Urumqi (voa-islam.com) Pemerintah Cina tidak pernah memberikan sedikitpun kesempatan bagi Muslim di negeri itu. Sepanjang sejarah terjadi pembantaian dan penyiksaan serta pengusiran terhadap Muslim.
Pemerintah komunis Cina menganggap agama Islam, sebagai candu dan musuh negara. Kekejaman terus dipraktekkan dengan sistematis oleh pemerintah Cina, tujuannya menghapus Muslim dari negeri komunis itu.
Bahkan, orang-orang Cina di perantauan jarang sekali mereka yang beragama Islam. Mereka memilih agama Kristen, Katolik, atau Budha. Seperti di Philipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura, termasuk di Indonesia. Di Indonesia mereka yang menganut agama Islam dapat dihitung dengan jari.
Mereka melihat Islam sebagai agama yang sangat "bodoh", karena itu mereka menolak agama Islam. Di Cina sekarang pengaruh agama Kristen dan Katolik, berkembang dengan sangat pesat, bersamaan dengan masuknya modal dan budaya Barat ke Cina.
Di mana sekarang ini, Cina memasukkan enam orang suku Muslim Uighur ke daftar teroris nasionalnya. Cina menuduh keenam waga Muslim Uighur tersebut berada di balik kegiatan teroris yang mengancam keamanan di Provinsi Xinjiang, wilayah barat Cina.
Warga Muslim Uighur memang selalu menjadi kambing hitam pemerintah Cina atas aksi kekerasan di kota Urumqi, Provinsi Xinjiang. Di Xinjiang selama 2009 telah terjadi ketegangan antara suku Muslim Uighur dan suku Han yang mendominasi daratan Cina.
Disamping karena memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah mulai dari minyak, batubara, dan gas alam, letak Xinjiang yang strategis membuat penguasa China selalu menekan masyarakat Uighur dari masa ke masa. Ada berbagai macam bentuk diskriminasi dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap Muslim Uighur.
Pemerintah China juga menerapkan kebijakan Srtike Hard yaitu memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, membatasi pergerakan orang, dan menahan orang yang dicurigai mendukung gerakan separatis, pada tahun 1996. Terutama terhadap Muslim Uighur.
Akibat peristiwa ini, 197 orang tewas, 1700 orang terluka, dan 1434 Muslim Uighur diculik serta dihukum oleh pemerintah China.
Kesewenang-wenangan Pemerintah China kepada rakyat Muslim Uighur. Di mana memberlakukan tidak adil semakin ditampakkan oleh pemerintah China ketika Beijing melarang Muslim Uighur berpuasa. Bahkan, melarang melaksanakan shalat tarawih.
Kebijakan pemerintah itu dilaksanakan dengan memaksa perusahaan-perusahaan swasta supaya menawarkan makan siang selama bulan puasa kepada karyawan Muslim Uighur. Bagi yang menolak makan diancam kehilangan bonus tahunan serta pekerjaan.
Pemerintah China juga membatasi Muslim Uighur yang ingin beribadah ke masjid dan shalat Jumat berjamaah harus mendaftar dengan kartu identitas nasional mereka. Umat Muslim juga diminta menandatangani semacam surat tanggung jawab yang isinya berjanji untuk tidak berpuasa dan shalat tarawih atau kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadhan.
Pemerintah juga memasang 17.000 kamera pengintai di Urumqi untuk mengawasi setiap kegiatan Muslim Uighur. Hal ini guna terus menerus mematai-matai kegiatan yang dilakukan oleh Muslim di wilayah itu. Pemerintah sangat waspada segala bentuk kegiatan Muslim di wilayah itu.
Muslim Uighur juga sulit untuk melaksanakan ibadah haji karena tidak bisa mendapat paspor. Proses pembuatan paspor dipersulit dan pemerintah China juga membatasi biro perjalanan haji.
Kesejahteraan ekonomi antara Muslim Uighur dengan suku China Han juga sangat jauh jaraknya. Suku Han mendapat gaji empat kali lebih besar daripada suku Uighur meskipun pekerjaannya sama.
Dikarenakan penindasan dan penjajahan pemerintah komunis China terhadap Muslim Uighur itulah, maka wajar muncul perlawanan dari kaum muslim Uighur. Perlawanan Muslim Uighur bukan lantas menjadikan pemerintah China lebih memperhatikan mereka, namun justru menjadi pembenar untuk semakin menindas muslim Uighur.
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan sakit karena demam”. (HR. Muslim).
Kaum muslim Uighur sebagai pihak minoritas mengalami penindasan dan kezhaliman dari pemerintah China. Kezaliman itu terus berlangsung sampai hari ini, tanpa henti, dan melakukan aksi kekerasan senjata terhadap Muslim di wilayah itu.