View Full Version
Sabtu, 09 Sep 2017

Antara Husnudzan Kepada Allah dan Takut Tidak Diterima Amal

Soal:

Assalamu'alaikum, Ustadz, jika kita hendaknya berprasangka baik terhadap Allah Subahanahu wa Ta'ala, lalu mengapa sifat para sahabat Radhiyallahu 'Anhum (yang setahu saya) mereka selalu khawatir dan takut dengan tidak diterimanya amalan shalih mereka..? Mohon penjelasan. Terimakasih.

Sofia Abu Bakar

Jawab:

Wa'alaikumus Salam Warahmatullah... Al-Hamdulillah. Shalawat dan salam atas Rasulillah.

Para sahabat adalah orang yang paling mengenal Allah Subahanahu wa Ta'ala. Sehingga mereka menjadi generasi umat ini yang paling mencintai Allah, penuh harap, dan takut kepada-Nya.

Para sahabat memiliki adab yang sangat tinggi kepada Rabbnya. Mereka senantiasa berhusnudzan kepada Allah. Bahwa Maha kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang terjadi di muka bumi kecuali dengan izin-Nya. Sampaipun dalam amal, tidak ada yang bisa menegakkan ibadah kepada Allah –sehingga diterima- kecuali dengan izin dan pertolongan-Nya. Rasa butuh kepada Allah yang kuat ini mendorong mereka selalu berharap kepada-Nya. Di antaranya berharap amal-amal mereka, agar Allah menjaga amal mereka dan menerimanya.

[Baca: Pentingnya Doa Agar Amal Diterima]

Para sahabat sadar bahwa mereka tidak mengetahui perkara ghaib tentang hakikat ‘diterimanya’ amal mereka. Mereka khawatir kalau ternyata amal mereka rusak sehingga tidak diterima. Rasa takut/khawatir ini yang mencegah mereka dari sombong dan bangga diri serta berakhlak tidak baik kepada Allah (Allah harus terima amal dari dirinya ini). Lebih buruk lagi, sifat sombong dan bangga diri atas satu amal menjadikan dirinya malas melakukan ibadah lagi.

[Baca: Hati-hati, Janganlah Kamu Tertipu Oleh Amalmu!]

Rasa takut para sahabat tidak menjadikan mereka putus asa dari rahmat Allah. Bersamaan rasa takut mereka muncul roja’ (pengharapan) kuat kepada Allah. Ini mendorong mereka lebih giat lagi beribadah agar amal-amal mereka betu-betul diterima Allah.

Allah telah kisahkan tentang kondisi mereka ini daam firman-Nya,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mukminun: 60)

Maksudnya: mereka senantiasa mengeluarkan sedekah, infak, nafkah, dan bantuan-bantuan. Kondisi hati mereka dengan banyaknya amal-amal terebut dipenuhi rasa takut. Yaitu takut kalau Allah tidak menerima amal-amal mereka.

Diriwayatkan dari 'Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau  menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” (HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh al-Albani)

Rasa takut yang benar adalah diikuti dengan roja’ yang kuat kepada Allah. Mereka berbaik sangka kepada Allah yang akan menerima amal mereka ini. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version