Sahabat VOA-Islam...
Sore itu gerimis mulai turun satu-satu saat saya tiba di Stasiun Sudirman. Seperti biasa saya berniat membeli gorengan tempe dan bakwan disiram sambal kacang yang banyak dijajakan di kios yang berjajar di bagian barat stasiun dekat pintu masuk dari arah Pasar Blora.
Tetapi saya harus kecewa karena ternyata, semua kios disana sudah dibongkar. Berdasarkan info dari petugas stasiun kios-kios tersebut dibongkar karena dianggap mengganggu arus penumpang yang akan masuk stasiun.
“Jalanan jadi sempit mas, kasihan kalau ada penumpang yang sedang buru-buru ngejar kereta jadi terhambat dan tabrak sana sini,” begitu menurut petugas yang berjaga di gate peron jalur satu.
Sampai disini sebenarnya saya bisa memahami, sebab sayapun pernah mengalami berlari-lari mengejar kereta dan harus bertabrakan dengan orang-orang yang sedang membeli gorengan, mie ayam, somay dan sebagainya di deretan kios-kios itu.
Masalahnya adalah, saat PT KAI begitu bersemangat mengusir pedagang-pedagang kecil dari Stasiun Sudirman dan juga dari stasiun-stasiun yang lain, pada saat bersamaan PT KAI menggelar karpet merah untuk tenant resto modern. Mereka bukan hanya diterima, disambut dengan jabat erat dan peluk cium dari para petinggi PT KAI, tetapi mereka juga diberikan tempat yang strategis dan mudah diakses seluruh penumpang.
Untuk Stasiun Sudirman misalnya, ritel Seven Eleven disediakan tempat tepat di pintu masuk peron jalur satu. Ini bisa dibilang lokasi premium sebab penumpang yang berkantor di kawasan Sudirman, Senayan bahkan Kuningan lewat sini untuk masuk ke dalam stasiun.
Berikutnya, ada Roti O’ yang beruntung menempati lokasi di lantai dua stasiun. Lantai dua ini juga sangat strategis karena merupakan pintu masuk utama. Semua penumpang dari arah Thamrin masuk melalui pintu ini. Demikian juga sebagian penumpang dari Sudirman dan Kuningan. Setelah masuk melalui pintu atas ini baru kemudian penumpang terbagi ke jalur satu untuk penumpang yang akan ke Tangerang dan Serpong serta ke jalur dua bagi yang rumahnya di Depok atau Bogor.
Di depan Roti O’ ada Indomaret, kemudian diantara keduanya ada Starbucks. Luar biasa bukan?
Berdasarkan kalkulasi bisnis langkah PT KAI ini bisa dipahami, tetapi sebagai sebuah BUMN yang seluruh sahamnya dimiliki negara, perusahaan juga tidak boleh abai terhadap nasib pedagang kecil yang selama ini menggantungkan asa pada perdagangan di sekitar Stasiun Sudirman.
Jika alasannya adalah kebersihan dan ketertiban, sesungguhnya para pedagang ini pasti bersedia jika ada pembinaan yang dilakukan pihak PT KAI. Apapun alasannya, berdagang dan berusaha adalah hak setiap anak bangsa dan cara untuk membuat stasiun atau tempat publik lainnya menjadi lebih nyaman bukan dengan menggusur rakyat kecil.
Jika sudah begini, artinya apa yang dilakukan PT KAI justru bertolak belakang dengan semangat Nawa Cita dan ideologi Trisakti yang menjadi jargon pemerintahan Presiden Jokowi. Pemerintah melalui tangan BUMN PT KAI telah menjadi kaki tangan kapitalisme dan mengabaikan rakyat kecil. [Azzam/sharia/voa-islam.com]