OLeh: Ust. Fuad al-Hazimi
Al-hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Siapa yang mendukung orang kafir atas kekafirannya, membenarkan keyakinan kufur yang dipegangnya, atau mencintai orang kafir dengan kekafirannya maka ini merupakan bentuk kekafiran. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala,
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah pasti mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir di neraka jahannam secara bersama-sama." (QS. Al-Nisa': 140)
Imam Al Qurthuby dalam tafsrinya Jami' al-Bayan berkata dalam menafsirkan ayat tersebut, " tentulah kamu serupa dengan mereka," Ayat ini menunjukkan wajibnya menjauhi para pelaku maksiat (maksiat di sini maksudnya adalah dosa besar yg menyebabkan kekufuran, seperti menetapkan hukum selain hukum Allah), apabila mereka menampakkan kemungkaran mereka. Karena siapa sj yg tidak mau menjauhi mereka, berarti ia meridhai perbuatan kekufuran itu, SEDANGKAN RIDHO KEPADA KEKUFURAN ADALAH KUFUR."
Beliau melanjutkan, "Siapa yang tidak menjauhi mereka berarti ridha terhadap perbuatan mereka. Sedangkan ridha kepada kekufuran adalah kufur. Maka siapa yang duduk di majlis maksiat dan tidak mengingkari pelakunya maka dosanya sama dengan dosa mereka. Jika ia tidak mampu mengingkari mereka, ia harus meninggalkan mereka sehingga tidak termasuk yang disebutkan ayat ini." (Tafsir Qurthuby juz 5 hal 418)
=================
Jika ridho kepada kekufuran saja sudah dikategorikan kekufuran, bagaimana dengan ridho kepada perbuatan orang-orang kafir memerangi kaum muslimin, sehingga karena keridhoannya itu ia mendapatkan anugerah gelar kehormatan?
=================
Beberapa hari lalu Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menerima gelar kehormatan dari Ratu (pemimpin tertinggi) negeri Kafir Inggris, "Knight Grand Cross", yang artinya Ksatria Salib Agung. Penuh tanda tanya, Presiden negara yang mayoritas muslim mendapat penghargaan terhormat dari musuh yang memerangi bangsa dan Agamanya. Ini hanya mungkin terjadi karena pengkhianatan yang telah dilakukanya terhadap bangsa dan Agamanya atau karena keridhoannya terhadap penjajahan dan permusuhan yang dilakukan oleh sang pemberi penghargaan. Lebih-lebih penghargaan itu erat kaitannya dengan Crusade (Perang Salib) Baru.
Maka dalam hal ini berlaku dua kemungkinan:
1. Si penerima penghargaan patut diduga telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan agamanya.
2. Atau ia telah ridho pada kekufuran dan mendukung musuh untuk menyerang kaum muslimin.
Kedua perbuatan ini telah membuat pelakunya keluar dari Islam. Mari kita cermati beberapa point ini :
- Ratu yang memberinya penghargaan adalah orang yang sama yang memerintahkan pasukannya memerangi umat Islam di Afghanistan.
- Pemerintah yang memberinya penghargaan adalah pemerintah yang sama yang telah menyerahkan Palestina kepada Zionis Yahudi lewat perjanjian Sax - Picox atau Balfour Declaration.
- Pemerintah itu pula yang telah memecah Bangsa Arab menjadi Kuwait, Irak, Jordan, Syiria, dan negara-negara Arab. Kemudian menjadikan negara-negara tersebut berada di bawah Nasionalisme dan Demokrasi yang sebelumnya bersatu di bawah pemerintahan Islam.
Inilah kelemahan kronis umat Islam : Pelupa bahkan terhadap kezaliman musuh-musuhnya ...!!!
Bisakah kejadian hari ini dipisahkan dari kejadian 100 tahun yang lalu? Kita mungkin menganggap semua kejadian itu tdk saling berkaitan tetapi musuh kita justru menjadikan masa lalu itu sebagai acuan dan pelajaran bagi masa kini.
Sejatinya penjajahan terhadapa kaum muslimin sampai saat ini masih terus berlangsung walaupun hanya berganti cara dan strategi nya. kalau dulu sering disebut dengan kolinialisme maka yang terjadi hari ini adalah neo kolonialisme. wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]