View Full Version
Rabu, 20 Jan 2010

Misi Jihad fi Sabilillah

Sesungguhnya Islam datang untuk memasukkan seluruh manusia ke dalam agama dan syariat Allah Ta'ala.

"Katakanlah: 'Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia." (QS. Al A'raf: 158)

Islam juga datang untuk menghapus segala bentuk kesyirikan di atas bumi, "sehingga Allah saja yang diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya," -al hadits-.

Untuk mewujudkan itu maka dakwah yang diemban Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di makkah adalah: "Ucapkan La Ilaha Illallah." (HR. Ahmad)

إِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

"Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (menghadapi) adzab yang keras."

Dalam rangka mewujudkan misi menghambakan seluruh manusia kepada Allah semata, pasukan kaum muslimin bertolak dari Madinah ke seluruh penjuru Arab kemudian ke negeri Persia dan Romawi. Ekspedisi pasukan itu dikirim dari ibukota kekhalifahan yang berpindah-pindah selama tiga belas abad dari Madinah ke Damsyiq, ke Baghdad, kemudian ke Kairo dan terakhir ke Konstantinopel dengan membawa bendera Islam ke seluruh penjuru bumi.

Sasaran kaum muslimin dalam pengembaraan jihad ini adalah satu yaitu agar manusia mentauhidkan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.

Sasaran kaum muslimin dalam pengembaraan jihad ini adalah satu yaitu agar manusia mentauhidkan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.

Dengan ungkapan lain yang disampaikan oleh Rub'i bin Amir, seorang prajurit kavaleri muslim, ketika ditanya oleh Rustum, panglima besar Persia, "apa yang mendorong kalian datang ke sini?"

Rub'i menjawab, "Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah.”

"Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, . . .

Rub'i bin 'Amir

Ini yang menjadi sasaran Rasulullah dan para sahabatnya, dan di antara yang telah mempelajarinya adalah Rub'i bin Amir. Sasaran itu tidak berubah sama sekali, yang berubah hanyalah jalan dan sarana untuk mewujudkannya sesuai dengan medan dakwah dengan perintah dari Allah. Semua perubahan itu berdasarkan wahyu, pengarahan yang jelas, dan perintah yang tegas dari Allah kepada Rasul-Nya. Maka beliau memulai perjuangannya dengan dakwah sirriyah (secara rahasi), beliau tidak berdakwah kecuali kepada siapa yang beliau pandang memiliki kecerdasan dan mempunyai hubungan kuat dengan beliau melalui kekerabatan atau perkenalan.

Tiga tahun kemudian beliau diperintah agar berdakwah dengan terang-terangan. Maka beliau pun berdakwah secara terbuka di Makkah dan di tempat lainnya.

Tahapan ini berlangsung selama sepuluh tahun. Selama itu, Rasul diperintah agar tabah menghadapi gangguan. Begitu pula para sahabat beliau, diperintah agar bersabar. Mereka belum diperintah berperang walau untuk melawan kekejaman yang ditimpakan kepada beliau atau para sahabatnya. Lebih dari itu, karena beliau belum diperintah untuk memulai perang kepada siapapun. Karena itu, beliau menolak merestui orang-orang yang berbai'at di Aqabah kedua ketika mereka meminta izin untuk memerangi kaum musyrikin di Mina. Beliau menjawab: "kita belum diperintahkan untuk itu."

Kemudian secara berturut-turut beliau diperintahkan agar hijrah ke Madinah. Lalu diizinkan memerangi siapa yang memerangi beliau dan menahan diri dari orang yang tidak memeranginya. Dalam tahap ini, terjadi perang Badar, uhud, Ahzab, dan diikuti dengan beberapa ekspedisi dan delegasi.

Dengan terusirnya tentara sekutu yang mengepung Madinah, tibalah tahap akhir dalam hukum-hukum jihad. Sewaktu kembali dari perang Ahzab beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersbada:

الْآنَ نَغْزُوهُمْ وَلَا يَغْزُونَنَا نَحْنُ نَسِيرُ إِلَيْهِمْ

"Sekarang kita yang memerangi mereka dan bukan mereka yang memerengi kita; kita yang akan menyerang mereka." (HR. al Bukhari)

Kemudian turun surat At Taubah menjelaskan hukum-hukum jihad yang baku, yang berlaku hingga hari kiamat, yaitu perintah untuk memerangi kaum musyrikin. Jihad dilaksanakan untuk menyebarkan agama Allah serta untuk meninggikan kalimat dan syariat-Nya.

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي

"Sesungguhnya aku diutus menjelang kedatangan kiamat dengan pedang sehingga Allah saja yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Rizkiku dijadikan di bawah kilatan tombak dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang menyelisihi urusanku." (HR. Ahmad)

Berangkatlah tentara Islam dengan membawa mushaf dan pedang, menyeru segenap bangsa, kerajaan, kekaisaran, dan kabilah-kabilah kepada Allah semata. Barangsiapa beriman, dibebaskan dan hidup nyaman. Barangsiapa yang enggan beriman, harus membayar jizyah dan hidup hina dina. Namun siapa yang menolak dan menyombongkan diri, maka pedanglah yang berbicara.

Sasaran itu tidak berubah sama sekalimaka, dakwah, gerakan dan jihad yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para pengikut beliau tetap berkisar pada satu poros yang diungkapkan oleh Rub'i bin Amir dengan ucapannya, "untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah."
Sebelumnya Nabi kita telah menyebutkan dalam sabda beliau, "sehingga Allah sendiri yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya." (HR. Ahmad)

Al Qur'an juga mengemukakan dengan ungkapan yang lebih agung, lebih sempurna dan lebih indah: "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (QS. Al Anfal: 39)

Tabligh dan penjelasan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah dakwah dan ajakan agar melepaskan selendang kemusyrikan dan membebaskan diri dari setiap tuhan yang disembah selain Allah.

Penghancuran patung-patung pada waktu penaklukan Makkah adalah penghapusan tuhan-tuhan yang disembah selain Allah.

Pengiriman tentara untuk berperang adalah dakwah kepada tauhid dan penghancuran kemusyrikan.

Pengiriman tentara untuk berperang adalah dakwah kepada tauhid dan penghancuran kemusyrikan.

Memang perang adalah dakwah kepada tauhid berdasarkan nash-nash hadits Rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ

"Aku diperintakan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tiada ilah yang berhaq disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusanNya, menegakkan sholat dan menunaikan zakat." (HR. Bukhari dan Muslim dari jalan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma)

Pengiriman pasukan perang adalah dakwah kepada tauhid karena kekaisaran dan kerajaan yang memiliki kekuatan dan kekuasaan enggan mengizinkan dakwah tauhid dan para juru dakwahnya untuk menembus seluruh permukaan bumi Allah, dengan alasan ini adalah tanah kekuasaan dan rakyat mereka. Padahal langit dan bumi serta apa saja yang ada di dalamnya adalah kepunyaan Allah semata. Ketika kondisi seperti ini maka harus ada pedang untuk menjawabnya.

Perang adalah untuk menghapus kemusyrikan dengan menghapus taghut-taghut yang berkuasa atas masyarakat. Mereka berperan sebagai pemerintah yang memerintah dan melarang serta menetapkan undang-undang yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah lalu menyuruh masyarakat untuk mentaatinya, suka ataupun tidak.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan kekuasaan yang ditaati selain Allah. Perang juga dilaksanakan untuk menghadapi penguasa yang menghalangi dakwah Islam dan melarang diterapkannya syariat Islam.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan fitnah, melenyapkan kemusyrikan, dan meninggikan syariat Allah.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan fitnah, melenyapkan kemusyrikan, dan meninggikan syariat Allah. "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (QS. Al Anfal: 39)

Sesungguhnya tidak ada selain Allah yang menciptakan dan tak seorang pun yang mencipta bersama Allah. Karena itu tidak seorangpun yang berhak membuat undang-undang selain dengan hukum-hukum Allah.

Ibnu Taimiyyah berkata:

لَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَحْكُمَ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ خَلْقِ اللهِ، لاَ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ الْكُفَّارِ إِلاَّ بِحُكْمِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ

"Tidak ada hak bagi seseorang untuk menetapkan hukum bagi orang lain, baik antara kaum muslimin dan kafir, kecuali dengan hukum Allah."

Sesungguhnya manusia tidak menciptakan diri mereka sendiri serta tidak menciptakan bumi tempat mereka hidup dan tempat masyarakat berada. Karena itu bukan hak mereka mengatur dan bukan hak sebagian mereka untuk mengatur, membuat syariat, membuat hukum, memerintah dan melarang, dengan selain syariat Allah.

Kaum muslimin diperintahkan agar menegakkan kedaulatan syariat Allah di muka bumi Allah dan atas makhluk-Nya.

Kaum muslimin diperintahkan agar menegakkan kedaulatan syariat Allah di muka bumi Allah dan atas makhluk-Nya.

Kaum muslimin diperintahkan agar tidak membiarkan ada satu kelompok manusia di muka bumi ini yang memerintah manusia dengan selain syariat Allah. Barangsiapa yang enggan menggunakan hukum Allah dan menolak untuk patuh, maka akan diperangi.

(PurWD/voa-islam.com)

* Sumber: Mitsaqul Amal Islami, karya DR. Najih Ibrahim, 'Ashim Abdul Majid, dan 'Ishamuddin Darbalah.


latestnews

View Full Version