Patani (Voa-Islam.com) - Terakhir kali orang tua Sulaiman Naesa menyaksikan anak mereka masih hidup adalah ketika para tentara Thailand membawanya pergi untuk diinterogasi karena dicurigai terlibat dalam para pejuangan Islam di Selatan.
"Setelah satu minggu di tahanan ia dikembalikan dalam keadaan meninggal," kata ibunya, Maetsoh Naesa.
Para perwira militer Thailand mengatakan kepada mereka bahwa pekerja konstruksi 25 tahun tersebut gantung diri di kamarnya pada 30 Mei di pangkalan militer di mana dia ditahan di Patani, salah satu dari beberapa provinsi bermasalah dekat perbatasan Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.
Namun keluarganya percaya bahwa dia disiksa, mungkin sampai mati.
Foto-foto yang dirilis oleh Asosiasi Pemuda Muslim Thailand berdasarkan yang nampak dari tubuh Sulaiman memperlihatkan tanda-tanda dari penganiayaan: luka punggung dan leher, darah menetes dari alat kelaminnya, dan tanda hitam di tubuhnya.
Ini adalah kematian pertama dalam tahanan di wilayah tersebut sejak tahun 2008, ketika seorang ulama Muslim, Imam Yapa Kaseng, meninggal setelah dipukuli oleh tentara selama interogasi di provinsi tetangga, Narathiwat.
Konflik yang kembali memanas sejak enam tahun lalu tersebut telah menewaskan lebih dari 4.100 orang tewas, termasuk banyak warga sipil.
Berjuang keras untuk memadamkan kerusuhan, pemerintah telah memberlakukan keadaan darurat di daerah itu selama hampir lima tahun, yang memungkinkan tentara untuk menahan tersangka untuk diinterogasi tanpa penuntutan.
..Ini adalah kematian pertama dalam tahanan di wilayah tersebut sejak tahun 2008, ketika seorang ulama Muslim, Imam Yapa Kaseng, meninggal setelah dipukuli oleh tentara selama interogasi..
Serangan-serangan pejuang Patani, dipimpin oleh kelompok bayangan campuran militan Islami dan separatis, telah menargetkan pihak keamanan Buddha dan Muslim dengan penembakan, pemboman dan pembunuhan mengerikan seperti pemenggalan dan penyaliban.
Militer mengatakan itu merupakan upaya untuk memenangkan hati dan pikiran di wilayah ini, namun tuduhan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan keamanan telah meninggalkan rasa ketidakpercayaan yang mendalam.
"Kami tidak berdaya untuk melawan pemerintah," kata ibu Sulaiman di rumahnya di pedesaan Kadunong di distrik Sai Buri Patani. "Ya, tentu saja kita perlu keadilan - anak kami meninggal karena disiksa tentara."
Sebelumnya tentara memberitahu orang tua Sulaiman bahwa dia terlibat dalam lebih dari selusin serangan bom atau pistol.
Tapi keduanya mengatakan sulit untuk percaya bahwa anak mereka adalah seorang pemberontak, dan menyebutnya sebagai "hanya pria normal" yang tidak sering meninggalkan rumah kecuali untuk bekerja, mengunjungi teman atau pergi memancing.
Setelah kematiannya pihak berwenang menawarkan mereka perjalanan haji ke Mekah Arab Saudi, pembayaran biaya pemakaman, beberapa karung beras dan keranjang makanan sebagai kompensasi atas kematian anak mereka.
Makananmakanan tersebut sama sekali tak tersentuh di rumah mereka dan mereka juga menolak tawaran untuk bergabung dengan para peziarah Muslim lain untuk melakukan ibadah haji.-
..Setelah kematiannya pihak berwenang menawarkan mereka perjalanan haji ke Mekah Arab Saudi, pembayaran biaya pemakaman, beberapa karung beras dan keranjang makanan sebagai kompensasi atas kematian anak mereka.
Pihak berwenang menyangkal bahwa penyiksaan sedang digunakan di pusat interogasi Ingkhayutborihan dimana Sulaiman meninggal setelah dibawa untuk diinterogasi tanpa penuntutan.
"Dia gantung diri dengan handuk di dalam kamarnya," kata Kolonel Banphot Poonpien, seorang jurubicara militer regional.
"Tidak ada tehnik atau peralatan penyiksaan yang digunakan selama interogasi."
Kelompok hak asasi manusia menyerukan penutupan pusat interogasi tersebut, dengan alasan bahwa tentara tidak memiliki pelatihan yang diperlukan dan pengalaman dalam penegakan hukum sipil.
Mereka mengatakan pelanggaran di kedua belah pihak dalam konflik itu telah membuat kekerasan yang terjadi bagai lingkaran setan, dengan banyak keluhan atas dugaan penyiksaan, termasuk pemukulan, sengatan listrik dan cekikan terhadap para tersangka pejuang Muslim dalam tahanan militer.
"Di Selatan ada siklus kekerasan dan kekebasan hukum yang berasal dari kedua belah pihak," kata Sunai Phasuk New York-based Human Rights Watch. "Kedua belah pihak, baik pejuang Islam dan pasukan keamanan masuk ke dalam siklus ini."
..Kami berharap ini akan menjadi kasus terakhir dan tidak akan terjadi pada orang lain yang ditangkap dan disiksa secara semena-mena oleh tentara di masa mendatan
Organisasi ini mengatakan tidak ada satupun anggota pasukan keamanan yang telah melakukan tindak kriminal dituntut atas pelanggaran-pelanggaran yang dituduhkan di wilayah itu, termasuk kasus pembantaian imam dan 80 demonstran Muslim di distrik Tak Bai pada tahun 2004, yang sebagian besar mati lemas setelah ditumpuk di atas satu sama lain dalam truk militer selama berjam-jam.
Wilayah selatan merupakan kesultanan otonom Malaysia hingga Thailand menganeksasinya seabad yang lalu, memicu ketegangan puluhan tahun yang berkobar ke dalam pemberontakan terbaru pada Januari 2004.
Ada banyak kehadiran militer dan pos-pos pemeriksaan di titik-titik jalan yang membelah wilayah perkebunan karet, hutan dan pedesaan yang ketenangannya diselingi oleh bom atau serangan senjata.
Kelompok hak asasi mengatakan pejuang Islam tampaknya telah meningkatkan serangan mereka sebagai balas dendam atas kematian Sulaiman. Pekan lalu sembilan orang, termasuk enam personil militer, tewas dalam dua hari serangan bom dan penembakan.
Orang tua Sulaiman mengatakan mereka tidak mencari balas dendam atas kematian anak mereka tetapi tidak ingin orang lain mengalami nasib yang sama.
"Kami berharap ini akan menjadi kasus terakhir dan tidak akan terjadi pada orang lain yang ditangkap dan disiksa secara semena-mena oleh tentara di masa mendatang," kata ayahnya, Cheakwae Naesa. (aa/bp)