View Full Version
Kamis, 14 Jan 2010

Homoseksualitas: Persembahan Barat dan Gereja untuk Dunia

By: Daden Robi Rahman, Gontor

Barat malang, Barat kurang ajar. Mungkin itulah ungkapan yang pantas diberikan. Betapa tidak, Barat yang merupakan peradaban yang tumbuh dari kombinasi filsafat, nilai-nilai kuno Yunani Romawi, agama Yahudi Nasrani yang dimodifikasi bangsa Eropa ini telah menjadi 'kiblat' dunia. Sejak lama Kristen mendominasi sejumlah agama di wilayah ini. Tapi sekarang bohong kiranya kalau Barat dibangun oleh Kristen. Bahkan mungkin sebaliknya, justru Kristen telah dibentuk oleh Barat. Meskipun ukuran penduduknya masih didominasi Kristen, tapi sebenarnya Barat telah kembali kepada Yunani, karena barat telah berhutang jasa kepadanya yang telah memberi filsafat.

Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang pemikir muslim asal malaysia, memandang problem terbesar yang dihadapi dunia adalah hegemoni dan dominasi keilmuan sekular Barat. Hal tersebut dikarenakan bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis, kebenaran absolute dinegasikan dan nilai-nilai relative diterima. Konsekuensinya adalah penegasian Tuhan dan akherat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia.

Kristen sebagai agama terbesar di barat, yang telah mendominasi peradaban sebelumnya hampir saja tidak berkutik dari hegemoni sekularisme hingga kharisma dan kegagahannya tunduk, tidak muncul ke permukaan. Dogma-dogma 'kitab suci' mereka pun terkotori infiltrasi kepentingan internal gereja dengan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan pengetahuan modern. Terlebih terkoyak masyarakat sekular tercabik tak berdaya.

Katakanlah problematika homoseksualiatas. Dengan alasan Hak Asasi Manusia, homoseksualitas dianggap praktik manusiawi meskipun selama berabad-abad hal tersebut dinilai kotor, maksiat, dan dosa.

..Dengan alasan Hak Asasi Manusia, homoseksualitas dianggap praktik manusiawi meskipun selama berabad-abad hal tersebut dinilai kotor, maksiat, dan dosa...

Berbagai agama mengecam perbuatan tersebut dengan landasan kitab sucinya. Dalam Kristen misalnya, jelas bible menyatakan kutukannya terhadap homoseksualitas, seperti termaktub dalam Kitab Kejadian 19:4-11 tentang hukuman Tuhan terhadap kaum Sodom dan Gomorah. Kitab Imamat 20: 13 menyebutkan: "Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri."

The Living Bible menulis Leviticus 20:13 menyatakan: "Hukuman bagi perilaku homoseksual adalah mati untuk kedua belah pihak. Mereka telah membawa hukuman itu atas diri mereka sendiri." Sedang dalam King James Version ayat ini ditulis: "Jika seorang pria berbaring dengan pria lain, sebagaimana ia berbaring dengan seorang wanita, keduanya telah melakukan kejahatan: Mereka harus dihukum mati; Darah mereka harus ditumpahkan."

Clement of Alexandria, St. John Chrisostom, dan St. Agustine mengutuk perbuatan homoseksual. Agustine menulis: "Perilaku memalukan sebagaimana yang dilakukan di Sodom haruslah tetap dibenci dan dihukum di manapun selamanya. Seandainya semua bangsa hendak melakukan hal itu, mereka sama bersalahnya di depan hukum Tuhan dan sekaligus tetap melarang kaum laki-laki untuk melakukan hal ini (homoseksualitas)". St. Thomas menyebut sodomi sebagai "contra naturam" yang artinya bertentangan dengan sifat hakiki manusia. Tahun 1975, Vatikan mengeluarkan doktrin "The Vatican Declaration on Social Ethics", yang hanya mengakui praktik heteroseksual dan menolak pengesahan homoseksual. (William F. Allen, Sexuality Summary, 1977).

Ketegasan kutukan Bible terhadap ternyata tidak menciutkan arus homoseksualitas. Berangkat dari kelemahan kebijakan gereja yang bertolak belakang dengan fitrah manusia untuk hidup dan mengejawantahkan nafsunya dengan menikah melalui larangan para pastur untuk menikah. Menantang arus fitrah sangat beresiko, yang pada akhirnya pelampiasan nafsu pun tak terkendali.

..arus homoseksualitas. Berangkat dari kelemahan kebijakan gereja yang bertolak belakang dengan fitrah manusia untuk hidup dan mengejawantahkan nafsunya dengan menikah melalui larangan para pastur untuk menikah...

27 Februari 2004, The Associated Press Wire menyiarkan satu tulisan berjudul Two Studies Cite Child Sex  terhadap anak-anak yang dilakukan oleh 4 persen pastur gereja Katolik. Setelah tahun 1970, 1 dari 10 pastur akhirnya tertuduh melakukan pelecehan seksual itu. Dari tahun 1950 sampai 2002, sebanyak 10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oleh 4.392 pastur. Studi ini dilakukan oleh The American Catholic Bishops tahun 2002 sebagai respon terhadap tuduhan adanya penyembunyian kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan para tokoh gereja. (Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal, 2005).

A.W. Richard Sipe, seorang pendeta Katolik Roma dalam bukunya "Sex, Priests, and Power: Anatomy of A Crisis" (1995) menyebutkan perilaku seksual di kalangan para pendeta dan pastur. Sebagai gambaran, pada tanggal 17 November 1992, TV Belanda menayangkan program 17 menit tentang pelecehan seksual oleh pemuka agama Kristen di Amerika Serikat. Esoknya hanya dalam satu hari, 300 orang menelepon stasiun TV, dan menyatakan bahwa mereka juga mengalami pelecehan seksual oleh para pendeta di Belanda. (A.W.Richard Sipe, Sex, Priests, and Power: Anatomy of A Crisis, London:Cassel,1995, 26. 

Pada tahun 2002, The Boston Globe menerbitkan buku berjudul "Betrayal: The Crisis in the Catholic Church" yang membongkar habis-habisan pengkhianatan dan skandal seorang seks para pemuka agama Katolik. Pembongkaran skandal-skandal seks ini telah memunculkan krisis paling serius. Sebagai contoh, pada tahun 1992, di Tenggara Massachusetts di temukan seorang pastur yang bernama James R. Porter melakukan seksual terhadap lebih dari 100 anak-anak (pedofilia). Tidak kalah heboh, ketika tahun 2003 Gereja Anglikan di New Hampshire mengangkat Gene Robinson, seorang homoseks, menjadi Uskup. Robinson dikenal sebagai pelaku homoseksual yang terang-terangan. Ia telah hidup bersama dengan pasangan homoseksnya bernama Mark Andrew selama 14 tahun. Bahkan dalam acara penobatan Robinson sebagai Uskup pun, Mark Andrew lah yang menyerahkan topi keuskupan (bishop's miter). Maka gerakan kaum homoseks dengan resmi mendapat legitimasi dari gereja.

..A.W. Richard Sipe, seorang pendeta Katolik Roma dalam bukunya "Sex, Priests, and Power: Anatomy of A Crisis" (1995) menyebutkan perilaku seksual di kalangan para pendeta dan pastur...

Seorang teolog Kristen pendukung homoseksual, John J. McNeill SJ menulis buku "The Church and the Homosexual" memberikan justifikasi moral terhadap praktik homoseksual. Menurutnya, kaum Sodom dan Gomorah dihukum Tuhan bukan karena praktik homoseksual, tetapi karena ketidaksopanan penduduk kota itu terhadap tamu Lot. Teolog lain, Gregory Baum, menyatakan: "Jika kaum homoseks bisa menghidupkan cinta, maka cinta homoseksual tidaklah bertentangan dengan naluri manusia. Bahkan kaum Katolik mendirikan sebuah kelompok gay bernama "Dignity" yang mengajarkan bahwa praktik homoseksual tidak bertentangan dengan ajaran Kristus. Pada tahun 1976, Dignity sudah mempunyai cabang di 22 negara bagian AS, termasuk Kanada. Diberbagai Negara barat, muncul organisasi serupa, seperti Acceptance di Australia, Quest di Inggris, dan Veritas di Swedia. Keanggotaan mereka ketika itu sudah mencapai 5000 orang. Dignity menerbitkan majalah bulanan bernama Dignity. Mereka berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari gereja Katolik. Dalam Piagam Iman (The Charter of Beliefe) yang mereka buat tertulis sebagai berikut:

"Kaum Katolik gay adalah anggota dari lembaga mistis Kristus dan termasuk di antara kaum Tuhan…kami memiliki martabat sejati karena Tuhan menciptakan kami dalam baptis, mendirikan kuilnya untuk kami…, karena itu semua, kami memiliki hak, hak istimewa, tugas, untuk menumbuhkan kehidupan suci…kami percaya bahwa kaum gay dapat mengekspresikan kehidupan seksualnya dalam sebuah sikap yang sesuai dengan ajaran-ajaran Kristus.." (William F. Allen, Sexuality Summary, 50-51).

Edisi 6 Januari 1996 majalah The Economist menulis judul "Let them wed", yang mengimbau agar kaum gay atau lesbi diberi hak hukum untuk melakukan perkawinan dengan alasan hak individual. Edisi 28 Februari, 5 Maret 2004, majalah ini mengangkat kasus perkawinan kaum gay sebagai laporan utamanya, dengan sampul bertajuk "The case for gay marriage." Disebutkan bahwa hingga kini, baru Belanda dan Belgia yang memberikan hak hukum penuh terhadap perkawinan sejenis, sebagaimana layaknya pasangan heteroseksual. Kanada, meskipun belum secara resmi memberikan pengakuan hukum secara resmi terhadap pasangan gay atau lesbian, tetapi secara prinsip sudah memberikan dukungan. Pada 1 September 2003, Eramuslim.com menulis satu berita berjudul "Kaum gay Belanda Terbitkan Buku Pedoman Cara Perkawinan Sesama Jenis." Jadi dasar logika kaum homoseksual adalah hak dan kebebasan individu dan tidak merugikan orang lain.

..tahun 2003 Gereja Anglikan di New Hampshire mengangkat Gene Robinson, seorang homoseks, menjadi Uskup. Robinson dikenal sebagai pelaku homoseksual yang terang-terangan. Ia telah hidup bersama dengan pasangan homoseksnya bernama Mark Andrew selama 14 tahun...

Jadi, berangkat dari isu Hak Asasi Manusia, kebebasan individu, persamaan, dan tidak merugikan inilah peradaban barat berangkat mengusung dan mengasong homoseksualitas sebagai salah satu barang dagangannya. Semuanya berangkat dari dominasi pemikiran sekuler yang diwadahi dengan demokrasi.

Itulah realita barat, lebih khususnya Amerika yang paling depan mengusung demokrasi yang mewadahi sekularisme dan liberalisme. Negara tidak berhak mencampuri urusan agama, begitu pun sebaliknya. Peraturan Negara dan agama pun bisa dibuat atas kesepakatan bersama, walaupun hal itu homoseksualitas, tanpa memandang pelanggaran fitrah dan kepantasan moral. [voa-islam.com]


latestnews

View Full Version