KABUL, AFGHANISTAN (voa-islam.com) - Pemimpin tertinggi kelompok pejuang Taliban telah bersumpah untuk terus memerangi pasukan asing pimpinan AS di negara itu sampai tujuannya tercapai, menekankan bahwa kelompok itu tidak berencana untuk duduk untuk melakukan pembicaraan dengan Kabul.
Mullah Haibatullah Akhundzada mengatakan dalam sebuah pesan pada hari Sabtu (1/6/2019) bahwa Taliban berusaha mengakhiri perang selama beberapa dekade dan pemerintah yang mewakili seluruh penduduk Afghanistan, tetapi tidak memberikan tanda-tanda menyetujui gencatan senjata atau bernegosiasi dengan pemerintah pusat.
"Tidak seorang pun dapat mengharapkan kita untuk menuangkan air dingin ke medan perang Jihad yang panas atau melupakan pengorbanan 40 tahun kita sebelum mencapai tujuan kita," katanya dalam pesan itu, menambahkan bahwa Taliban bertujuan untuk "mengakhiri pendudukan dan pendirian sistem Islam. "
Dia juga memberi sedikit tanda bahwa Taliban akan mengulangi gencatan senjata tahun lalu selama liburan Idul Fitri tiga hari, yang menyebabkan adegan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari anggota Taliban dan tentara pemerintah berbaur dan bahkan saling berangkulan di jalan-jalan Kabul.
Perkembangan itu terjadi ketika perwakilan kelompok jihadis itu telah bernegosiasi dengan diplomat Amerika selama berbulan-bulan tentang penarikan lebih dari 20.000 pasukan koalisi AS dan NATO dengan imbalan jaminan bahwa Afghanistan tidak akan digunakan sebagai pangkalan untuk serangan terhadap sasaran Barat di wilayah tersebut dan di tempat lain.
Perwakilan Taliban juga telah bertemu dengan politisi senior Afghanistan dan perwakilan masyarakat sipil, yang paling baru di ibukota Rusia Moskow pekan ini, sebagai bagian dari apa yang disebut dialog intra-Afghanistan untuk membahas masa depan negara itu.
Namun, Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda memberikan tuntutan untuk gencatan senjata dan pembicaraan resmi dengan pemerintah Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, yang dikatakan Mullah Haibatullah berusaha menyabot dialog antara apa yang ia sebut sebagai "Emirat Islam" dan tokoh-tokoh politik Afghanistan.
"Emirat Islam tidak akan memperhatikan upaya sia-sia dan penghalang diplomatik yang dibuat untuk dialog intra-Afghanistan," ia menggarisbawahi dalam pesannya.
"Imarah Islam mencari pembentukan pemerintahan yang berdaulat, Islami dan inklusif yang dapat diterima oleh semua warga Afghanistan di tanah air tercinta kami," pesan tersebut menyatakan lebih lanjut.
Pemimpin Taliban itu juga menawarkan jaminan bahwa Taliban tidak mencari monopoli atas kekuasaan dan akan menghormati hak-hak semua warga Afghanistan dan mengembangkan pendidikan, perdagangan, pekerjaan dan kesejahteraan.
Ini terjadi sementara para pejabat Afghanistan juga curiga terhadap perundingan AS dengan kelompok jihadis tersebut, yang mereka tuduh sebagai sarana untuk memperkuat Taliban dan para politisi daerah yang kuat sembari mengesampingkan pemerintah yang sah di Kabul. (st/ptv)