Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Kezaliman kafir Yahudi Israel atas negeri Palestina semakin menjadi-jadi. Tempat suci kaum muslimin Baitul Maqdis yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha secara sepihak diakui sebagai bagian dari Israel dan akan dijadikan sebagai Ibu Kota negara ‘penjajah’ Israel.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Desember 2017 telah menyatakan bahwa Yerusalem (nama lain dari Baitul Maqdis) sebagai ibu kota Israel. Pernyataan sepihak sontak membuat marah umat Islam seluruh dunia sehingga terjadi protes besar-besaran. Tak terkecuali di Indonesia pada 17 Desember lalu.
Seolah tak acuh dengan protes dunia Islam, rencananya pada 14 Mei 2018 nanti, AS akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Ini sebagai konsekuensi pengakuan sepihaknya atas Baitul Maqdis bagi Israel. Dipilihnya tanggal 14 Mei karena bertepatan dengan deklarasi pembentukan Negara Israel, 14 Mei 1948.
[Baca: Kenapa Umat Islam Harus Membenci Yahudi?]
Baitul Maqdis Tempat Suci Umat Islam
Baitul Maqdis disebutkan langsung dalam Al-Qur'an dengan Al-Ard al-Muqaddsah (tanah yang disucikan), seperti firman Allah Subahanahu wa Ta'ala,
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“(Musa berkata) Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 21)
Sebagian mufassirin menyebutkan bahwa maksud tanah suci tersebut adalah Baitul Maqdis, seperti yang disampaikan Imam al-Sudi yang dinukil Ibnu Jarir dan disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir. Yaitu negeri yang dijanjikan oleh Allah melalui lisan Nabi Ya’kub kepada Bani Israil untuk diwaris oleh orang beriman dari kalangan mereka.
Nabi Musa mengajak Bani Israil untuk memperjuangkan negeri tersebut dengan berjihad dan merebutnya dari para penjahat. Kemudian mereka enggan menyambut seruan Kalimullah dengan beralasan bahwa Baitul Maqdis dikuasai sekelompok jahat yang kuat; dan mereka merasa tidak mampu melawan mereka.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman tentangnya,
قَالُوا يَامُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
“Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya".” (QS. Al-Maidah: 22)
Syaikh al-Sa’di menyebutkan bahwa penolakan itu bentuk mental pengecut dan sedikitnya keyakinan kepada Allah. Jika mereka yakin, pasti mereka tahu musuh-musuh mereka juga manusia keturunan Adam. Sedangkan orang yang kuat adalah yang Allah tolong dengan kekuatan dari sisi-Nya. Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Mereka pun tahu bahwa mereka akan menang menghadapi musuh-musuh jahat tersebut karena Allah telah menjanjika tempat itu untuk mereka dengan janji yang khusus.
Tidak hanya Nabi Musa yang menyeru, ada 2 orang yang shalih membangkitkan semangat dan keberanian mereka untuk memerang musuh yang telah merampas tempat tinggal mereka,
ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَوَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنْتُم مُّؤْمِنِينَ
“Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Namun lagi-lagi jawaban mereka menunjukan keengganan dan ketidakpatuhan mereka kepada perintah Allah dan rasul-Nya. Mereka tetap ngeyel dengan mempertahankan sifat penyecut dan ketidakyakinan akan pertolongan Allah.
قَالُوا يَامُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
“Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. Al-Maidah: 24)
Sebab Kemenangan
Paling menarik dari dialog di atas adalah saran dan nasihat yang disampaikan 2 orang shalih dari Bani Israil. Yaitu agar mereka sungguh-sungguh berjuang dengan memasuki Baitul Maqdis dan tawakkal kepada Allah. Dengan ini, pasti kemenangan mereka raih, tak peduli seberapa kuat musuh dan seberapa hebat persenjataan mereka.
Perjuangan pembebasan Baitul Maqdis dari tangan-tangan jahat Zionis Israel juga sama. Jika kaum muslimin mau berjuang, sungguh-sungguh menyiapkan berbagai persiapan jihad semampu mereka, lalu tawakkal; maka kemenangan pasti didapatkan. Yakinnya kemenangan ini sebagaimana yakinnya kita akan terbit matahari esok pagi. Syaratnya, umat Islam mau berjuang membebaskan tempat suci yang di sana dikuburkan sejumlah jasad suci para Nabi dan rasul Allah.
Perjuangan pembebasan Baitul Maqdis pasti ditolong Allah. Kewajiban umat Islam hanya berjuang dan masuk ke Baitul Maqdis untuk mengusir penjajahnya. Jika kaum muslimin memasukinya pasti Yahudi terlaknat tunggang langgang.
[Baca: Kehancuran Israel Menurut Al-Qur'an dan Hadits]
Lebih-lebih Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan bahwa tidak akan terjadi kiamat sehingga umat Islam mengalahkan Yahudi.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin memerangi bangsa Yahudi, hingga kaum muslimin membunuhi Yahudi. Sampai-sampai orang Yahudi berlindung di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon tadi akan berbicara; 'Wahai orang Islam, hai hamba Allah! di belakangku ada orang-orang Yahudi, kemarilah, bunuhlah dia,' kecuali pohon Gharqad, sebab ia itu sungguh pohonnya Yahudi.” (HR. Ahmad)
Tentu bukan masuk ke Baitu Maqdis dengan tangan kosong dan pasrah bongkokan. Tapi mengusahakan berbagai bentuk kekuatan jihad yang dimampu, berdoa, dan menyerahkan urusan kepada Allah (tawakkal).
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنْتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Kata Syaikh al-Sa’di, dalam tawakkal kepada Allah –khususnya dalam kondisi seperti ini- memudahkan urusan dan mendatangkan kemenangan atas musuh. Dan sesungguuhnya tawakkal hamba sebanding dengan imannya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]