JAKARTA (voa-islam.com)—Belum lama ini Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan rilis hasil penelitian perilaku generasi Z (lahir tahun 1995 ke atas) terkait sikap intoleransi dalam beragama.
Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa ada lima tokoh Islam yang dinilai paling radikal di Indonesia dan populer di media sosial. Salah satunya Ustadz Felix Siauw yang masuk urutan kedua tokoh paling radikal setelah Habib Muhammad Rizieq Syihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI).
Menanggapi hasil penelitian ini, Ustadz Felix mempertanyakan paramater radikal kepada peneliti lembaga tersebut. Itu yang mau saya tanya pada penelitinya.
“Yang saya baca adalah ketika PPIM UIN mengeluarkan tokoh paling radikal Yang ingin saya sampaika, tolak ukur radikal itu apa? Di dalam penelitian itu mereka katakan, makin banyak orang itu bersentuhan dengan gadget maka semakin radikal. Artinya media sosial mereka anggap dikuasai oleh orang-orang radikal,” ungkap Ustadz Felix saat ditemui Voa Islam pada sebuah acara di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Ustadz Felix pun menerka bahwa dikatakan radikal adalah ketika seseorang memperjuangkan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa. Menurut dia, stigma radikal yang terjadi saat ini adalah narasi lama yang kembali digulirkan.
Banyak tokoh terdahulu yang memiliki keinginan syariat Islam tegak di Indonesia kemudian dikriminalisasi oleh pemerintah yang berkuasa saat itu. Ia kemudian mencontohkan Mohammad Natsir dan Buya Hamka yang begitu tegas soal keinginan penerapan syariat Islam kemudian dipenjara atas berbagai tuduhan.
“Artinya kalau melihat kasus tadi (ulama terdahulu), ya wajar saja saya digolongkan sebagai ustadz radikal. Kalau tolak ukurnya radikal ingin menerapkan syariat Islam, maka bisa dikatakan deislamisasi sama dengan deradikalisasi,” ujar Ustadz Felix.
Ustadz Felix melanjutkan, “Jadi yang radikal dianggap yang islamis. Seandainya contoh saya berdakwah yuk berhijab, ayo perbaiki akhlaknya, ayo bayar hutang tepat waktu. Maka saya tidak akan dikatakan radikal. Jika saya mengatakan, tegakan syariat Islam misalnya, Al-Quran ini bukan sebagai pajangan. Tegakan segala sesuatu berdasarkan sistem Allah , termasuk sistem pemerintah, maka ini yang dikatakan radikal. Tidak boleh memilih pemimpin selain orang muslim, nah ini dikatakan radikal. “ * [Syaf/voa-islam.com]