Oleh:
Asyari Usman || Jurnalis Senior
TANGKAS dan ‘highly trained’ (sangat terlatih). Fisik mereka bagus-bagus. Tegap, dengan otot yang dibentuk sesuai ‘text book’. Keterampilan ‘martial art’ (bela diri) mereka tinggi. Menendang selalu merubuhkan. Yang menerima pukulan pasti babak belur.
Senjata api mereka, buatan mutakhir. Menembak, jago sekali. Korban tembakan tewas seketika. Kalau tidak tewas di tempat, biasanya korban padam dalam perjalanan ke rumah sakit.
Begitulah sedikit gambar tentang kehebatan dua satuan yang paling dibanggakan di Kepolisian RI, yaitu Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Brigade Mobil (Brimob). Biaya latihan mereka tentulah mahal. Seimbang dengan kehebatan yang mereka miliki.
Sayangnya, ada yang tidak seimbang. Yaitu, orang-orang yang menjadi korban aksi kedua satuan dahsyat ini.
Untuk Brimob, sejauh ini korban mereka boleh dikatakan orang-orang yang berunjuk rasa alias para demonstran. Ada mahasiswa, anak-anak STM, para petani, warga yang melawan penggusuran atau mempertahankan tanah mereka, dlsb.
Untuk Densus 88, korban mereka acapkali para terduga atau tersangka teroris yang tak bersenjata. Terakhir, korban Densus 88 adalah seorang dokter di Sukoharjo, Jawa Tengah. Kata Ketua Ikatakan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo Arif Budi Satria kepada portal online detikcom, dokter ini cacat fisik karena kecelakaan pada 2006.
Dokter Sunardi ditembak oleh Densus 88 ketika mau ditangkap beberapa hari yang lalu (9 Maret 2022). Kata Polisi, dia ditembak karena melawan. Seperti apa perlawanan Sunardi, hanya penjelasan Polisi yang harus ditelan mentah-mentah oleh media. Terutama media mainstream yang terkenal tidak suka Islam dan umat Islam.
Kita fokuskan dulu pembahasan pada kehebatan Densus 88. Tentu saja penugasan mereka untuk menghadapi “lawan” yang tidak ada apa-apanya adalah wewenang atasan.
Tetapi, ketika yang ditembak adalah orang cacat kaki, terasa betapa sia-sianya kehebatan Densus. Sangat memalukan.
Karena itu, kehebatan Densus dan Brimob sudah saatnya disalurkan ke medan tugas yang akan membuat mereka tertantang. Dan ada medan tugas yang memerlukan kehebatan mereka itu. Yaitu, aksi teror yang dilancarkan oleh kaum separatis di Papua.
Gerombolan separatis Papua sudah memberikan isyarat siap berhadapan dengan Densus dan Brimob. Mereka membunuh banyak warga sipil dalam kerangka SARA. Mereka juga membunuh sekian banyak tentara dan juga polisi.
Nah, ini baru front yang pas untuk Densus –dan juga Brimob— yang semuanya bisa menembak jitu. Yang badannya tegap-tegap dan ototnya berisi.
Kalau Densus 88 dan Brimob yang diturunkan, pastilah gerombolan separatis-teroris Papua akan megap-megap. Sebentar saja lenyap itu.
Rakyat pasti bangga. Densus dan Brimob teruji. Sekaligus membantah komentar bahwa kedua satuan ini hanya mampu menghadapi orang cacat atau tangan kosong.*