Ada yang aneh dari aksi damai memperingati hari Antikorupsi se-dunia, Rabu (9/12) kemarin. Konon ada seribu Jin yang dikerahkan ke Jakarta untuk membantu mengamankan aksi tersebut.
Jin-jin tersebut diberangkatkan dari Ponpes Dzikrus Syifa Brojomusti, Lamongan, dengan tugas untuk mengamankan para pendemo agar tidak diganggu oleh pihak lain yang ingin memperkeruh suasana aksi, seperti santet dan semacamnya.
Menurut pengasuh Ponpes Dzikrus Syifa Brojomusti, K Muhammad Muzzakin, dilansir detiksurabaya.com, Rabu (9/12/2009), Pengerahan jin-jin ini sebagai bentuk dukungannya terhadap gerakan anti korupsi yang saat ini sedang berlangsung di seluruh kota di Indonesia.
Pengerahan jin-jin ini sebagai bentuk dukungannya terhadap gerakan anti korupsi yang saat ini sedang berlangsung di seluruh kota di Indonesia.
Penuturannya, jin-jin diberangkatkan ke Jakarta sejak pukul 06.00 WIB Rabu pagi, dipimpin oleh Ghulam Akhmad, jin dari Mesir yang pernah merasuki salah seorang santrinya yang sakit jiwa.
Bahkan, dituturkannya lagi, dalam melaksanakan tugas jin-jin tersebut dikendalikannya dari lamongan, -kaya' robot aja- "mereka saya remote dari sini." Jika nantinya ada yang mau memperkeruh suasana demo, mereka akan berhadapan dengan jin-jin Ponpes Dzikrus Syifa.
KM Muzakkin menambahkan, jin-jin ini kembali akan ditarik ke Lamongan sekitar pukul 14.00 WIB apabila kondisi di Jakarta sudah kembali normal. "Mereka akan tiba kembali ke pondok pada pukul 2 siang ketika tidak ada apa-apa," pungkasnya.
Terlepas benar tidaknya pengakuan itu, karena memang tidak bisa dibuktikan secara empirik dan juga tak terekam di antara kerumunan masa kemarin, muamalah dan tolong menolong dengan makhluk halus sudah bersinggungan dengan masalah akidah. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah bagaimana hukum meminta tolong kepada jin? Apakah dalam pandangan akidah Islam diperbolehkan atau diharamkan? Jika hal itu diperbolehkan, apakah kita bisa meminta tolong dalam semua urusan atau dalam urusan tertentu saja?
Terlepas benar tidaknya pengakuan itu, karena memang tidak bisa dibuktikan secara empirik dan juga tak terekam di antara kerumunan masa kemarin, muamalah dan tolong menolong dengan makhluk halus sudah bersinggungan dengan masalah akidah.
Kita mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diutus kepada jin dan manusia untuk menyeru mereka kepada jalan Allah Ta'ala dan beribadah hanya kepada-Nya semata. Sehingga bila bangsa jin itu ingkar dan kafir kepada Allah, menurut nash dan ijma’, mereka akan masuk ke dalam neraka. Dan bila mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam, menurut jumhur ulama, mereka akan masuk ke dalam surga. Dan jumhur menegaskan pula bahwa tidak ada seorang rasul dari kalangan jin, yang ada adalah pemberi peringatan dari kalangan mereka. (Majmu’ Fatawa, 11/169, Tuhfatul Mujib, hal. 364).
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa meminta bantuan kepada jin ada tiga bentuk:
Pertama: Meminta bantuan dalam perkara ketaatan kepada Allah Ta’ala, seperti menjadi pengganti dalam menyampaikan ajaran agama. Contohnya, apabila seseorang memiliki teman jin yang beriman dan jin tersebut menimba ilmu darinya. kemudian menjadikan jin tersebut sebagai da’i untuk menyampaikan syariat kepada kaumnya atau menjadikan dia pembantu di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka hal ini tidak mengapa.
Bahkan terkadang menjadi sesuatu yang terpuji dan termasuk dakwah kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana telah terjadi bahwa sekumpulan jin menghadiri majelis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan dibacakan kepada mereka Al-Qur`an. Selanjutnya, mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Di kalangan jin sendiri terdapat orang-orang yang shalih, ahli ibadah, zuhud dan ada pula ulama, karena orang yang akan memberikan peringatan semestinya mengetahui tentang apa yang dibawanya, dan dia adalah seseorang yang taat kepada Allah Ta’ala dalam memberikan peringatan tersebut.
Kedua: Meminta bantuan kepada jin dalam perkara yang mubah. Diperbolehkan, dengan syarat wasilah (perantara) untuk mendapatkan bantuan jin tersebut adalah sesuatu yang mubah dan bukan perkara yang haram. Perantara yang tidak diperbolehkan seperti bila jin itu tidak mau memberikan bantuan melainkan dengan mendekatkan diri kepadanya dengan menyembelih, sujud, atau selainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan sebuah riwayat bahwa ‘Umar radhiallahu ‘anhu terlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga mengganggu pikiran Abu Musa radhiallahu ‘anhu. Kemudian mereka berkata kepada Abu Musa radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya di antara penduduk negeri itu ada seorang wanita yang memiliki teman dari kalangan jin. Bagaimana jika wanita itu diperintahkan agar mengutus temannya untuk mencari kabar di mana posisi ‘Umar?” Lalu dia melakukannya, kemudian jin itu kembali dan mengatakan: “Amirul Mukminin tidak apa-apa dan dia sedang memberikan tanda bagi unta shadaqah di tempat orang itu.” Inilah bentuk meminta pertolongan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.
Ketiga: Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara yang diharamkan seperti mengambil harta orang lain, menakut-nakuti mereka atau semisalnya. Maka hal ini sangat diharamkan dalam agama. Kemudian bila caranya itu adalah syirik maka meminta tolong kepada mereka adalah syirik dan bila wasilah itu tidak syirik, maka akan menjadi sesuatu yang bermaksiat.
Seperti bila ada jin yang fasik berteman dengan manusia yang fasik, lalu manusia yang fasik itu meminta bantuan kepada jin tersebut dalam perkara dosa dan maksiat. Maka meminta bantuan yang seperti ini hukumnya maksiat dan tidak sampai ke batas syirik. (Al-Qaulul Mufid hal. 276-277, Fatawa ‘Aqidah Wa Arkanul Islam hal. 212, dan Majmu’ Fatawa 11/169).
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan: “Adapun masalah tolong menolong dengan jin, Allah Ta’ala telah menjelaskan di dalam firman-Nya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan kalian saling tolong menolong di dalam perbuatan dosa dan maksiat.” (QS. Al-Ma`idah: 2).
Boleh ber-ta’awun (kerja sama) dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang harus kamu ketahui dulu tentang mereka, bahwa dia bukanlah setan yang secara perlahan membantumu namun kemudian menjatuhkan dirimu dalam perbuatan maksiat dan menyelisihi agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan telah didapati, bukan hanya satu orang dari kalangan ulama yang dibantu oleh jin.” (Tuhfatul Mujib, hal. 371).
Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) menjelaskan: “Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka tempat bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan, seperti mengirimkan bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat, termasuk kesyirikan kepada Allah Ta’ala dan termasuk bersenang-senang dengan mereka. Dengan terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya segala hajat, termasuk dari katagori istimta’ (bersenang-senang) dengan mereka. Perbuatan ini terjadi dengan cara mengagungkan mereka, berlindung kepada mereka, dan kemudian meminta bantuan agar bisa tertunaikan segala yang dibutuhkannya. Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيْعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ اْلإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ اْلإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا
“Dan ingatlah hari di mana Allah menghimpun mereka semuanya dan Allah berfirman: ‘Wahai segolongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia.’ Kemudian berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebahagian yang lain dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami’.” (QS.Al-An’am: 128).
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin itu menambah kepada mereka rasa takut.” (QS. Al-Jin: 6).
Meminta bantuan jin untuk mencelakai seseorang atau agar melindunginya dari kejahatan orang-orang yang jahat, hal ini termasuk dari kesyirikan. Barangsiapa demikian keadaannya, niscaya tidak akan diterima shalat dan puasanya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya amalmu akan terhapus.” (QS. Az-Zumar: 65).
Barangsiapa diketahui melakukan demikian, maka tidak dishalatkan jenazahnya, tidak diringi jenazahnya, dan tidak dikuburkan di pekuburan orang-orang Islam.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/162-163).
Kesimpulan
Meminta bantuan kepada jin adalah boleh dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun demikian, kami memandang agar hal itu dihindari pada zaman ini, mengingat kebodohan yang sangat menyelimuti umat. Sehingga banyak yang tidak mengerti perkara yang mubah dan yang tidak mengandung maksiat, atau mana tata cara yang boleh dan tidak mengandung pelanggaran agama serta mana pula yang mengandung hal itu. Wallahu a’lam.
(PurWD/voa-islam)
* Sumber: ALHIKMAHONLINE.COM, AKHWAT.WEB.ID, dan lainnya