propaganda, yang terselebung didalamnya ada kepentingan politik global yang komplek yang tendensius. Dan ada konvergensinya dengan kepentingan politik rezim lokal yang ikut memainkan isu war on terrorism.
“Hal ini perlu disadari, faktor beragam kepentingan dibalik isu terorisme membuat banyak pihak sulit bersikap obyektif, jujur, adil dan proporsional dalam pemberitaan. Apakah kita seperti itu? Mari berkaca diri,” jelas Harits. * [Syaf/voa-islam.com]