Soal:
Assalamu ‘Alaikum ustadz, Ana mau nanya, kalau hukumnya merayakan ulang tahun pernikahan bagaimana? Apakah terkait dengan keumuman hadits Man Tasyabbaha Bii Qoumin Fahuwa Minhum (siapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka),sebagaimana halnya seperti perayaan ulang tahun kelahiran.
+62 882-1206-5284
Jawab:
Wa'alaikumus Salam Warahmatullah... Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah, keluarga dan para sahabatnya.
Telah banyak fatwa ulama tentang merayakan ulang tahun. Bahwa merayakan ulang tahun (kelahiran/pernikahan) bukan dari tradisi Islam. Asalnya dari tradisi luar Islam. Merayakan hari tersebut bukan bagian ibadah dan perkara yang datangkan ridha Allah. Bahkan lebih dekat tasyabbuh (menyerupai kebiasaan suatu kaum) dengan orang kafir.
Hari raya umat Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha, hari-hari tasyriq, hari ‘Arafah, dan hari Jum’at. Siapa yang buat hari raya (perayaan) baru maka ia menyerupai Yahudi dan Nashrani.
Syaikh Ibnu Jibrin berkata,
لا أصل لاحتفال الزوجين بعيد الزواج ، وهو شرعية عيد لم يشرعه الله ، ومعلوم أن الزوجين دائمًا وغالبًا يجتمعان في المنزل ، ويخلو كل منهما بالآخر ، ويأكلان سويًا بما يلتذ لهما ، فلا حاجة إلى لباس ثياب العرس في هذا اليوم ، وتذكر وقت الزفاف ، ولا إلى صنعة الحلوى ونحوها في يوم كل سنة ، بل يصنعان ما يلذ لهما عند الحاجة إليه
“Perayaan ulang tahun pernikahan tidak ada dasarnya. Itu ritual perayaan yang tidak disyariatkan oleh Allah. Sudah maklum, pasangan suami istri senantiasa berkumpul (bersama-sama) di rumah. Satu dengan yang lainnya saling menemani. Makan enak bersama-sama. Tidak butuh dengan pakaian pengantin di hari ini, dan memperingati waktu pernikahan. Tidak butuh pula membuat manisan dan semisalnya di satu hari di tiap tahun. Tetapi keduanya membuat makanan enak untuk keduanya saat berhajat padanya.” Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
* Dijawab: Badrul Tamam
*