View Full Version
Jum'at, 24 May 2013

Menanggapi Ustadz Aman Abdurrahman Soal Aksi Mengambil Harta Orang Kafir

By: Abu Ja’far Abdullah

Segala puji bagi Allah Robb semesta alam, dan shalawat atas nabi besar Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga hari akhir.

Ini adalah risalah yang sengaja ana buat dalam rangka menanggapi risalah yang belum lama ini di sampaikan oleh guru kami yang kami cintai karena Allah Al-Ustadz Abu Sulaiman –semoga Allah membebaskan beliau dari tawanan thaghut– tentang aksi mengambil harta orang kafir, korelasinya dengan realitas dakwah dan konsekuensi yang menimpa umat, mujahid, dan du’at.

(Sebaiknya baca dahulu secara saksama tulisan beliau di: http://m.voa-islam.com//news/indonesiana/2013/05/21/24708/nasehat-terbaru-ustadz-aman-tentang-aksi-mengambil-harta-orang-kafir/)

Dan risalah ini ana susun bukan dalam rangka mengkritisi tulisan beliau karena memang jika dibaca dengan teliti secara keseluruhan isinya mengandung nasihat yang amat baik, bukan pula untuk membela-bela ikhwah mujahid tanpa dalil, dan juga bukan untuk beradu argumentasi, namun ini semua kami buat dalam rangka menjelaskan kepada ikhwah muwwahid berkenaan dengan disebarkannya risalah beliau pada saat maraknya penangkapan dan pembunuhan oleh aparat thaghut terhadap ikhwah mujahid belakangan ini (yang beredar kabar bahwa amaliat yang dilancarkan para ikhwah ini dalam rangka membiayai aksi jihad di Poso).

Penjelasan yang ana maksudkan adalah agar ikhwah sekalian dapat lebih objektif dan teliti ketika ada nasihat dari ulama yang kita muliakan karena keilmuannya, dan dedikasinya terhadap dakwah tauhid, yakni Ustadz Abu Sulaiman, berkaitan dengan risalah beliau yang berisi keilmuan secara global dan teori-teori prioritas, ikhwah sekalian dapat terhindar dari sikap tidak adil dengan memvonis setiap amaliat ikhwan yang serupa dengan apa yang disebutkan dengan apa yang disifati dalam risalah tersebut dengan keburukan seperti ‘mencoreng dakwah tauhid’, ‘mereka yang kurang wawasan’, dan sebagainya, TANPA MENELITI TUJUAN terlebih dahulu kepada ikhwan yang beramaliat dalam rangka apa (sebagaimana juga yang dipesankan dalam risalah tersebut menjelang alinea akhir), karena apa yang disifati buruk seperti tersebut di atas adalah orang yang melakukan aksi tersebut dengan alasan yang mubah pada realitas dakwah dan jihad di Indonesia, adapun sebagaimana kita ketahui bersama dalam pemberitaan yang berkembang bahwa para ikhwah mujahid yang beroperasi akhir-akhir ini di beberapa daerah di Indonesia ini adalah dalam rangka mem-backup dana untuk perjuangan jihad mempertahankan qoidah aminah yang terus diperjuangkan bersama di tanah Poso.

Jika berita ini benar, berkaitan dengan operasi jihad ikhwah mujahid dan tujuannya sebagaimana yang berkembang, maka ini berarti tujuan mereka bukanlah tujuan yang mubah saja, akan tetapi justru ini adalah tujuan yang mulia bahkan patut didukung yakni dalam rangka mengupayakan dana untuk mempertahankan wilayah yang mujahidin bertahan di dalamnya, di Pegunungan Poso, demi merintis berdirinya Darul Islam dan mahjar (bumi hijrah) sebagai bagian dari perealisasian tauhid itu sendiri, yakni berlepas diri dari orang kafir, negeri kafir kepada Darul Islam.

Sebagaimana yang telah masyhur dalam sirah nabawiyah pada bab Perang Badar Kubro, yaitu sekitar tahun ke-2 hijriyah, yakni tujuan awal pasukan kaum muslimin yang dikomandoi langsung oleh Rasulullah SAW ini adalah dalam rangka mencegat kafilah perdagangan Qurisy dari Syam yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb serta merampas kafilah tersebut, dengan alasan sebagai ganti atas kekayaan kaum muslimin yang dirampas oleh sebagian kaum musyrikin di Makkah.

Maka atas dasar paparan di atas ini, dapat diambil ibrah bahwasanya perjuangan mempertahankan qoidah aminah di dalamnya ada berbagai cara yang disyariatkan, yang menjadi hak amir dibantu majelis syuro di sana (Poso) untuk mempertimbangkan dan menentukan langkah-langkah apa yang akan dilaksanakan oleh mujahidin di sana dalam rangka memperjuangkan berkibarnya panji La ilaha illallah dalam hal ini di tanah Poso, yang menjadi kewajiban bagi para mujahid yang dipimpinnya untuk sam’u wa tho’ah kepada perintah amir, dan operasi-operasi ijtihady yang mubah yang diperintahkan amir berubah menjadi wajib hukumnya untuk dilaksanakan sebaik-baiknya oleh tiap regu mujahidin dan haram bermaksiat terhadap perintah amir, dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang mentaatiku maka ia telah mentaati Allah, barangsiapa yang memaksiatiku maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mentaati Amir (pemimpin) maka ia telah mentaatiku, barangsiapa yang memaksiati Amir maka ia telah memaksiatiku” (Muttafaqun ‘alaih).

Semoga pesan yang terkandung dalam nasihat Ustadz Abu Sulaiman ini dapat menjadi nasihat yang membangun di tengah dakwah dan jihad yang sedang berlangsung di negeri ini, bukan menjadi bahan untuk saling mencela dan menjelek-jelekkan sesama kaum muslimin (sebagaimana juga yang ditekankan beliau dalam risalah nasihatnya pada bagian akhir alinea), sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainnya: “Kalau kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu”, terlebih lagi kita yang tidak terlibat dalam aktivitas jihad tersebut sehingga sama sekali tidak mengetahui tujuan dibalik sebuah amaliat sirriyah yang terbongkar oleh musuh, tidak selayaknya kita memvonis terhadap ikhwah mujahid yang telah mengorbankan jiwa dan raganya dalam menegakkan dinullah dengan label-label yang dapat merusak kehormatannya dan mengedepankan husnuzhon terhadap amaliat-amaliat ikhwan yang tidak diketahui tujuannya, dan sangat baik bagi kita untuk lebih banyak muhasabah atas kekurangan-kekurangan kita dalam memberikan kontribusi yang maksimal dalam dakwah dan jihad.

Di akhir risalah ini ana mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada pihak yang merasa tidak terima dengan tinjauan ana dalam risalah ini, namun risalah ini ana anggap penting untuk dibuat, karena realitas yang ana hadapi sendiri bagaimana ada ikhwah yang mencela amaliyat ikhwah yang dikenal ikhlas berjuang sampai mati syahid –insya Allah–, dengan statement yang salah penempatan dan mencari-cari pembenaran dengan perkataan ini juga yang dikatakan ustadz fulan, syaikh fulan.. Padahal dia memaknai perkataan ulama secara serampangan, tanpa meneliti illat (alasan) dari perkataan ulama tadi, yang perbuatan ikhwan ini dapat menimbulkan kebencian dan perpecahan.

Kemudian kepada ikhwah fillah yang masih terus berjuang fisabilillah, jagalah ketaatan kalian kepada Allah, semoga Allah teguhkan hati dan kaki-kaki kalian, dan ingatlah firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui” (Qs. Al-Ma’idah 54).

Dan kepada Al-Ustadz Abu Sulaiman yang ana hormati, ana ucapkan jazakallahu khairan atas perhatian dan nasihat-nasihat antum yang selalu concern terhadap permasalahan kaum muslimin khususnya para aktivis dakwah dan jihad, dalam rangka mendewasakan dan mengawal proses penegakan dien ini agar tetap di atas petunjuk Al-Quran dan Sunnah. Semoga Allah senantiasa menjaga antum di atas keistiqamahan.

Semoga juga selalu diberikan keistiqamahan di atas tauhid, bagi kita semua yang banyak menimba ilmu dari beliau.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi ana pribadi, dan kita semua.

Wabillahit taufiq wal hidayah. Walhamdulillaahirrobbil’aalamin.


latestnews

View Full Version