View Full Version
Senin, 04 Nov 2013

Hijrah Masih Tetap Berlaku Sampai Kiamat, Apa Hijrahmu?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Hijrah akan terus berlaku sehingga terputus taubat. Tidak terputus taubat sehingga matahari terbit dari barat. Begitulah isi sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang disampaikan Mu’awiyah Radhiyallahu 'Anhu. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Darimi dalam Sunannya)

Dalam hadits yang lain dari jalur Junadah bin Abi Umayyah, ada beberapa orang dari sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengatakan bahwa tidak ada lagi hijrah. Kemudian terjadi silang pendapat di antara mereka berkaitan hal tersebut. Kemudian Junadah pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menyampaikan hal tersebut. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ الْهِجْرَةَ لَا تَنْقَطِعُ مَا كَانَ الْجِهَادُ

“Sesungguhnya hijrah masih tetap ada selama masih ada jihad.” (HR. Ahmad, terdapat dalam Silsilah Shahihah no. 1674)

Adapun makna hadits dalam Shahihain, “Tidak ada lagi hijrah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat (beramal shalih)” adalah hijrah dari Makkah menuju Madinah setelah penaklukan kota Makkah oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Berarti saat itu Makkah sudah menjadi negara Islam. Kaum muslimin yang ada di Makkah, saat itu, tak diperintahkan lagi hijrah ke Madinah untuk menyelamatkan agama mereka dan menolong utusan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Sementara orang Islam yang berada di negara musyrik lagi kafir sehingga tak mampu menjalankan perintah-perintah agama dan menampakkan syi’arnya maka ia diwajibkan berhijrah ke negara Islam atau negara yang membolehkan dirinya menjalankan ajaran Islam.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا  إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا  فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?".  Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau pun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya.  Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Nisa’: 97-99)

Al-Hafidz Ibnu Katsir menerangkan bahwa ayat ini diturunkan berlaku umum untuk siapa saja yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrikin dan dia sanggup hijrah. Ia tak bisa menegakkan kewajiban dien di tempat tersebut. Jika ia tak mau hijrah maka ia telah menzalimi dirinya sendiri dan melakukan keharaman berdasarkan ijma’. Kecuali orang yang tak mampu secara modal, pengetahuan, kemampuan seperti kakek-kakek & nenek-nenek yang sudah renta, anak-anak kecil, dan orang yang tak punya kemampuan selainnya.

Imam al-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan: para sahabat kami & ulama-ulama lainny berkata: Hijrah dari daar Harb (negeri berperang terhadap islam) dan daar Islam tetap ada sampai hari kiamat. Mereka memaknakan hadits ini –maksudnya: tidak ada hijarah sesudah Fathu Makkah- menjadi dua pendapat:

Pertama, tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah dari Makkah karena ia telah menjadi negara Islam, maka berpindahan ke Madinah tidak lagi disebut hijrah.

Kedua, pendapat lebih benar, bahwa maknanya adalah hijrah yang utama, penting, dan diperintahkan yang dengannya pelakunya teristimewakan itu terputus dengan penaklukan kota Makkah.

Ini makna hijrah secara fisik dan materi. Ia tetap berlaku sampai akhir zaman untuk keselamatan dien seorang muslim dan untuk membela agama Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Adapun makna hijrah secara ma’nawi jauh lebih luas lagi. Yakni hijrah dari kemaksiatan kepada ketaatan. Maknanya juga mencakup hijrah dari sistem hidup kufur kepada sistem hidup yang Islami. Dalam hal ini kita tertuntut untuk menjalankan hijrah ini.

Kita jadikan moment Hijrah ini sebagai penguat diri untuk memperbaiki diri secara maksimal. kita tata dan manage hati kita supaya tidak lagi menjadi hati yang lalai lagi keras seperti batu karang. Kita bersihkan hati dari kotoran-kotorannya berupa kesyirikan, kekufuran, paham menyimpang, maksiat dan sikap durhaka.  

Kita sadari bahwa kesempatan baru telah ada di hadapan kita. Jika kita diberi umur mengisi tahun baru ini, maka hendaknya kita menjadi menusia yang merasa dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala; bahwa Dia menghimpun segala perbuatan kita dan akan menghisabnya.

يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا

Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh. . . ” (QS. Ali Imran: 30)

Sesungguhnya dunia berjalan ke belakang menjauhi kita. Sementara akhirat berjalan menghampiri kita. Setiap kita menjadi pecinta, maka jadilah pecinta akhirat jangan menjadi pecinta dunia. sesunggu hari-hari kita ini adalah saat beramal bukan dihisab. Sedangkan besok (di akhriat) saat kita dihisab dan bukan waktu beramal. Jika ingin baik, maka baiklah segera & mulai dari sekarang. Karena keinginan baik sesudah berpindah dari dunia tak ada gunanya.

Moment perpindahan tahun dari 1434 kepada 1435 Hijriyah ini kita jadikan semangat membuka lembaran baru dalam hidup kita. Yakni lembaran yang tak tertulis padanya kecuali kebaikan-kebaikan dan terhindar dari kemungkaran-kemungkaran. Semoga Allah membeirkan taufik kepada kita semuanya. Aamiin. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version