View Full Version
Selasa, 11 Aug 2009

Hukum binatang yang hidup di dua alam

Pertanyaan :
Assalamu’alaikum warohmatullah wabarakaatuhu.
Ustadz, apa hukumnya mengkonsumsi daging hewan yang hidup di dua alam ?

Jawaban :

Wa’alaikum warahmatullahi wabarakaatuhu.
Alhamdulillah washalaatu wassalaamu ‘alaa Rasulillah wa ‘alaa aalihi washohbihi wa ba’du :

Akhi fillah, satu kaidah fiqh mengatakan : “ segala sesuatu pada asalnya boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya “ kaidah ini berlaku untuk perkara yang bukan merupakan ibadah, misalnya makanan atau minuman hokum asalnya adalah halal kecuali ada dalil dari Al-Quran maupun Hadits, atau yang lainnya yang muktamad yang menunjukkan keharamannya.

Adapun yang berkaitan dengan hewan laut maka Alah Ta’alaa telah berfirman :

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (96)

Artinya : 96. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.[ Al-Maidah: 96].

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwa buruan laut adalah yang diambil darinya dalam keadaan hidup dan makanan dari laut adalah yang didapat dalam keadaan mati.. tafsir Ibnu Katsir.

Begitu juga Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita bahwa segala hewan yang hidup di laut halal untuk dikonsumsi, bahkan tidak perlu menyembelihnya dengan syarie, sebagaimana sabdanya :


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : { قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فِي الْبَحْرِ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ } أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ ، وَابْنُ

أَبِي شَيْبَةَ ، وَاللَّفْظُ لَهُ ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ ، [ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ ] .

Artinya : dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata : telah bersabda Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam mengenai laut : “ dia suci airnya halal bangkainya “ .
Hadits dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi.

Ayat dan hadits diatas menunjukkan bahwa semua hewan laut halal, termasuk yang tidak bisa hidup kecuali dilaut ataupun yang hidup di laut dan darat kecuali ada dalil khusus yang mengharamkannya.

Adapun hewan yang dapat hidup di laut dan di darat maka dalam madzhab Syafi’iyyah diharamkan seperti katak, kepiting, ular, buaya, dan penyu.
Pengharaman hewan-hewan ini seperti yang sebutkan oleh Imam Rafi’ie dan Nawawi dalam kitab Raudhatul Tholibin dan dikuatkan oleh Imam Ramli.

Akan tetapi Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab menshahihkan bahwa semua yang hidup di laut halal bangkainya, walaupun termasuk yang mungkin hidup di darat, kecuali katak, dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Al-Khatib Baghdadi dan Ibnu Hajar Al-Haitsami, selain katak dan hewan yang beracun.

Ini karena kaidah haramnya hewan hidup di dua alam hanya dipegang oleh ulama dalam madzhab Imam Syafi’ie, sedangkan ulama yang lain tidak mengakuinya, mungkin karena kaidah ini tidak kuat dasarnya.
 
Jadi pendapat yang kuat adalah bahwa semua hewan yang hidup dilaut atau yang hidup dilaut dan darat hukumnya halal kecuali :

1- katak dengan segala jenisnya karena termasuk hewan yang dilarang untuk dibunuh berdasarkan beberapa hadits :



وَعَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ الْقُرَشِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، { أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الضِّفْدَعِ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ ، فَنَهَى عَنْ قَتْلِهَا } .أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .وَأَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ .

 

Artinya : dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyie radhiallahu ‘anhu :” bahwa seorang tabib bertanya kepada Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam tentang katak yang dijadikan obat, lalu Beliau melarang untuk membunuhnya “
Hadits dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Hakim. Dan dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’ie.

Begitu pula diriwayatkan dalam atsar beberapa sahabat :

 

وَأَخْرَجَ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ : { لَا تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ فَإِنَّ نَقِيقَهَا تَسْبِيحٌ { قَالَ الْبَيْهَقِيُّ : إسْنَادُهُ صَحِيحٌ.

Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata : “jangan kalian membunuh katak karena suaranya adalah tasbih “ dikeluarkan oleh Imam Baihaqie dan beliau berkata : sanadnya shahih.



وَعَنْ أَنَسٍ { لَا تَقْتُلُوا الضَّفَادِعَ فَإِنَّهَا مَرَّتْ عَلَى نَارِ إبْرَاهِيمَ فَجَعَلَتْ فِي أَفْوَاهِهَا الْمَاءَ وَكَانَتْ تَرُشُّهُ عَلَى النَّارِ }


Dari Anas radhiallahu anhu berkata : “ jangan kalian membunuh katak karena ketika mereka melewati api yang membakar Nabi Ibrahim, mereka mengambil air dengan mulutnya dan menyiramkannya keapi “.

Riwayat diatas merupakan dalil atas larangan membunuh katak, yang bermakna haram dikonsumsi, karena kalau halal tentu tidak dilarang membunuhnya.

2- buaya diharamkan karena termasuk binatang buas yang bertaring yang diharamkan berdasarkan sabda Rsulullah shallawahu ‘alaihi wasallam :



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ } رَوَاهُ مُسْلِم

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ setiap yang bertaring dari binatang buas haram dimakan “ HR Muslim.

Hadits ini mengkhususkan umumnya hadits yang menunjukkan halalnya semua binatang laut, itu dikarenakan buaya dapat hidup didarat, maka berlaku juga hukum binatang darat.

Kecuali ikan hiu, meskipun punya taring dan termasuk binatang buas, namun ulama menghalalkannya karena termasuk jenis ikan yang hanya hidup di air saja.

3- ular diharamkan karena termasuk binatang yang menjijikkan dan sebagiannya beracun, kecuali kalau hanya bisa hidup di air maka halal hukumnya berdasarkan keumuman dalil halalnya binatang laut.

Jadi selain yang disebutkan diatas, binatang yang hidup dua alam halal hukumnya termasuk anjing laut, penyu, labi-labi, namun harus disembelih karena lebih dominan sebagai binatang darat maka diterapkan atasnya hukum binatang darat, kecuali kepiting tidak perlu disembelih karena termasuk yang tidak ada darahnya.

Pendapat ini juga diperkuat oleh fatwa dari Lajnah Daimah dan Syeikh Shalih Fauzan.

Wallahu a’lam bishowab.




latestnews

View Full Version