Oleh:
M Rizal Fadillah || Pemerhati Politik dan Kebangsaan
RAKYAT ditipu Wakil Rakyat diperkosa, kok bisa ? Bisa, jika rencana penggunaan dana APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung direalisasi. Disain untuk ini diawali dengan menunjuk “Duta Besar China” Luhut Binsar Panjaitan sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta Bandung menggeser peran Koordinator Airlangga Hartarto.
Mengapa rakyat ditipu ? Karena sejak awal Presiden Jokowi mengkampanyekan bahwa proyek ini tidak sedikitpun akan didanai dari APBN tetapi dari obligasi konsorsium BUMN atau patungan. Investasi China adalah utama dengan skema kerjasama Business to Business (B to B). Akan tetapi setelah berjalan pembangunan dan mangkrak tiba-tiba terbit Perpres No 93 tahun 2021 yang membolehkan penggunaan dana APBN.
Kejutan sekaligus melestarikan kebiasaan bohong Presiden ini adalah beban baru bagi negara. APBN harus mendapat persetujuan DPR. Meskipun DPR dapat menolak, akan tetapi akibat dari kooptasi Presiden atas Partai Politik maka persetujuan diperkirakan mudah untuk didapat. DPR dapat dipaksa karena anggota tidak berdaya. Perkosaan politik dilakukan dengan leluasa.
Dengan alasan “daripada rugi” dan ,”gagal proyek” maka akhirnya dana APBN diduga terpaksa terkucurkan untuk menolong kebodohan. Biaya anggaran awal ditetapkan sebesar 86,5 Trilyun membengkak menjadi 114,2 Trilyun. Alasan pandemi atas mangkrak dan meningkatnya anggaran tidak mudah untuk diterima, audit harus dilakukan. Janji Kementrian BUMN bahwa dana APBN tidak akan diselewengkan butuh pembuktian.
Sejak awal proyek ambisius Jokowi ini telah menimbulkan pro dan kontra. Kerjasama dengan China untuk kereta cepat jarak dekat dipertanyakan. Asumsi sukses diragukan. Apa yang terjadi jika nanti penumpang ternyata sepi. Analis memperkirakan selama 40 tahun PT KAI sebagai lokomotif perusahaan patungan akan merugi. Memang tidak habis pikir, kereta cepat dari Ibukota ke Bandung ini dibuat untuk kemudian Ibukota pindah ke Kalimantan.
Nah, pembiayaan Ibukota baru yang konon menggunakan dana “kecil” APBN dipastikan bohong kembali. Kereta China yang awal hanya 86,5 Trilyun saja amblas apalagi Ibukota baru dengan anggaran sekitar 500 Trilyun. Di tengah dana negara yang cekak dan hutang menumpuk.
Presiden Jokowi tidak boleh berspekulasi dalam proyek-proyek infrastruktur. Ambisi pribadi jangan didahulukan, apalagi dengan menipu rakyat dan memperkosa wakil rakyat. Untuk hal kecil saja seperti penjualan tol Cibitung Cilincing yang hanya 2,4 Trilyun membuat kerut dahi, padahal biaya konstruksi yang telah dikeluarkan adalah 10,8 Trilyun. Rugi 8,4 Trilyun. Jokowi memang jenius.
Proyek Kereta Cepat di bawah pengelolaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) bukan solusi tetapi beban. Pemerintahan Jokowi harus bertanggungjawab. Jika ternyata gagal bukan saja harus turun tetapi juga dihukum.*