Menyoal Kontroversi Miss World
Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
Muslimah HTI
VOA-ISLAM.COM - Panggung kontes kecantikan selalu menjadi sorotan publik. Di balik kecantikan para kontestannya, ada sejumlah cerita yang menarik perhatian. Perhelatan ajang kecantikan Internasional Miss World 2013 kali ini terbilang spesial karena Indonesia resmi menjadi pihak tuan rumah dari penyelenggaraan akbar ini.
Sejak awal, televisi antusias menayangkan Miss World ini sebab bisa menarik penonton yang melimpah. Tayangan itu mengalahkan acara Olympiade dan Piala Dunia sepak bola. Dalam perkembangan paling akhir, ajang Miss World konon ditonton oleh lebih dari satu milyar orang sejagat. Maka, kepemilikan hak siarnya pun menggiurkan.
Kontes Miss World dikenal warga dunia sebagai kontes memilih “Wanita tercantik sejagat”. Kontes itu berawal dari “Bikini Contest Festival” yang kali pertama diselenggarakan di Inggris pada 1951. Dalam perkembangannya, media memopulerkannya sebagai kontes Miss World.
Miss World tanpa Bikini ?
Berbicara mengenai Miss World 2013 tidak lepas dari sorotan busana bikini yang selalu ada di salah satu sesi wajibnya. Nah, karena tahun ini diselenggarakan di Indonesia, kewajiban berbikini ini pun menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai kalangan.
Adjie S. Soeratmadjie dari RCTI, yang menjadi penyelenggara lokal dan pemegang hak siar Miss World 2013 menjelaskan Sebanyak 137 kontestan akan diminta mengenakan sarung pantai khas bali untuk mengganti bikini yang menjadi bagian sejarah dari kompetisi ini (female.kompas.com, 7/06/2013)
Hal yang sama disampaikan oleh Chairwoman dari Organisasi Miss World, Julia Morley, membenarkan bahwa tak satu pun dari para kontestan yang akan mengenakan bikini. Menurutnya, panitia dari Indonesia saat ini sedang merancang one-piece beachwear secara khusus untuk para kontestan. Kontes yang pertama digelar pada tahun 1950-an ini juga akan menggelar peragaan beachwear.
Media asing pun heboh memberitakan soal konsep baru di kontes kecantikan Miss World 2013. Mulai dari Associated Press, Belfast Telegraph hingga Fox News gencar memberitakan pernyataan Ketua Organisasi Julia Morley terkait larangan tersebut. Konsep tersebut yakni adanya larangan memakai bikini demi menghormati negara penyelenggara yakni Indonesia yang mayoritas beragama muslim. Demi menghargai adat istiadat dan nilai-nilai kesantunan yang berlaku di Indonesia, penyelenggara Miss World bersedia menghilangkan bikini sebagai salah satu pakaian yang perlu dikenakan dalam rangkaian acara. Malam final Miss World 2013 rencananya akan digelar di Bali pada 28 September mendatang.
Keputusan ini memang mendapat perhatian besar karena selama ini ajang Miss World tidak pernah meniadakan busana berbikini. Apalagi ajang yang pertama kali digelar pada tahun 1950 ini, pemenang pertamanya menerima mahkota dengan mengenakan bikini.
Konsep Dusta dan Eksploitasi Perempuan
Meski panitia menjanjikan kontes tersebut bebas dari pakaian minimalis bikini, namun elemen masyarakat tetap menolak kontes ini, terlebih Indonesia adalah negeri yang notabene penduduknya muslim. Masalah utama penolakan ini adalah perbedaan standar nilai bagaimana memandang perempuan.
Penolakan ini bukan hanya sebatas urusan bikini, tetapi sudah jelas kontes ini bertentangan dengan syariat Islam, karena melombakan perempuan yang tidak pantas berlenggak lenggok di atas panggung untuk mempertontonkan keindahan tubuhnya di hadapan jutaan mata, bahkan tanpa bikini sudah jelas kontes ini melanggar aturan dari Yang Menciptakan Manusia, Allah Subhanahu Wa Ta’aala..
Selama ini parameter-inti dari konsep “cantik” dalam Miss World dan ajang-ajang kontes kecantikan lokal di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, adalah kecantikan secara fisik. Memang, ada penilaian terhadap kecerdasan otak, inner beauty, dan kecakapan di bidang seni budaya. Namun intinya tetap saja dalam konteks kecantikan fisik perempuan.
Apapun namanya, kontes kecantikan itu benang merahnya cuma satu: mencari perempuan tercantik fisiknya untuk dieksploitasi. Itu sudah menjadi ideologi kontes kecantikan sejak dulu. Dan pemenang dari kontes ini akan dijadikan sebagai daya tarik sebuah produk.
Jika kita menggunakan cara pandang Islam, maka perempuan dihargai, dihormati, bukan karena kecantikannya melainkan karena keimanannya, ketakwaannya, dan ilmunya untuk mendakwahkan Al-Islam, Itu baru dikatakan beradab.
Bagi yang setuju dengan kontes kecantikan, mereka memandang bahwa itu sebuah kreatifitas dalam mensyukuri keindahan dan kehebatan yang ada pada wanita. Kontes kecantikan bukan pada lekuk dan bentuk tubuh, melainkan pada kecerdasan dan kepribadian. Maka yang dijadikan parameter penilaian adalah 3B; Brain (Kecerdasan), Beauty (Kecantikan/penampilan menarik) dan Behavior (Kepribadian/berperilaku baik).
Konsep 3B dalam kontes kecantikan, yakni Brain, Beauty, dan Behavior, adalah konsep dusta untuk membungkus kontes semacam ini agar diterima banyak kalangan karena hingga sekarang masih banyak pihak yang menolak kontes ini. Bila dicermati, dalam kontes yang hanya dilakukan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Apakah ada tes IQ, matematika dan sejenisnya? Tidak! Yang dinilai hanyalah 1 konsep saja, yakni kecantikan. Meskipun para juri mengatakan bahwa para kontestan dinilai dengan konsep 3B, mengapa para finalis tetap mereka yang cantik dalam pengertian umum saja?
Simbol Penjajahan
Jika disadari kontes semacam ini hanyalah propaganda kapitalisme-liberalisme untuk menyebarluaskan paham kebebasannya. Umat digiring masuk ke dalam lembah maksiat. Mereka memperbanyak reklame di koran atau majalah, untuk menyeru agar masuk dalam arena kontes Ratu kecantikan yang berkedok wisata. Hiburan semacam itu akan banyak melalaikan kita dan terjerumus ke dalam lembah dosa.
Maha benar Allah dalam firmanNya :
وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ
Orang-orang kafir tidak henti-hentinya berusaha memerangi kalian hingga mereka berhasil mengeluarkan kalian dari agama kalian jika saja mereka mampu (QS al-Baqarah [2]: 217).
Saat ini paham kebebasan sudah sangat merajalela di semua aspek kehidupan, termasuk kebebasan bertingkah laku (al-hurriyah asy-syakhsiyah). Kebebasan yang kebablasan yang menjauhkan perempuan dari ikatannya dengan taqwa.
Kaum perempuan takkan mundur dari kebebasan perilakunya, karena standar kehidupannya bukan Islam, melainkan pemisahan Islam dari kehidupan (fashluddin ‘anil hayah), yang bernama lain sekularisme. Hal ini jelas bertentangan dengan kaidah syara’, di mana Islam memandang bahwa perbuatan harus terikat dengan Hukum Syara’.
Di samping itu, faktanya suara publik untuk mencegah perempuan bermaksiat masih minim. Akhirnya, perempuan masih saja dalam kubangan sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme. Ditambah lagi dengan kebijakan negara yang berlandaskan sekularisme, jelas takkan pernah memihak taqwa untuk menjaga warganya.
Jelaslah bahwa masyarakat, khususnya kaum perempuan, agar segera sadar untuk kembali kepada hukum Islam dan membuang jauh-jauh ide-ide kebebasan yang kufur, yang telah terbukti tidak membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi kaum perempuan, tapi justru membuat perempuan jadi rusak, bejat, dan hidup dalam kehinaan dan kesengsaraan.
Hanya Islam saja yang menjadi jalan keselamatan umat manusia, bukan yang lain. Wallaahu a’lam bi ash-shawab.