Sekularisme adalah suatu kepercayaan atau paham yang memisahkan antara urusan agama dari kehidupan dunia seperti politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Paham ini menganggap bahwa urusan keagamaan atau ketuhanan tidak boleh dicampurkan dengan urusan negara, politik dan pemerintahan. Maka bagi penganut paham sekular, dia akan memisahkan agama dari kehidupan. Dia membatasi agama hanya pada urusan ibadah saja, terkait dengan bagaimana beribadah kepada sang Pencipta. Sementara untuk urusan kehidupan seperti bernegara, berpolitik, berekonomi dan sebagainya, maka agama tidak boleh ikut campur. Pada akhirnya, merekalah yang berkuasa untuk membuat aturan-aturan untuk mengatur kehidupannya tanpa harus memperdulikan aturan Tuhan dalam ajaran agama.
Pada hakikatnya, jika agama diperlakukan seperti ini; dipotong dan hanya dijadikan sebagai urusan privat, sama saja agama dimuseumkan. Agama dijadikan barang antik. Maka tepatlah kalau ada yang menyebut bahwa hakikat paham sekularisme adalah "al-Laadiniyah" yakni tanpa agama atau "al-Laa'aqiidah" yakni tanpa aqidah.
Bahayanya, peradaban yang semacam inilah yang sekarang sedang mendominasi umat manusia, termasuk umat Islam, dan setiap detik menjejalkan nilai-nilainya ke tengah masyarakat, melalui media-media cetak ataupun elektronik, koran, majalah, atau melalui acara-acara TV yang ada di setiap sudut rumah tangga Muslim.
Barat dan Sekularisme
Paham sekularisme sangat mendapat tempat di Barat. Ini bermula dari pengekangan gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Gereja bertindak ganas dengan menguasai akal dan hati manusia, dengan arti kata lain segala keputusan adalah di tangan pihak gereja dengan mengambil kesempatan mengeruk keuntungan dari pengikutnya dengan cara yang salah.
Eropa pernah tenggelam dengan darah mangsa-mangsa pihak gereja ketika ratusan bahkan ribuan orang mati di dalam penjara dan di tali gantung. Dengan sebab ini berlakulah pertempuran antara gereja dan sains yang akhirnya tegaklah paham sekularisme yang berarti “memisahkan agama (Kristen) dari negara”. Suasana kacau balau dalam agama Kristen hasil penyelewengan yang terjadi di dalamnya (-ia hasil dari perencanaan yahudi-) memungkinkan tegaknya paham sekularisme di samping agama Kristen yang sudah ada.
Sekularisme digulirkan untuk keluar dari kungkungan gereja yang begitu mengekang pengikutnya. Masyarakat Eropa tertekan dan dizalimi di bawah pemerintahan gereja. Bagi pejuang sekular, mereka menganggap dengan berada di bawah kuasa gereja mereka tidak akan mencapai kemajuan. Sebab itulah mereka memutuskan tali ikatan diri mereka dengan gereja dan menjadi orang yang beragama Kristen hanya pada nama, tidak pada pengamalan agama.
Sekularisme di Barat digulirkan untuk keluar dari kungkungan gereja yang begitu mengekang pengikutnya.
Sebenarnya, Barat tidak menolak Tuhan tetapi Tuhan dibuat tidak berdaya. Tuhan tidak diberi tempat dalam kehidupan. Mirip dengan konsep Tuhan filosof Yunani terkenal, Aristotle, yang menyebut Tuhan sebagai Unmoved mover, penggerak yang tidak bergerak. Tuhan dipandang sebagai Sebab Pertama (Causa Prima), yang menggerakkan alam semesta, tetapi dia sendiri tidak bergerak, dan tidak ikut campur tangan dalam proses kehidupan manusia dan alam semesta. Tuhan yang istirahat ini tentu berbeda dengan gambaran Al-Quran bahwa Allah senantiasa dalam kesibukan. Kulla Yaumin Huwa fii Syanin. (QS. Al Rahmaan: 29).
Dalam masyarakat sekular, agama tidak ditolak sama sekali, namun agama harus menyesuaikan kehendak masyarakat. Ajaran agama yang tidak cocok lagi, perlu dibuang atau disimpan dalam museum.
Dalam masyarakat sekular, agama tidak ditolak sama sekali, namun agama harus menyesuaikan kehendak masyarakat. Ajaran agama yang tidak cocok lagi, perlu dibuang atau disimpan dalam museum.
Sebenarnya, Kristen sendiri sangat menyadari akan bahaya sekularisasi ini, sehingga pada Kongres Misionaris Internasional di Jerusalem, 1928, mereka menetapkan bahwa sekularisme was seen as the great enemy of the church and its message. Bahwa sekularisme dipandang sebagai musuh besar gereja dan ajaran-ajarannya.
Betapa pun, sejarah Kristen menunjukkan, mereka akhirnya menyerah kepada sekularisme. Sejak awal-awal perkembangan agama ini, mereka sudah mengadopsi konsep Trinitas, dan menyerap unsur-unsur paganisme Yunani-Romawi kedalam agama Kristen. Hari suci mereka ubah dari Hari Sabtu (Sabath) menjadi Hari Matahari (Sunday), untuk menghormati tuhan mereka, Sol Invictus. Dalam bahasa Latin, Sol artinya matahari. Sedangkan peringatan kelahiran Yesus dipaskan dengan Hari Kelahiran Sol Invictus, yaitu 25 Desember. Ini sudah dilakukan sejak awal abad ke-4 masehi.
Maka, ketika Barat sudah semakin dominan dengan nilai-nilai sekularisme dan liberalisme, kalangan agamawan Kristen pun bersikap adaptif, agar agama mereka tetap dapat diterima di Barat. Mereka mulai mengubah ajaran-ajaran pokok agama mereka, dan menerima sekularisme, bahkan kemudian dicarikan legitimasinya dalam Bible.
Menarik jika mencermati kondisi masyarakat Amerika Serikat yang dikatakan Huntington, lebih religius ketimbang masyarakat Eropa. Sebuah buku berjudul What Americans Believe (1991), mengungkap hasil riset Barna Research Group, yang menunjukkan, bahwa 64 persen golongan tua mengaku sebagai religius. Tahun 1985, jumlahnya masih mencapai 72 persen. Sebanyak 74 persen percaya kepada Tuhan, yang menciptakan alam semesta. Sebaliknya, 47 persen berpendapat, bahwa setan hanyalah simbol kejahatan (symbol of evil). Disamping itu, hanya 28 persen setuju bahwa Gereja mereka relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Disamping itu, hanya 19 persen yang mengaku, bahwa Gereja Kristen bersikap toleran terhadap ajaran yang berbeda dengan Gereja.
Fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat Kristen ini sedang diglobalkan ke seluruh umat manusia. Umat Islam tidak terkecuali. Kerusakan moral akhirnya dicarikan justifikasinya dalam agama. Sebab, dengan cara itu, agama dianggap mampu bertahan dalam kehidupan modern. Di kalangan Muslim, proses semacam ini sedang berjalan. Sejumlah cendekiawan secular-liberal secara terang-terangan mempromosikan paham yang meletakkan agama adalah masalah privat, dan tidak berhak campur tangan dalam urusan seni misalnya. Seni adalah seni. Film dianggap sebagai karya seni, dan tidak layak dicampuri urusan agama. Dalam tradisi Yunani, hampir semua patung ditampilkan dalam bentuk telanjang bulat. Katanya, itu untuk keindahan. Dalam kasus film Buruan Cium Gue (BCG), film Hantu Puncak Datang Bulan, goyang ngebor Inul Daratista, dan aksi-aksi pengumbar syahwat lainnya yang bisa merusak moral bangsa, pendukung moral sekuler akan berkata, bahwa biarlah masyarakat yang menentukan, apakah mereka menerima atau tidak film itu. Tidak usah dilarang.
Oleh: Purnomo
(PurWD/voa-islam.com)