BAWARE, SOMALIA (voa-islam.com) - Disaat ribuan penggemar sepak bola turun di Brasil untuk Piala Dunia dan jutaan orang di seluruh dunia mengarahkan pandangannya untuk pesta sepak bola musim panas tersebut, di salah satu wilayah Somalia yang dikuasai mujahidin Al-Shabaab, para pejuang Islam juga ikut memainkan olah raga paling pepuler di seluruh dunia itu namun dengan peraturan yang sedikit berbeda dan lebih Islami.
Seorang pemilik akun dengan nama @Hamza_Afrika, menceritakan pengalamannya menyaksikan permainan yang dilakukan oleh para pejuang Islam di wilayah kekuasaan mereka.
Berikut kisah Hamza sebagaimana dilansir laman Harar24
Saat ini jam menunjukkan persis 03:45 sore waktu setempat di kota pelabuhan indah Barawe yang merupakan markas kelompok Al-Shabaab yang terkait Al-Qaidah, dan puluhan pemuda bersiap-siap untuk bermain "sepak bola halal" - yaitu sepakbola yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan kelompok mujahidin Al-Shabaab untuk permainan indah tersebut.
Kami berada sekitar satu kilometer dari pusat kota di pantai berpasir putih, dekat dengan sebuah komplek yang dijaga ketat. Komplek itu pernah menjadi saksi bisu penyerbuan gagal pasukan khusus angkatan laut AS Navy SEAL untuk menangkap anggota tingkat atas Al-Shabaab yang diduga mendalangi pengepungan di Westgate Mall Nairobi yang menewaskan setidaknya 67 orang tewas tahun lalu.
Sekitar 40 orang pemuda telah meletakkan senjata-senjata berat mereka di samping dan merubah diri dari seragam kamuflase (perang-Red) dengan kaus sepak bola - Arsenal, Real Madrid, Manchester United dan Chelsea di antara mereka. Kaus klub sepak bola Arsenal adalah yang paling disukai di kalangan para pejuang Al-Shabaab.
Namun demikian, aturan permainan di sini berbeda dengan yang ditetapkan oleh badan sepak bola FIFA yang diikuti di seluruh dunia.
Tidak ada celana pendek yang diperbolehkan untuk digunakan. Para pemain memakai baju olahraga yang hampir mencapai lutut. Meskipun hangat, berkat matahari dan angin laut yang hangat, pemain tidak diizinkan untuk bermain tanpa pakaian atas atau memakai kaus kutang - disamping itu semua kaus harus mencapai siku.
Hamza melanjutkan bahwa permainan harus berhenti minimal 15 menit sebelum tiba waktu sholat tidak peduli berapa banyak menit pertandingan yang tersisa pada jam tersebut. Tim yang terlambat kembali selama pertandingan mendapatkan kerugian.
Wanita biasanya menjauhi lapangan, tulis Hamzah.
Permainan sepak bola umumnya juga dikenal dengan perayaan-perayaan gol yang menarik mata. Tapi di wilayah kekuasaan Al-Shabaab perayaan gol adalah saat untuk membuat pernyataan. Beberapa perayaan gol populer di seluruh dunia dilarang untuk dilakukan.
Meniupkan ciuman dan kehilangan lidah Anda
Gaya mempertunjukkan kehebatan ala pemain timnas Italia, Mario Balotelli, di mana seorang pemain berdiri tegap dan mencopot kausnya, akan menghasilkan larangan seumur hidup dari bermain sepak bola. Hal ini dipandang sebagai ketelanjangan dan pemain yang mencopot bajunya berharap pada belas kasihan para syaikh Al-Sabaab.
Gaya pesta pora Roger Milla dengan berjoget berputar-putar di depan bendera di sudut lapangan akan mendapatkan pemain dicambuk dan larangan seumur hidup.
Perayaan gol dengan meniupkan ciuman ke udara adalah sangat dilarang, kecuali jika Anda ingin lidah Anda dihilangkan.
Para wasit Al-Shabaab tidak hanya mengeluarkan kartu, mereka juga kadang-kadang memberikan hukuman fisik seperti cambuk, seorang komandan yang sedang menonton pertandingan dari pinggir lapangan, karena ia berusia lebih tua dari usia maksimal yang diizinkan yaitu 40 tahun, mengatakan.
"Tidak sedap dipandang melihat seorang pria tua mengejar-ngejar sebuah bola kecil," katanya memberikan penjelasan untuk peraturan umur tersebut.
Komandan senior juga tidak diperbolehkan untuk memainkan permainan tersebut karena itu mengantarkan kedudukan mereka menjadi tidak dihormati. Mereka hanya dapat menghibur diri dari pinggir lapangan. Saya menonton seorang komandan berpangkat tinggi berdiri di luar lapangan menendang dan menyundul ke udara kosong, berharap dia beberapa tahun lebih muda.
Anggota kelompok Al-Shabaab juga dikenal karena menutupi wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Tapi di pantai yang jauh dari kota dan keramaian ini, semua penutup wajah dilepas. Tapi ketika lawan adalah tim lokal dan para penonton berkerumun untuk menyaksikan pertandingan, para pejuang Al-Shabaab sering menjaga wajah mereka tetap tertutup. Wasit yang memimpin pertandingan tidak terpengaruh dengan keadaan di mana setengah wajah dari para pemain ditutupi meski ini merupakan tantangan bagi wasit, yang juga akan menutupi wajahnya untuk menyembunyikan identitas dirinya, saat memberikan kartu.
Saat permainan hari itu berlangsung, pencetak gol merayakannya dengan mengangkat jari telunjuk mereka di udara dan berteriak "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar). Pemain lain bergabung dalam perayaan gol tersebut juga dengan mengulangi kalimat, "Allahu Akbar".
Meneriakan nama Komandan tertinggi Al-Shabaab, Syaikh Abu Zubeyr, juga akan disukai oleh wasit, yang mengenakan celana panjang, kemeja dan topi Muslim Kufi putih. Wasit terkadang juga dapat terlihat mengenakan syal Muslim Imamah.
Satu hal yang tidak sukai wasit lebih dari pada melakukan tackling adalah para pemain melakukan sumpah-serapah. Jika pemain Al-Shabaab bersumpah-serapah ia dengan cepat dilarang dari olahraga tersebut dan dipindahkan dari tugas di garis depan. Jika dia berada dalam brigade pembom jibaku, namanya dihapus dari daftar dan ditempatkan pada daftar tunggu, sebuah hal yang merupakan paling memalukan yang dapat terjadi pada seorang pejuang dan dipandang sebagai penundaan untuk nya mendapatkan perjalanan ke surga.
Saat matahari terbenam dan sebelum muadzin mengumandangkan adzan sholat Maghrib, wasit meniup peluit dan kaus sepak bola dilepas dan diganti kembali dengan seragam kamuflase.
Wasit memberitahu saya tim Al-Shabaab sedang mempersiapkan untuk pertandingan, yang diantisipasi panas, dengan penduduk setempat di Barawe, dan anggota senior dari kelompok tersebut hadir untuk menyaksikan pertandingan. Penduduk setempat memenangkan pertemuan terakhir dan para pejuang hanya puas untuk tidak mengungkapkan skor dari pertandingan tersebut.
Usai sholat Maghrib, para pejuang Al-Shabaab mengambil senjata mereka dan kembali ke garis depan pertempuran yang nyata untuk melanjutkan 'perjalanan ke surga' mereka. (st/harar)