Jombang (voa-islam.com) Presiden SBY memberikan gelar Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai : "Bapak Pluralisme". Karena saking kasihnya terhadap golongan-golongan di luar Islam.
Di era Abdurrahman Wahid, agama Kong Hu Chu diakui sebagai agama resmi. Ketika Abdurrahman Wahid mati, maka tak heran orang-orang Cina banyak yang menangis. Sangat sedih. Merasa kehilangan.
Abdurrahman Wahidlah satu-satunya tokoh NU, yang menjadi anggota Institute Shimon Peres di Tel Aviv, Yayasan Charity, yang dipimpin Presiden Shimon Peres. Abdurrahman Wahid digunakan kalangan media-media Kristen dan Zionis, guna menghantam dan menghancurkan Islam dan Muslim, yang ingin berusaha istiqomah terhadap keyakinannya.
Karena itu, Gus Dur mendapatkan penghargaan berupa gelar "Medal of Velor", karena dianggap memiliki dedikasi, jasa-jasanya, dan keberaniannya yang luar biasa memperjuangkan pluralisme di Indonesia. Gelar "Medal of Valor" itu diberikan oleh tokoh-tokoh Yahudi dunia. Penghargaan itu diserahkan di California, dalam sebuah upacara disebuah hotel yang sangat mewah.
Tak aneh kalau menjelang peringatan 1.000 harinya Gus Dur, di Tebu Ireng- Jombang, bukan hanya dihadiri oleh kalangan Nahdliyyin, tetapi sejumlah tokoh dan umat Kristen ikut datang ke kuburan Abdurrahman WAhid, dan ikut berdo'a.
Diantaranya, kelompok yang datang itu menamakan diri komunitas lintas iman Jombang. Tampak dalam rombongan, Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia (PGLII) Jombang, Pendeta Christian Muskanan, dan Wakil Ketua BKSD (Badan Kerja Sama Diakonia), Pendeta Sunardi. Begitu menginjakkan kaki di Ponpes Tebuireng, rombongan komunitas lintas iman itu langsung mereka menuju area kuburan Gus Dur guna memanjatkan doa.
Pendeta Sunardi mengatakan, selain umat muslim, sosok Gus Dur juga berarti bagi kalangan nonmuslim. "Gus Dur jasanya sangat besar dalam menumbuhkan pluralisme di Indonesia. Hingga saat ini sosok Gus Dur belum tergantikan," kata Sunardi usai memanjatkan doa di makam Gus Dur.
Dalam menggerakkan pluralisme, lanjut Sunardi, mantan Ketua Umum PBNU tersebut bukan sekadar berwacana. Namun Gus Dur lebih mengedepankan langkah konkret. "Beliau tidak memandang suku, ras, dan agama. Ketika ada kelompok termarginalkan, maka Gus Dur akan melawan," katanya.
Hal senada juga dilontarkan Pendeta Christian Muskanan. Menurut Christian, Gus Dur juga cukup dekat dengan umat Kristen. Saat masih hidup, Gus Dur selalu menyempatkan bertemu dengan komunitas lintas iman jika pulang kampung ke Tebuireng. "Ketika beliau sakit, kami juga menungguinya di rumah sakit Jombang," kata Christian menambahkan.
Dibagian lain, peringatan 1.000 Hari Gus Dur itu, ada kecenderungan menjadi kegiatan bersifat klenik. Tak kurang Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, berencana melaksanakan peringatan 1.000 Hari, yang akan digelar 5 Oktober, 2012, dan acara itu akan dipandu oleh budayawan Sudjiwo Tejo.
"Saya sebagai orang yang pernah dekat dengan Gus Dur, merasa bersyukur sebagai putra Indonesia pernah punya Presiden seperti Gus Dur dan presiden lainnya. Saya akan gelar peringatan seribu hari wafatnya Gus Dur itu dalam bentuk lain, tidak bentuk tahlilan," kata Mahfud di ruang kerjanya, Rabu (3/10/2012).
Menurutnya, ada dimensi lain yang menarik dari pribadi Gus Dur. Salah satunya menyangkut kegandrungannya terhadap masalah-masalah yang bersifar gaib. Namun, Mahfud memastikan bahwa acara yang akan digelarnya membahas hal gaib atau klenik, akan tetapi bagaimana melihat sisi menarik tersebut dari berbagai hal.
"Ada dimensi menarik dari Gus Dur itu tentang kegandrungannya pada masalah-masalah gaib. Beliau selalu berkonsultasi dengan dunia gaib. Tentu saya selenggarakan ini tidak untuk mempercayai soal klenik," jelasnya.
Salah satu dimensi yang dibahas, lanjut Mahfud, yakni komunikasi politik Gus Dur. Karena semasa hidupnya, mantan Ketum PBNU tersebut kerap dibuat tidak berdaya dengan hal-hal yang bersifat rasional. Karenanya dalam menyikapi berbagai persoalan, Gus Dur kerap menggunakan cara penyelesaian rasional dan suprarasional sekaligus.
"Pembicaranya bukan dukun, tapi orang yang paham itu dari segi ilmu. Nanti Hazyim Muzadi, Bambang Pranowo itu ahli sosiologi kejawen. Dia dosen UIN. Dia staf ahli Menhan. Lalu ada Dr Agus Sunyoto, Husein Muhammad, Zawawi Imron," kata Mahfud.
Sengaja para pengikut Gus Dur ingin tetap memelihara peninggalan tokoh NU itu, yang sekarang sedang menghadapi ancaman, dan semakin tidak laku, di era semakin kerasnya kecenderungan kembali kepada Islam. Budaya pluralisme itu, tak lain produk Zionisme, yang sengaja ingin mengebiri Muslim dari keyakinan agamanya. af/ilh.