Oleh:
Tjahja Gunawan || Wartawan Senior
AKHIR Oktober 2021 ini, sahabat saya Mas Ady Amar mengirimkan buku terbarunya berjudul "Tak Tumbang Dicerca, Tak Terbang Dipuja. Anies Baswedan dan Kerja-Kerja Terukurnya". Kehadiran buku ini terasa pas dengan suasana politik menjelang perhelatan Pilpres Tahun 2024.
Saat ini atmosfir politik di Tanah Air sudah mulai disuguhi informasi seputar hasil survey tentang tokoh-tokoh yang akan menjadi calon presiden. Berbarengan dengan itu, juga mulai bermunculan para relawan di berbagai daerah yang mendeklarasikan diri mendukung calonnya untuk nyapres pada 2024 termasuk deklarasi yang dilakukan para relawan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES).
Kontestasi pemilu 2024 memang masih agak lama. Namun sesungguhnya,
tahun depan kita sudah mulai memasuki tahun politik, setidaknya pembicaraan tentang calon-calon yang akan berlaga dalam pilpres nanti akan mulai bermunculan dan dibicarakan berbagai kalangan. Itu tentu nanti akan menghiasi berbagai pemberitaan media massa maupun perbincangan di media sosial. Situasi dan kondisi ini niscaya akan dimanfaatkan juga oleh berbagai lembaga survey untuk menggarap proyek (pesanan) politik dari para pendukung atau sponsor (bohir) calon-calon presiden tersebut.
Buku Ady Amar memang tidak membahas secara khusus mengenai peluang Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Tapi buku ini lebih banyak menceritakan tentang "Catatan Perjalanan" Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Anies Rasyid Baswedan adalah tokoh yang terus dibicarakan setiap waktu. Dibicarakan dengan baik, tidak sedikit dibicarakan dengan buruk bahkan dengan cara yang tidak sepantasnya. Beragam fitnah dan cacian dengan kata-kata kotor yang disemburkan oleh para pembeci Anies Baswedan, kerap kita baca di ruang publik (media sosial). Bagi orang-orang yang berakal waras dan bermoral, hanya bisa mengelus dada menyaksikan perilaku para pembenci ini. Mereka nyaris tidak bisa disentuh secara hukum meskipun sudah memfitnah dan mengumbar ujaran kebencian.
Pembenci Anies Kebal Hukum
Boleh dibilang para pembenci Anies ini termasuk kelompok kebal hukum karena mendapat perlindungan dari rezim penguasa atau lebih tepatnya proteksi dari kelompok oligarki yang mengatur pemimpin negeri ini. Namun seperti biasanya, Anies Baswedan lebih memilih tidak menanggapi fitnah dan cacian tersebut.
Padahal, dia sering difitnah dan dicaci dengan kata-kata kotor. Misalnya, Komisaris Independen PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Kemal Arsyad pernah mencaci Anies Baswedan dengan kalimat "bangsat" . Meskipun kemudian dia meminta maaf atas cuitannya itu. Ia katakan, bahwa dirinya khilaf (hal 72).
Kita sebagai manusia, hanya bisa heran saja. Kok bisa ya ada seorang yang menduduki jabatan komisaris di perusahaan BUMN sampai bisa meluapkan amarahnya sedahsyat itu di ruang publik?!?. Saya yakin para pembaca mengetahui sendirilah jawabannya. Yang jelas akibat ulah Kemal Arsyad ini bisa merugikan PT. Askrindo sendiri. Askrindo adalah salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam asuransi/penjaminan.
Kemal Arsyad me-retweet Anies Baswedan yang mengatakan bahwa Rumah Sakit di DKI Jakarta masih mampu menampung pasien Covid 19. Lalu Kemal Arsyad menanggapi dengan mengatakan: "Halah, Bangsat lah nih orang. Kalo ketemu gw ludahin mukanya...!!! ".
Lalu, ia meminta maaf atas cuitannya itu. Katanya, umpatan itu dilontarkan karena kerabat dan keluarga saat itu kesulitan dalam mencari bed occupancy ratio di RS DKI. (Hal. 73)
Bukan hanya Kemal Arsyad, aktivis media sosial Ferdinand Hutahean, Rudi S Kamri dan Deny Siregar, termasuk orang-orang yang sering menyerang Anies secara personal. Bahkan Ferdinand Hutahean menyerang Anies di ruang publik secara rasis. Setidaknya dua kali ia ucapkan narasi rasisme. Yang pertama, saat dialog dengan Geisz Chalifah di RRI. Ia ucapkan kata Arab, yang menyamakan Geisz dengan Anies. Kedua, Ferdinand di Twitternya mengolok-olok Anies dengan mengatakan bahwa Anies layak jadi Presiden Hadramaut Yaman, tidak untuk Presiden Indonesia. (Hal 47).
Kelompok para pembenci ini, kata Ady Amar, memang melihat Anies dengan hati yang busuk. Hati busuk itu sebenarnya penyakit. Jika penyakit ini menyergap kelompok tertentu, mudah untuk melihatnya. Tidak perlu pakai alat pembesar. Kelompok pembenci yang memiliki hati busuk, tidak melihat keberhasilan orang lain sebagai prestasi yang patut diapresiasi, tapi yang dilihat tetap saja kekurangannya. Justru mereka merasa sakit hati jika ada orang lain mendulang prestasi. Dalam bahasa agama, orang-orang seperti itu mempunyai sifat hasad atau dengki.
Kerja keras Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam mewujudkan janji-janjinya telah melahirkan berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Misalnya, nama Anies tampil sebagai salah satu dari 21 pahlawan dalam "21 Heroes 2021" oleh lembaga internasional yakni Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI).
Anies dinilai berhasil melakukan transformasi mobilitas kota, yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup seluruh warga. Namun Anies tidak jumawa apalagi larut dalam euforia saat dinyatakan meraih penghargaan international itu. Di awal kalimatnya, dia hanya mengucapkan Alhamdulillah.
Lalu, kata Anies, prestasi itu adalah hasil kolaborasi seluruh warga Jakarta. "Pahlawan sebenarnya adalah ribuan orang yang bekerja setiap hari untuk mendorong integrasi transportasi Jakarta. Lalu ada jutaan warga yang ikut menyukseskan dengan memilih berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan transportasi publik. Pengakuan (penghargaan) ini buat kita semua," Kata Anies Baswedan. (Hal 32).
Menurut Ady Amar, apresiasi atas pencapaian Anies ini selayaknya diberikan sewajarnya. Tapi juga tidak pantas jika harus menutup mata. Lalu berdalih dengan mengelak, bahwa karya Anies itu warisan dari Gubernur Kolonial masa penjajahan Belanda, J. P Coen. "Kan aneh?, " ujar Ady Amar.
Keanehan itu memang ditunjukkan oleh beberapa politisi PDI Perjuangan. "Kalau saat ini Anies banyak dapat penghargaan, itu karena buah kerja keras dari pendahulunya, " kata Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDIP Jakarta. (Hal 33).
Seperti biasanya Anies memilih tidak merespon hal-hal demikian. Ia memilih larut dalam pekerjaan sunyi, dan lalu penghargaan demi penghargaan didapatnya.
Bagi sebagian orang mungkin menganggap Anies terlalu sabar dalam menghadapi berbagai fitnah dan cacian dari para pembencinya. Tapi bagi Anies justru sebaliknya berbagai ujaran kebencian dan fitnah tersebut, merupakan energi bagi dirinya untuk melatih sekaligus mempraktekan "sabar tanpa batas", sebagaimana tuntunan dalam agama Islam.
Pemerhati politik, Eep Saefulloh Fatah, sebagai salah seorang yang memberi kata pengantar dalam buku Ady Amar, mengatakan betapa beruntungnya menjadi Anies Baswedan. Untuk apa pun yang dikatakan dan dilakukannya, baik atau buruk, selalu tersedia para pengkritik permanen dan militan. Selalu ada saja pihak yang merasa apa pun yang berkaitan, dikatakan, dan dilakukan Anies tak pernah cukup, bahkan selalu bisa ditemukan sisi kelirunya.
Mengapa beruntungnya? Sebab dengan begitu, Anies pun terbebas dari pemanjaan. Anies seperti didorong-dorong terus untuk senantiasa mengakselerasi ikhtiarnya. Pasti melelahkan. Tapi lelah yang dibalut ke beruntungnya. "Sebagai kawannya, saya juga tidak permah terlalu mencemaskan situasi penuh tekanan, kritik dan cacian untuk Anies. Sebab, saya tahu persis sikap dasarnya, kredonya: Tak jatuh terjerembab karena dicerca, tak melayang-layang terbang karena dipuja, " kata Eep.
Sebelum menulis resensi buku ini, saya iseng WA Mas Ady Amar. "Mas Ady, sebenarnya Anies ini penduduk bumi atau penduduk langit sih?". Lalu dia jawab dengan setengah berkelakar: "Manusia langit yang menikah, punya anak dan ambisi lainnya. Hanya itu tadi, simpulan antum, hidupnya terlalu cepat dibanding zamannya".
Buku setebal 228 halaman ini terdiri dari tiga bagian. Bagian Pertama, " Tulisan Sunyi Anies Baswedan di Seputar Fitnah dan Pembusukan Sistematis". Bagian kedua, "Manusia Merdeka, Bekerja dalam Senyap". Bagian Ketiga: "Hal-hal lain yang Berkaitan dengan Anies Baswedan".
Buku yang ditulis Ady Amar ini bukan hanya cocok bagi para pendukung dan simpatisan Anies tapi juga perlu dibaca oleh para pembenci Anies agar mereka bisa terus melanjutkan hasad dan kedengkian mereka pada Gubernur Indonesia menjelang Pilpres 2024 ini.*