View Full Version
Rabu, 03 Dec 2014

Sahabat Ibnu Mas'ud Menghapus 2 Surah dalam Al-Qur'an?

Kita sepakat bahwa Al-Qur’an memiliki 114 surah, dari al-Fatihah sampai an-Naas. Tidak ada khilaf di antara kita sebagai umat Islam dalam hal tersebut. Namun bagaimana jika ada yang menyelisihi hal tersebut? Bahkan yang menyelisihi itu seorang sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Masa sih? 

Benar, ada seorang sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang awalnya menyelisihi penetapan jumlah surah al-Qur’an tersebut. Beliau berpendapat bahwa jumlah surah al-Qur’an ada 112 surah saja, dua surahnya lagi bukanlah bagian dari al-Qur’an. Dua surah itu adalah surah Al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). Sahabat Nabi tersebut bernama Abdullah bin Mas'ud radiallahu 'anhu.

Apa ada riwayatnya tentang hal itu?

Iya ada, ini dia :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا الأَزْرَقُ بْنُ عَلِيٍّ، ثنا حَسَّانُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الصَّلْتِ بْنِ بَهْرَامَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّهُ كَانَ يَحُكُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ مِنَ الْمَصَاحِفِ، وَيَقُولُ: إِنَّمَا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُتَعَوَّذَ بِهِمَا، وَلَمْ يَكُنْ يَقْرَأُ بِهِمَا 

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin hanbal : Telah menceritakan kepada kami Al-Azraq bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Hassaan bin Ibraahiim, dari Ash-Shalt bin Bahraam, dari Ibraahiim, dari ‘Alqamah, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud) : Bahwasannya ia menghapus surat Al-Mu’awwidzatain dari mushhaf-mushhaf, dan berkata : “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam hanyalah memerintahkan kita untuk ber-ta’awwudz dengannya”. Dan ia (Ibnu Mas’uud) tidak membacanya (dalam mushhaf)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir no. 9152; sanadnya hasan).

حَدَّثنا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثنا عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابَةَ، وَعَاصِمُ ابْنُ بَهْدَلَةَ، أَنَّهُمَا سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ، يَقُولُ: سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ عَنِ الْمُعَوِّذَتَيْنِ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ ! إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَحْكِهِمَا مِنَ الْمُصْحَفِ، قَالَ: إِنِّي سَأَلَتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قِيلَ لِي: قُلْ، فَقُلْتُ، فَنَحْنُ نَقُولُ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

“Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Abi Lubaabah dan ‘Aashim bin Bahdalah, keduanya mendengar Zirr bin Hubaisy berkata : Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’b tentang surat Al-Mu’awwidzatain(QS. Al-Falaq dan An-Naas). Aku berkata : “Wahai Abul-Mundzir, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’uud menghapusnya dari mushhaf”. Ubay berkata : “Sesungguhnya aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda : ‘Dikatakan kepadaku : Qul (katakanlah), lalu akupun mengatakannya. Lalu kami pun mengatakannya sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.” (Diriwayatkan oleh Al-Humaidiy no. 378; sanadnya hasan)

أَخْبَرَنَا عِمْرَانُ بْنُ مُوسَى بْنِ مُجَاشِعٍ، حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، قَالَ: قُلْتُ لأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: إِنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ لا يَكْتُبُ فِي مُصْحَفِهِ الْمُعَوِّذَتَيْنِ، فَقَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَالَ لِي جِبْرِيلُ: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ فَقُلْتُهَا، وَقَالَ لِي: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ فَقُلْتُهَا ".فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Imraan bin Muusaa bin Mujaasyi’ : Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari ‘Aashim, dari Zirr, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Ubay bin Ka’d : “Sesungguhnya Ibnu Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf”. Lalu ia (Ubay) berkata: “Telah berkata kepadaku Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: ‘Jibriil telah berkata kepadaku : Qul a’uudzu bi-rabbil-falaq. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya). Dan dikatakan kepadaku : Qul a’uudzu birabbin-naas. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya)’. Maka kami pun mengatakan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 797; sanadnya hasan)

Apa alasan sahabat Ibnu Mas’ud berpendapat demikian?

Ibnu Qutaibah berkata : ‘’Abdullah bin Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf karena ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memohon perlindungan (kepada Allah) dengan membaca Al-Mu’awwidzatain untuk Al-Hasan dan Al-Husain radliyallaahu ‘anhumaa” (Tafsiir Al-Qurthubiy, 20/251)

Lalu, bagaimana kita menyikapi hal tersebut?

Mari perhatikan pendapat para Ulama dalam mendudukkan masalah ini!

Al-Imam Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :

وزعم ابن مسعود أنهما دعاء تعوذ به، وليستا من القرآن؛ خالف به الإجماع من الصحابة وأهل البيت. قال ابن قتيبة: لم يكتب عبدالله بن مسعود في مصحفه المعوذتين؛ لأنه كان يسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يعوذ الحسن والحسين - رضي الله عنهما – بهما

“Ibnu Mas’uud menyangka bahwa Al-Mu’awwidzatain merupakan doa untuk ta’awwudz(memohon perlindungan), dan bukan bagian dari Al-Qur’an. Dengan pendapat tersebut, ia telah menyelisihi kesepakatan para shahabat dan ahlul-bait (bahwa Al-Mu’awwidzatain merupakan bagian dari mushhaf Al-Qur’an). (Tafsiir Al-Qurthubiy, 20/251)

Al-Imam Al-Bazzaar rahimahullah berkata :

وهذا الكلام لم يتابع عبد الله عليه أحد من أصحاب النبي وقد صح عن النبي أنه قرأ بهما في الصلاة وأثبتتا في المصحف

“Perkataan ini (bahwasannya Al-Mu’awwidzatain bukan bagian dari Al-Qur’an), tidak ada seorang shahabat Nabi pun yang mengikuti ‘Abdullah (bin Mas’uud). Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahwasannya beliau membaca Al-Mu’awwidzatain dalam shalat, dan menetapkannya dalam mushhaf” (Bahruz-Zakhaar no. 1586)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata :

كل ما روى عن ابن مسعود من أن المعوذتين وأم القرءان لم تكن في مصحفه فكذب موضوع لا يصح وانما صحت عنه قراءة عاصم عن زر بن حبيش عن ابن مسعود وفيها أم القرءان والمعوذتان

“Semua yang riwayat yang berasal dari Ibnu Mas’uud yang menyatakan bahwa surat Al-Mu’awwidzatain dan Ummul-Qur’aan (Al-Faatihah) tidak ada dalam mushhaf, maka itu dusta, palsu, dan tidak shahih. Yang shahih dari Ibnu Mas’uud hanyalah qira’aat (Al-Qur’an) ‘Aashim, dari Zirr bin Hubaisy, dari Ibnu Mas’uud yang padanya terdapat Ummul-Qur’aan dan Al-Mu’awwidzatain” (Al-Muhallaa, 1/13)

Perkataan Ibnu Hazm di atas disepakati oleh An-Nawawiy rahimahumallah dalam Al-Majmuu’, 3/396. Namun pendapat Al-Imam Ibnu Hazm yang mengatakan riwayat tersebut tidak shahih maka ini tidak benar, yang benar riwayat tersebut shahih. Wallahu’alam.

Begitulah pendapat para Ulama dalam menyikapi riwayat-riwayat tersebut. Namun, Alhamdulillah, sahabat Ibnu Mas’ud radiyallahu’anhu sudah rujuk dari pendapat beliau tersebut.

Al-Imam Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :

وهذا مشهور عند كثير من القراء والفقهاء: أن ابن مسعود كان لا يكتب المعوذتين في مصحفه، فلعله لم يسمعهما من النبي صلى الله عليه وسلم، ولم يتواتر عنده، ثم لعله قد رجع عن قوله ذلك إلى قول الجماعة، فإن الصحابة، رضي الله عنهم، كتبوهما في المصاحف الأئمة، ونفذوها إلى سائر الآفاق كذلك، ولله الحمد والمنة

“Aku katakan: Ini masyhuur menurut kebanyakan  qurra’ dan fuqahaa’ bahwasannya Ibnu Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf-nya. Barangkali ia tidak pernah mendengar sebelumnya dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan tidakmutawatir riwayat tersebut darinya (Ibnu Mas’uud). Dan sungguh ia telah rujuk dari pendapatnya itu kepada pendapat jama’ah, karena para shahabat radliyallaahu ‘anhum telah menuliskannya (Al-Mu’awwidzatain) dalam mushhaf-mushhaf para imam dan menyebarluaskannya ke seluruh pelosok negeri. Walillaahil-hamd wal-minnah” (Tafsiir Ibni Katsiir, 8/531)

‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu ‘anhu – betapapun ketinggian kedudukannya di kalangan shahabat – bukanlah manusia yang ma’shum. Ia berkata hanya sebatas apa yang diketahui dan dipahami saja, sehingga (pernah) berpendapat Al-Mu’awwidzatainbukan termasuk bagian dari Al-Qur’an yang dibaca dalam shalat. Namun ia telah keliru. Yang menjadi hujjah adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bukan selainnya. Oleh karena itu, setelah mengetahuinya, Ibnu Mas’uud tidak segan-segan rujuk kepada kebenaran. Wallahu’alam. [PurWD/voa-islam.com]

* Penulis : Muhammad Rizki (Mahasiswa S1 Tafsir Hadits, UIN SUSKA Riau)


latestnews

View Full Version