Thailand selatan (Voa-islam.com) - Satu orang telah tewas dan 18 luka-luka dalam serangkaian serangan bom di tiga provinsi selatan yang bergolak Senin (25/10), bersamaan dengan ulang tahun keenam insiden Tak Bai.
Narathiwat adalah provinsi paling keras dihantam dengan serangan bom dan pembakaran yang pemerintah Thailand tuduh dilakukan oleh kelompok pejuang Islam. Setidaknya 12 lokasi di delapan kabupaten Narathiwat di hantam bom sejak pukul 03:30-10:00 pagi. Serangan itu terjadi di Rangae, Rueso, Yi-ngo, Sukhirin, Si Sakhon, Narathiwat Muang, Sungai Padi dan Cho Airong.
Kolonel Banpot Poolpian, juru bicara Komando Operasi Keamanan Internal Wilayah 4 mengatakan serangan terkoordinasi itu dimaksudkan sebagai pengingat dari insiden pembantaian Tak Bai, Narathiwat, pada 25 Oktober 2004, di mana 85 Muslim-Melayu meninggal (versi pemerintah-red), sebagian besar dari mereka gugur saat dalam tahanan tentara.
Sebagian besar serangan mematikan pada hari Senin (25/10) melibatkan penggunaan bom jebakan (booby trap) dan mengambil tempat di perkebunan karet yang dimiliki orang-orang Buddha Thailand.
Bom-bom gaya ranjau darat terkubur di bawah pohon karet dan menargetkan para penyadap karet yang mulai bekerja pada jam-jam sebelum fajar.
..serangan terkoordinasi itu dimaksudkan sebagai pengingat dari insiden pembantaian Tak Bai, Narathiwat, pada 25 Oktober 2004, di mana 85 Muslim-Melayu meninggal (versi pemerintah-red), sebagian besar dari mereka gugur saat dalam tahanan tentara..
Satu orang tewas di Narathiwat dan 15 lainnya luka-luka, tiga di antaranya petugas keamanan.
Kebanyakan dari mereka mengalami luka kaki serius, sementara beberapa kehilangan kaki mereka akibat dampak ledakan.
Pihak keamanan dan petugas medis yang pergi untuk membantu mereka yang terluka atau memeriksa berbagai lokasi bom berada dalam keadaan siaga tinggi mengantisipasi adanya penyergapan yang dilakukan oleh kelompok pejuang Islam setelah tiga petugas keamanan cedera oleh bom ketika memeriksa tempat ledakan di Rueso.
Yayasan Keadilan untuk Perdamaian kemarin merilis pernyataan untuk menandai ulang tahun keenam insiden Tak Bai. Dalam pernyataan tersebut, yayasan mengutuk sistem peradilan Thailand karena tidak tulus untuk mengakhiri konflik di wilayah Selatan.
Dikatakan masalah itu tidak bisa diselesaikan sampai otoritas menawarkan keadilan sejati kepada orang-orang Muslim di selatan, terutama para keluarga korban yang yang tewas dalam insiden Tak Bai.
Tidak seorangpun dari pejabat Thailand yang bertanggung jawab atas insiden tersebut dihukum, kata yayasan tersebut.
Pembantaian Tak Bai
Peristiwa Tak Bai adalah salah satu insiden pembantaian umat Muslim di wilayah selatan Thailand yang paling terkenal sejak perjuangan pemisahan diri dimulai lagi pada awal 2004.
Peristiwa ini bermula di desa kecil (Tak Bai) ketika 6 anggota Pertahanan Sipil diantaranya termasuk empat orang ustaz ditangkap dengan tuduhan menyerahkan senjata kepada kelompok pejuang Patani. Masyarakat yang tahu duduk perkaranya menuntut pembebasan keenam warga itu. Mereka mengatakan senjata anggota pertahanan sipil itu memang benar-benar hilang dicuri orang. Namun aparat keamanan membantah keterangan masyarakat tersebut.
Pada 25 Oktober 2004 bersamaan saat bulan puasa Romadhon, sekitar 2.000-3.000 Muslim di Tak Bai melakukan aksi demonstrasi di depan kantor polisi setempat menuntut pembebasan keenam orang yang ditangkap. Awalnya, petugas keamanan yang terdiri atas polisi dan tentara mencoba membubarkan para demonstran yang terus berteriak-teriak. Namun, bukannya membubarkan diri. Malah, jumlah para demonstran semakin bertambah banyak.
Para demonstran yang ditangkap dan di siksa oleh tentara dan polisi Thailand
Aparat keamanan yang hilang kesabaran mulai menembaki para demonstran dengan gas air mata, senjata api, dan senjata air. Militer Thailand juga menangkapi para demonstran dan memasukkannya ke dalam truk-truk yang sudah disiapkan untuk dibawa ke kamp militer Inkayuth Bariharn, Patani. Pihak militer dan polisi Thailand menghajar pengunjuk rasa dengan popor senjata, pukulan, dan tendangan. Para pengunjuk rasa dipaksa berkumpul dengan merangkak di jalan aspal tanpa baju dengan hanya bercelana dibawah kawalan ketat tentara. Darah yang mengucur di mana-mana tidak mengurangi kebengisan aparat keamanan. Mereka juga menganiaya ibu-ibu dan anak-anak yang ditangkap dan dikumpulkan di kantor polisi Tak Bai.
Para demonstran ditumpuk di dalam truk militer hingga 5 lapis, mengakibatkan ratusan tewas akibat mati lemas dan patah leher.
Sekitar 1.300 pengunjuk rasa diangkut dengan enam truk dengan tangan terikat ke belakang. Dalam kondisi terikat dan berpuasa, tubuh-tubuh mereka dilemparkan ke atas truk militer Thailand. Para tawanan itu bertumpukan hingga lima lapis. Tidak cukup hanya itu, truk militer tersebut juga ditutup lagi dengan terpal selama perjalanan 5,5 jam menuju Markas Komando Militer IV Wilayah Selatan.
Umat Islam menshalati jenazah para demonstran yang gugur dalam tragedi Tak Bai
Pada awalnya, jumlah korban dilaporkan hanya 6 orang, kemudian meningkat dengan mendadak menjadi 84 orang. Menurut penduduk setempat, jumlah korban sebenarnya melebihi daripada 100 orang. Statistik yang diberikan oleh seorang pengamat independen menjelaskan bahwa 6 orang mati serta merta terkena tembakan, 78 orang mati di rumah sakit, 35 mayat ditemui terapung di dalam sungai, kebanyakan para korban mati lemas dan beberapa di antaranya mengalami patah tulang leher dan 1298 orang mengalami luka-luka. (aa/BP,PFO)