Penulis: Ustadz Fuad Al Hazimi
Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man menyebutkan bahwa dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi adalah Islam Fundamentalis dan Yahudi Ortodox.
Keduanya dia sebut sebagai “totalistic religious” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat public maupun privat (pribadi), termasuk wilayah politik. Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi namun sulit menerima liberalism, khususnya tentang kebebasan beragama.
(The End of History and The Last Man hal 217)
Umat Yahudi sendiri meyakini bahwa mereka adalah bangsa yang diberkahi oleh Allah dan berhak mendapatkan Tanah Yang Dijanjikan (Palestina).
Dalam Jeremiah 31 : 33-35 disebutkan :
"Thus says the Lord, Who gives the sun for light by day, And the fixed order of the moon and the stars for light by night, Who stirs up the sea so that its waves roar;. The Lord of hosts is His name. "If this fixed order departs from before Me, declares the Lord, Then the offspring of Israel also shall cease From being a nation before Me forever."
"Beginilah firman Tuhan, Siapa yang membuat matahari menerangi siang, Dan menetapkan urutan yang pasti pada bulan dan bintang-bintang yang menerangi malam hari, Siapa yang membangkitkan laut hingga gelombangnya bergemuruh. TUHAN semesta alam adalah nama-Nya :
"JIKA SEMUA KETENTUAN PASTI INI BERASAL DARI SISI-KU, DEMIKIANLAH FIRMAN TUHAN, “MAKA KETURUNAN ISRAEL JUGA AKAN BERAKHIR MENJADI BANGSA DI HADAPAN-KU SELAMANYA."
(Jeremiah 31 : 33-35)
Untuk mewujudkan mimpi mereka itu, pada tahun 1897 Theodore Herzl, pendiri gerakan zionis internasional menggelar kongres Zionis sedunia di Basel Swiss.
Peserta Kongres I Zionis itu mengeluarkan resolusi, yang di antara isinya :
"Bahwa umat Yahudi tidaklah sekedar umat beragama, namun adalah bangsa dengan tekad bulat untuk hidup secara berbangsa dan bernegara. Dalam resolusi itu, kaum zionis menuntut tanah air bagi umat Yahudi – walaupun secara rahasia – pada “tanah yang bersejarah bagi mereka” atau “Tanah Yang Dijanjikan Allah” yaitu Palestina.
Inilah mengapa sampai hari ini Islam masih tetap dianggap sebagai ancaman terbesar terhadap Barat dan khususnya terhadap mimpi Yahudi membentuk sebuah Negara Yahudi di Palestina. Islam masih dianggap sebagai ancaman ideologis yang paling serius sehingga Negara-negara Barat sangat khawatir terhadap munculnya Negara yang menerapkan ideologi Islam.
1) Sebab menurut Samuel Huntington,
Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa aman.
“Islam is the only civilization which has put the survival of the West in doupt, and it has done at least twice”
(Samuel Huntoington : The Clash of Civilization hal 209 – 210)
2) PM Israel, Benjamin Netanyahu
Ia menyatakan :
"Although its terrorist organizations have local objectives and take part in local conflict, the main motivation driving the terror network is an anti-western hostility that seeks nothing less than a reversal of history. WHAT IS AT STAKE TODAY IN NOTHING LESS THAN THE SURVIVAL OF OUR CIVILIZATION".
"Walaupun organisasi-organisasi teroris Palestina itu hanya melakukan aktifitas yang sifatnya lokal dan terlibat dalam konflik lokal saja, namun sebenarnya tujuan utama mereka adalah memicu peperangan melawan Barat yang tujuan akhirnya tidak lain adalah mengembalikan kejayaan sejarah masa lalu mereka. APA YANG KAMI LAKUKAN SAAT INI HANYALAH MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI PERADABAN KAMI".
(Fighting Terrorism : How Democracies Can Defeat the International Terrorist Network)
3) George W Bush,
Mantan Presiden Amerika Serikat, dalam sebuah pernyataannya mengatakan :
"The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses, enabling them to overthrow all moderate governments in the region and establish a radical Islamic empire that spans from Spain to Indonesia,“
"Kaum militan percaya bahwa dengan mengontrol satu negara akan menggerakkan massa umat muslim, dan memberikan kemampuan buat mereka untuk menggulingkan seluruh pemerintahan moderat di daerah tersebut dan mendirikan sebuah imperium Islam radikal yang terbentang dari Spanyol sampai Indonesia".
(Bush Declares War on Radical Islam : by Daniel Pipes : New York Sun October 11, 2005)
4) Tony Blair
mantan Perdana Menteri Inggris dalam wawancara dengan BBC saat mendiskusikan tentang perang melawan Islam dengan tepat mendeskripsikan :
“We have learned how to fight it but we haven’t destroyed its ideology,”
“Kita telah mempelajari bagaimana memeranginya tetapi kita belum dapat menghancurkan ideologinya”
(Samir Khan : The Media Conflict : Inspire Magz Vol VII, Spring 2011)
5) George W. Bush
“Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi” (Kompas, 6/11/2004).
Oleh karena itulah Barat dan Yahudi akan terus memaksakan kaum muslimin untuk menerapkan sistem demokrasi sebagai tatanan dan aturan kenegaraannya karena ini sangat penting untuk melanjutkan hegemoni mereka atas dunia Islam sekaligus memberangus kekuatan Islam yang menegakkan syari'at Islam. Di samping untuk mengadu domba antar sesama umat Islam, mengingat potensi perpecahan yang sangat kuat sebagai dampak perbedaan penyikapan terhadap penerapan demokrasi yang dilakukan oleh gerakan-gerakan Islam ini.
Umat Islam mau tidak mau tetap harus menerapkan demokrasi dalam tatanan kenegaraannya karena Barat telah menanam kaki tangannya di setiap negara kaum muslimin.
Sehingga hampir-hampir tidak ada satupun negara berpenduduk mayoritas muslim kecuali mereka menjadikan demokrasi sebagai aturan kenegaraannya. Namun faktanya, dalam sistem demokrasi yang diterapkan di Negara-negara kaum muslimin pun, manakala partai yang mengusung isu Syari’ah Islam memperoleh kemenangan serta merta Barat melalui kaki tangannya, langsung memberangusnya.
Diberangusnya FIS (Front Islam Du Salute) di Aljazair, Parta Refah di Turki dan yang masih lekat dalam ingatan kita, dikudetanya presiden Muhammad Mursi serta terbunuhnya 6000 an kaum muslimin Mesir hanya dalam 6 bulan adalah bukti nyata statemen ini.
Karena memang pada kenyataannya demokrasi sangat merugikan Islam, maka pertanyaan yang muncul di benak kita adalah :
1) “Sistem Islam seperti apakah yang akan kita terapkan untuk menggantikan demokrasi ?”.
Pertanyaan ini harus lebih dahulu dikedepankan sebelum pertanyaan selanjutnya yaitu :
2) “Bagaimana caranya menggantikan demokrasi dengan sistem tersebut”.
Dalam situasi dan tantangan dakwah yang amat sangat berat saat ini, di tengah keterpurukan umat Islam dan cengkeraman kuku-kuku Neo Kolonialisme Barat, para pejuang Islam perlu duduk bersama untuk mendiskusikan dengan tenang, meminimalisasi ta'ashub, penuh semangat ukhuwwah Islamiyyah, husnuzhon dan tasamuh tetapi tanpa meninggalkan sikap kritis sembari tidak henti-hentinya untuk terus menegakkan kewajiban tawashi bil haq dan tawashi bish shobr
Wallohu a'lam bish showab