Oleh: Natasya
Tempo hari, seorang gus yang akrab dipanggil Gus Iqdam mengemukakan suatu pernyataan yang mengundang kontroversi publik, yakni tentang keadaan yang ada di Palestina. Beliau menganggap bahwa kondisi keamanan di Palestina tidak seheboh atau sedarurat seperti yang ditunjukkan media-media selama ini. Beliau mengatakan bahwa keadaan di Palestina sendiri sebenarnya aman. Beliau bisa beribadah dengan baik di Masjidil Aqsha tanpa harus kehilangan suatu apa pun.
Seperti sebelum-sebelumnya, apa pun yang berkaitan dengan Palestina saat ini masih menjadi hal yang sensitif. Tak peduli siapa pun orangnya, jika ada yang salah pernyataan, maka akan dikritik atau bahkan boikot. Tentu saja, publik merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut. Mereka menganggap bahwa Gus Iqdam tidak benar-benar peduli dan empati terhadap isu Palestina-Israel sampai-sampai harus mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
Jika menelusuri peristiwa-peristiwa yang diberitakan oleh media berita selama ini, mulai dari yang media asing hingga ke media lokal, sejauh ini belum ada yang memberitakan bahwa keadaan di Palestina membaik. Bahkan ketika menyambut bulan Ramadhan kemarin, justru banyak sekali orang-orang Palestina yang masih kelaparan. Video mereka memakan segala sesuatu seperti rumput pun bertebaran, mengundang iba yang menonton.
Namun, dengan pernyataan Gus Iqdam tersebut, publik jadi bertanya-tanya. Jadi, apakah selama ini kita dibohongi oleh media, atau Gus Iqdam sendiri yang sedang membohongi kita? Karena jelas diberitakan di mana-mana, mengenai keadaan pengungsi Palestina yang ada di Rafah, yang juga dibohongi sekaligus dihabisi oleh Israel. Jika mempertimbangkan perkataan beliau, jadi apakah berita seserius itu juga merupakan rekayasa media?
Sebelum Gus Iqdam mengklarifikasi ketersinggungan ini, Gus Fahrur, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengatakan bahwa apa yang diucapkan oleh Gus Iqdam adalah benar sekaligus menghimbau para netizen agar tidak mudah termakan berita hoax. Beliau mengatakan bahwa jalan menuju kawasan Masjidil Aqsa sangat aman karena dijaga dan dikontrol penuh oleh tentara Israel. Lalu di susul dengan klarifikasi lanjutan oleh Gus Iqdam, bahwasannya beliau mengatakan hal tersebut hanya untuk mengingatkan para kaum muslim agar tidak takut untuk beribadah ke Masjidil Aqsha hanya karena ketakutan yang disuarakan oleh media.
Kedengarannya aneh sekaligus konyol mengingat tentara Israel adalah musuh yang nyata bagi kaum muslimin saat ini, namun bagi kedua gus tersebut, tentara Israel seakan-akan adalah pahlawan, dan wajar bagi mereka untuk menjaga dan mengontrol kawasan Masjidil Aqsha dengan alasan agar tidak dimasuki oleh orang non-muslim. Lantas apa kabar dengan berita-berita mengenai Israel yang seringkali menutup area Masjidil Aqsha, dan melarang orang-orang muslim masuk? Bahkan klarifikasi dari kedua gus tersebut sama sekali tidak dapat menjelaskan dengan jelas keberpihakan mereka, justru mempertanyakannya.
Seharusnya, jika benar ingin mengatakan bahwa kawasan Masjidil Aqsha itu aman, maka sebutkan secara spesifik, di bagian mana? Jangan menyebutkan Palestina, karena wajar jika hal tersebut menyinggung. Karena bagaimana pun, media-media berita hingga saat ini masih terus memberitakan keadaan di sana. Jangan membuat masyarakat jadi kehilangan kepercayaan terhadap media jurnalis. Pernyataan beliau seakan-akan mengatakan bahwa jurnalis-jurnalis yang mengorbankan nyawanya demi menyuarakan keadaan di Palestina itu hanya gimmick semata. Lagi pula, beliau sendiri juga tidak memiliki jaminan apa pun yang bisa membuktikan bahwa kalimat beliau lebih bisa dipercaya selain hanya karena beliau adalah seorang ‘gus’ yang memiliki jamaah yang memiliki kemungkinan untuk mempercayai apa saja yang beliau katakan.
Terlepas dari pertanyaan mengenai pada siapakah Gus Iqdam berpihak, himbauan pada warganet agar tidak mudah termakan hoaks memang benar. Maka dari itu ketersinggungan ini tercipta. Publik mempertanyakan kebenarannya, dan pihak yang terkait menjelaskan. Sudah bukan saatnya lagi masyarakat percaya pada seseorang hanya karena status, namun juga mencari tahu faktanya melalui sumber-sumber berdasarkan ahlinya dan terpercaya, dan menjadi masyarakat yang lebih cerdas dan hebat dalam menyaring dan mengolah suatu informasi. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google