Oleh: Son Hadi
Jurubicara Jamaah Anshorut Tauhid (JAT)
Terorisme adalah kata yang definisinya tak pernah terumuskan dengan baku. "No global consensus,” demikian kesimpulan IrjenPol Ansyad Mbai dalam makalahnya “Terorisme dan Strategi Penggulangannya.”
Ironis memang bagaimana kemudian istilah yang tidak baku tersebut kemudian menjadi produk hukum yang bernama UU Terorisme pasti hasilnya pasti bias, sebagai contoh pasal 6 yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun” menurut undang undang yang dimaksud setiap orang adalah: “Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual, atau korporasi.”
Pasal 1 ayat 2 menjelaskan maksud kekerasan dan ancaman: "Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk memberikan pertanda atau peringatan mengenai suatu keadaan yang cenderung dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas.
Lalu pasal 1 ayat 4 dan 5 undang-undang ini menjadi bias dan diskriminatif dalam tataran aplikatif, karena ada perbedaan hukum antara perbuatan aktifis muslim dan aparat/Densus 88 untuk satu perbuatan yang sama. Dengan kata lain, jika tindak kekerasan itu dilakukan oleh aktifis muslim maka dia dibranding sebagai teroris namun jika kekerasan itu dilakukan aparat/Densus 88 dipuji dan dibela sebagai penegakan hukum.
Pelaksanaan pasal 28 UU Tindak Pidana Terorisme menjadi kisah trauma psikologis dan fisik yang mendalam bagi tersangka terorisme sekaligus sebagai bukti kekerasan atas nama dan dilindungi undang-undang. Begitu pula pembunuhan sepihak pada Ibrahim, Dul Matin, para pelaku perampokan bank CINB, pelatihan Aceh adalah daftar panjang legalitas teror oleh aparat. Maka tak salah jika brandding teroris hanya diberikan kepada mereka yang dianggap menentang penguasa.
PENANGGULANGAN TERORISME ATAU PROYEK TERORISME
Semenjak 'peletakan batu pertama' proyek WOT (war of Terorisme) masing masing negara peserta berlomba segara merancang, membuat dan merivisi undang anti terorisme termasuk indonesia, dan indonesia yang paling rajin dalam membuat undang undang lihat saja sejak bom Bali pertama tahun 2002 muculnya: Perpu no I tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme,UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERPU 1/2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME, MENJADI UNDANG-UNDANG, Peraturan Presiden no 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, sedang disiapkan juga RUU Intelijen, RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dan wacana revisi UU Terorisme.
Pertanyaannya, apa kolerasi memperbanyak UU dengan penanggulangan terorisme? Ini penanggulangan terorisme atau tender undang undang? Sebagai contoh, bom buku kemarin muncul banyak spekulasi bahwa pelakunya adalah para pemain lama.
Mantan Waka BIN As’ad Ali menuduh pelakuknya adalah pengikut Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. "Rentetan kejadian bom ini jelas rangkaian jaringan terorisme. Kebetulan momennya Abu Bakar Ba'asyir sedang menjalani persidangan. Saya menduga pelakunya juga pendukung dan simpatisan Abu Bakar Ba'asyir," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta (19/3/2011). Sedangkan Farihin menuding kelompok Ustadz Aman Abdurrahman sebagai pelakunya (detik.com, 20/3/2011)
Lalu Mabes Polri mensinyalir jaringan JI sebagai pelakunya. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombespol Boy Rafli Amar menjelaskan, dugaan ke arah JI memang belum seratus persen. "Dugaan ke sana (JI, Red) memang ada. Bahkan sangat kami seriusi," ujarnya di di Jakarta (24/3/2011).
Meskipun sudah banyak spekulasi beredar, tapi hingga sekarang polisi belum menyimpulkan jika beberapa daftar nama eks anggota JI terlibat. (JPNN.com, 25/3/2011).
Yang patut dicurigai, kenapa setelah ada pertemuan antar aparat penegak hukum, jaksa agung dengan AFP di Australia akhir Februari kemarin lantas terjadi bom buku yang akhirnya suaranya senada yaitu revisi UU terorisme? Ini sebuah kebetulan by design?
PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN TERORISASI SYARIAT ISLAM.
Jihad dan Tegaknya syariat dalam kehidupan bernegara adalah kunci kejayaan Islam, karena pada hakikatnya Khilafah dan Daulah Islamiyah adalah syarat keselatamatan tauhid dan bagi muslim keselatamatan tauhid adalah hal yang utama dan prinsip dalam hidupnya dan Tauhid akan selalu di hantam fitnah bila tingga di Negara kafir musyrik, maka para ulama’ ahli sunnah mengharamkan orang Islam tinggal di negeri kafir, karena tauhid dan imannya akan terkena fitnah. Dia wajib hijrah ke negeri Islam, kecuali untuk dakwah di negeri kafir. Keterangan ulama’ ini berdasar firman Allah l:
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali" (Qs An-Nisa' 97).
Umat Islam di Indonesia terus menerus kena fitnah. Kalau berusaha mengamalkan tauhid yang bersih dituduh radikal tidak ada toleransi, kalau berusaha berjihad membela Islam dan ummat Islam yang tertindas dituduh teroris. Ajaran Islam yang lurus diganggu, diobok-obok diselewengkan dan banyak lagi fitnah-fitnah yang menghantam Islam dan umat Islam di negara kafir.
Yang paling menyakitkan hati adalah syariat Islam yang dilecehkan dan diobok-obok secara biadab seperti ibadah i’dad di Aceh dikatakan perbuatan terror, dan muslim yang berjihad dikatakan teroris. Maka Islam dan ummat Islam tidak akan hidup aman dan selamat tauhidnya bila tinggal di negara kafir. Baru aman, tenteram iman dan tauhidnya selamat bila tinggal di negara Islam. Sedangkan Jihad adalah syareat Allah untuk melindungi dan Islam dan kaum Muslimin sebagaimana firman Allah:
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Qs Al-Baqarah 216).
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (Qs Ash-Shaff 10-11).
"Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (Qs Al-Anfal 39).
Dalam konsep BNPT, menegakkan khilafah/daulah dan syariat Islam disimpulkan sebagai tujuan aktual terorisme, sedangkan jihad fi sabilillah dijadikan salah satu fokus radikalisasi, yang pada akhirnya dituduh sebagai gerakan radikal selanjutnya dijadikan musuh negara/bangsa (Terorisme dan Strategi Pencegahannya, BNPT, Ansyad Mbai, Halaqoh Nasional Penanggulangan Terorisme). Seyogyanya Mindset semacam ini jangan pernah adan ada karena hanya akan mengulang dan mengajak kita kembali kepada masa lalu yaitu menjadikan umat Islam sebagai musuh negara. Padahal sejarah mengatakan bahwa negeri ini tegak di atas darah umat Islam sebagai syuhada yang berjuang untuk kemerdekaan dari imprialisme kafir. Namun sayang pada saat membangun konsep bernegara belum tercapai konsesus yang sempurna dan masih menyisakan persoalan persoalan ideologis hingga saat ini.
JIHAD MUST TO BE CONTINUE
Jangan pernah ada dalam pikiran kita bahwa dengan membunuh,menangkap dan memburu mujahidin serta memberangus gerakan Jihad,atau merancang,merivisi dan memproduksi undang undang akan menghentikan Jihad.karena Jihad harus ada pada tiap zaman sebagaimana adanya kekafiran pada zaman,dan Jihad tak pernah terkalahkan sebagaimana hadits nabi:
“Jihad akan terus berlangsung hingga hari Qiyamat” juga hadits nabi yang lain: Akan senantiasa ada sekelompok uumatku yang berperang di atas kebenaran. Mereka meraih kemenangan atas orang-orang yang memerangi mereka, sampai akhirnya kelompok terakhir mereka memerangi Dajjal" (HR Muslim: Kitabul Fitan No. 3550).
"Akan senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang meraih kemenangan (kamu berada) di atas kebenaran, orang-orang yang menelantarkan mereka tidak akan mampu menimbulkan bahaya kepada mereka, sampai datangnya urusan Alloh sementara keadaan mereka tetap seperti itu" (HR Muslim: Kitabul Imarah No. 3544 dan Tirmidzi: Kitabul Fitan No. 2155).
Dan takdir jihad selalu bersama pemuda. Kisah Thalut melawan Jalut, Zidan sang Ghulam, Para Sahabat Rosul adalah kisah yang diabadikan Al Quran tentang pemuda. Thaliban, Al-Qaidah, Shabab Somalia adalah pemuda hari ini yang hidup bersama Jihad.
[Disampaikan pada Diskusi Interaktif Terorisme: "Masih Perlukah Mewaspadai ancaman Terorisme Pasca Tertangkapnya Jaringan Terorisme di Aceh & Keterlibatan Remaja dalam Aksi Terorisme," di Islamic Center Bekasi, 13 Maret 2011]