Oleh:
Asyari Usman, wartawan senior
PILPRES 2024 masih jauh. Tapi, panggungnya mulai “crowded”. Penuh sesak. Dan dijamin akan makin semarak. Yang paling meriah adalah upaya para oportunis dan “brainless manipulator” untuk menghalangi Anies Baswedan. Segala cara mereka lakukan.
Setelah banjir Jakarta, lem aibon, trotoar Tanah Abang, dlsb, gagal mereka gunakan untuk mendegradasi Anies, mereka keluarkan jurus lain. Banyak jurus yang mereka siapkan. Panjang daftarnya. Mungkin sudah dirancang sejak lama. Didukung oleh para cukong yang merasa terancam kalau Anies unggul di pacuan opini pilpres 2024.
Gerombolan oportunis dan manipulator itu, cepat-cepat ganti taktik. Sekarang mereka gunakan lembaga-lembaga survei nir-reputasi. Yang tak punya kredibilitas. Tujuannya, tidak sulit ditebak. Mereka ingin menenggelamkan nama Anies. Karena memang “Gubernur Indonesia” ini tak terbendung lagi.
Pada hari Ahad (23/2/2020), tiga lembaga peneliti merilis “hasil survei” yang memposisikan elektabilitas Anies sangat rendah. Lebih rendah dari elektabilitas Prabowo Subianto. Ketiga lembaga itu adalah Indo Barometer (IB) dan satu lagi Parameter Politik Indonesia (PPI) yang berkolaborasi dengan Politika Research (PR).
Survei IB dengan 1,200 responden itu lebih tepat disebut survei internal Gerindra ketimbang survei publik. Apa alasannya? Pertama, kalau Jokowi ikut pilpres 2024, Indo Barometer menempatkan Presiden yang dimenangkan Mahkamah Konstitusi (MK) di Pilpres 2019 itu dengan elektabillitas 32.2% (tertinggi). Disusul Prabowo 17.5%, Anies Baswedan 9.7%, Sandiaga Uno 6.1%, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 4.3% dan Tri Rismaharini (walikota Surabaya) 3.6%.
Kalau Jokowi tidak ikut, maka Prabowo berada di angka 22.5%. Anies Baswedan cuma 14.3%, Sandi Uno 8.1%, Ganjar Pranowo (gubernur Jawa Tengah) 7.7%, dan Tri Rismaharini (walikota Surabaya) 6.8%.
Penyusunan urutan ini menyelipkan pesan bahwa Anies cuma bisa menjadi cawapres pada 2024. Dan peluang untuk terpilih sebagai wapres pun hanya bisa bersama Prabowo. Bahkan, politisi Gerindra, Desmond Mahesa, berani mengatakan bahwa untuk Pilpres 2024 ini, pasangan yang sangat pas adalah Prabowo-Anies.
Artinya apa? Hasil survei ini bertujuan mematahkan semangat Anies untuk maju sebagai capres. Sambil mengelabui publik bahwa Prabowo masih berpeluang menjadi presiden nanti. Tapi, susunan ini juga menunjukkan bahwa Prabowo memerlukan Anies sebagai cawapres untuk bisa menang pilpres. Kalau Anies mau dipasangkan dengan Prabowo, orang-orang Gerindra merasa para pendukung Anies tak punya pilihan lain. Tentu saja Anies tidak sekonyol yang mereka inginkan.
Kedua, survei IB ini disebut “survei internal Gerindra” dapat dilihat dari premis bahwa kalau Jokowi dihadapkan lagi dengan Prabowo di pilpres 2024 (secara konstitusional Jokowi tidak mungkin ikut kecuali UUD 1945 diubah), maka dia (Jokowi) akan menang 41.2% dibanding Prabowo yang dapat 36.3%. Ini merupakan bentuk penghormatan, rasa segan, dan rasa takut survei internal itu kepada Jokowi. Survei juga sekaligus menyertakan pesan terelubung bahwa Prabowo siap menjadi cawapres Jokowi di pilpres mendatang. Sekalian menyampaikan isyarat bahwa Gerindra akan mendukung amandemen UUD 1945 supaya Jokowi bisa menjadi presiden tiga periode asalkan Prabowo menjadi wapres untuk Jokowi.
Bisakah skenario Jokowi-Prabowo 2024 itu muncul? Sangat besar kemungkinannya. Apalagi, sekarang ini ada gelagat yang sangat jelas tentang perseteruan Jokowi dengan Bu Megawati plus gerbong PDIP-nya. Bisa dilihat pula dari survei IB ini yang tidak menyertakan nama Puan Maharani (anak Bu Mega). Di front lain, Prabowo di berbagai kesempatan menunjukkan kekagumannya pada Jokowi. Begitu juga ketika akhir-akhir ini anak-menantu Jokowi mulai memperlihatkan antusias untuk menjadi walikota. Probowo menyambut positif.
Ketiga, survei IB disebut “survei internal Gerindra” karena Prabowo, Anies dan Sandi selalu berurutan. Prabowo teratas, disusul Anies dan kemudian Sandi.
Berikutnya, kita lihat sebentar survei PPI dan PR. Ini lebih jelas lagi bermisi untuk menenggelamkan nama Anies Baswedan. Dengan 2,200 responden, PPI dan PR menempatkan menempatkan elektabilitas Prabowo 17.3%, Sandi 9.1%, Ganjar Pranowo 8.8%, Anies hanya 7.8%, AHY 5.4% bahkan ada Ahok 5.2%, dst.
Yang sangat tendensius, survei PPI-PR menunjukkan bahwa Ma’ruf Amin lebih kuat dari Anies Baswedan untuk posisi cawapres 2024. Ma’ruf bisa dapat 6.7% sedangkan Anies hanya 4.59%. Sadis!
Ada yang memancing senyum dari kesimpulan survei PPI-PR. Mereka temukan bahwa publik sangat menyukai pasangan militer-sipil di Pilpres 2024 ketimbang kombinasi sipil-militer. Temuan ini terasa “sangat Bapak”. Menurut survei, kombinasi militer-sipil didukung 40.4% sementara pasangan sipil-militer hanya disukai 14.2% saja.
Mana yang bisa dipercaya?
Nah, ini pertanyaan yang jawabannya cukup mengasyikkan. Sebab, ada survei yang sangat layak dipercaya di luar IB dan PPI-PR. Yaitu, jajak pendapat online yang digelar oleh PollingKita-com sejak 3 Februari 2020.
Polling ini diikuti oleh 28,650 responden. Mereka tidak bisa ikut polling lebih dari sekali karena registrasi suara dicatat berdasarkan IP-address. Artinya, yang mencoba memberikan suara ganda akan tertolak secara otomatis berdasarkan IP address itu.
Hingga hari ini (26/2/2020), PollingKita mencatat dukunngan untuk Anies Baswedan 64.2%, Prabowo 8.1%, AHY 7.9%, Ganjar Pranowo 6.4%, Sandi 4.3%, Ahok 4%, Gatot Nurmantio 2.2%, Ridwan Kamil 1.82%, Khofifah IP 0.6%, dan Puan Maharani 0.3%.
Kelihatannya, PollingKita-com lebih layak dipercaya. Sebab, hasil survei mereka mencerminkan dinamika politik yang ada. Lebih independen dan jumlah respondennya lebih 20 kali lipat jumlah responden IB.
Kalau pun margin of error di sini (MoR) 25%, Anies masih dapat 48%. Masih terlalu besar? Sebutlah MoR 40%. Anies masih dapat 39%. Bukan angka cukongan di sekitar 9 persenan atau 14 persenan.
Jadi, bagaimana dengan hasil survei IB dan PPI-PR? Kelihatannya, tidak keliru kalau Anda katakan MoR-nya 100%. Alias, tak bisa dipercaya sama sekali.*