JAKARTA (voa-islam.com) - Dosen Fisipol UGM, Arie Sujito, menilai kembali terpilihnya ketua MPR dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP) adalah sebuah ancaman serius bagi kubu Jokowi-JK.
"Karena itu kubu Jokowi jangan sampai terjebak pada politik transaksional," ujarnya, Rabu (08/10).
Arie menyarankan agar Jokowi tetap konsisten dalam membuktikan bahwa ia bekerja untuk rakyat. Dengan begitu, dikatakanya akan ada legitimasi kuat yang dimilikinya.
"Sehingga jika Jokowi diganggu parlemen maka yang membela rakyat. Langkah yang paling tepat bagi Jokowi sekarang adalah harus memilih mentri yang benar-bemar bersih. Jangan sampai salah pilih karena akan menjadi blunder yang dapat berdampak pada gelombang dukungan rakyat," katanya.
Dalam kesempatan itu Arie juga mengomentari sikap PDIP sebagai partai pemenang pemilu yang dinilai tidak punya peran apapun dalam memainkan seting agenda politik yang ada. Pasalnya yang terjadi justru kubu Koalisi Merah Putihlah yang selalu membuat setting dan melempar isu.
Wacana Boikot Pelantikan Jokowi Santer Beredar di Publik
Wacana pemboikotan pelantikan Joko Widodo alias Jokowi dan Jusuf Kalla santer beredar di publik, Kubu Jokowi sudah mencium gelagat adanya manuver untuk menggagalkan pelantikan Presiden yang akan datang.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai wacana untuk memboikot dan menolak pelantikan Jokowi-JK mencederai demokrasi dan suara rakyat.
"Model kepungan kekuasaan tsb sudah tidak relevan lagi dalam alam demokrasi sekarang ini," ujar Hasto di Jakarta, Sabtu (2/8).
Hasto mengkritik keras pernyataan beberapa pihak termasuk politisi PKS Gamari Sutrisno yang akan memboikot pelantikan Jokowi-JK di MPR/DPR.
Hasto mengingatkan bahwa dalam berpolitik itu semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi. Sebab konstitusi merupakan nyawa dari sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia.
"Jadi kalau ada ancam mengancam hanya karena ambisi kekuasaan, selain mencederai suara rakyat, juga tidak elok dalam tradisi politik yang berkeadaban," tegasnya.
Sementara itu Idrus Marham kordinator dari Koalisi Merah Putih (KMP) mengatakan KMP tidak akan memboikot pelantikan Jokowi-JK.
Meskipun KMP bersikap kritis terhadap Jokowi-JK namun KMP tetap mendukung pelantikan Jokowi-JK. Pasalnya, kata Idrus, pelantikan Jokowi-JK merupakan mandat konstitusi.
"Saya ketika proses pemilu kemarin kritis pada Jokowi-JK tapi setelah menang kita harus menghargai konstitusi itu," ujar Idrus, Senin (6/10).
Idrus berharap kubu Jokowi-JK tidak berprasangka buruk terhadap KMP. Dia menyatakan tindak politik harus didasarkan pada pikiran dan hati yang bersih.
"Jadi kalau ada pikiran dari mereka akan diboikot, KMP akan boikot itu pikiran kotor," kata Idrus.
Sebelumnya Ketua Bidang Politik DPP PDIP, Puan Maharani menengarai adanya upaya pemboikotan pelantikan Jokowi-JK oleh KMP. Puan khawatir realisasi dari wacana itu akan menggalkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden.
"Jangan sampai tanggal 20 Oktober terjadi wacana pemboikotan dan menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih," kata Puan kepada wartawan di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (3/10).
PDIP Panik
Mantan Presiden RI yang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melalui akun Twitter-nya pada 1 Oktober lalu mengatakan: “1 Anggota DPR kebal hukum? 2. Pilkada oleh DPRD? 3. Ketua & wakil ketua DPR politisi busuk? Saya tidak akan menahan aksi #peoplepower.”
Pernyataan Megawati itu kemudian ditanggapi oleh adik kandungnya yang juga politisi senior, Rachmawati Soekarnoputri, pada Selasa malam kemarin (7/10). “Untuk membela dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan seluruh elemen bangsa yang cinta Tanah Air harus mewaspadai manuver Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan anak buahnya,” demikian kata Rachma lewat pesan singkatnya.
Demikian pula halnya pernyataan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis MH, yang merupakan kader PDIP, kata Rachma, merupakan suatu perbuatan sparatis yang dapat dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap NKRI.
Cornelis memang sempat menyatakan akan mengusulkan referendum ke Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kalau ada upaya penjegalan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden. Cornelis mengatakan, akan mengajukan tiga opsi: cabut Undang-Undang Pilkada, pembentukan negara bagian, dan merdeka per pulau.
Menurut Cornelis, usulan tersebut baru sekadar wacana pribadinya karena sikap elite partai seolah memperlemah rakyat. Cara ini, katanya, merupakan langkah kuno, padahal masyarakat mulai cerdas dalam menyikapi perpolitikan, namun sebaliknya demokrasi justru menurun. "Ini baru usulan saja. Saya akan ajukan referendum kepada daerah melalui APPSI melalui ketuanya Syarul Yasin Limpo, Gubernur Sulsel," ujar Cornelis, Ahad lalu (5/10).
Lalu, benarkah akan terjadi people power seperti "diprediksi" Megawati? Mungkin, yang bisa menjawab pertanyaan itu hanya Megawati sendiri. [gnews/ahmed/voa-islam.com]