JAKARTA (voa-islam.com) - Tampaknya Presiden Jokowi yang didukung partai-partai sekuler (kecuali PPP versi Romahurmuzy), akan maju kembali pada Pilpres 2019, agar dapat berkuasa dua periode masa jabatan sebagaimana Presiden SBY.
Namun itu semua tergantung dari kinerja Presiden Jokowi dan Wapres JK serta Kabinet Kerjanya selama 5 tahun kedepan. Sementara mayoritas partai Islam yang mendukung Prabowo pada pemilu lalu, hingga sekarang belum mempersiapkan diri untuk tampil berkuasa pada 2019 nanti, padahal persiapan partai sekuler untuk kembali berkuasa pasca 2019 terus berjalan sesuai dengan schedulenya.
Kelengahan partai Islam ini, tampaknya secara diam-diam dimanfaatkan kelompok Cina Kristen dan Katolik untuk tampil di panggung politik nasional setelah mereka berhasil menguasai perekonomian nasional sejak zaman Orba lalu.
Selain berhasil menguasai 80 persen perekonomian nasional, kelompok Cina Kristen dan Katolik di zaman kepemimpinan Presiden Jokowi ini boleh dikatakaan sudah berhasil menguasai 50 persen politik nasional, tinggal 50 persen lagi akan dituntaskan pasca 2019 nanti, begitulah ambisi mereka.
Sementara partai Islam dan umat Islam Indonesia justru disibukkan dengan PR nya sendiri-sendiri, padahal musuh sudah ada didepan mata dan didepan hidung.
Berikut ini wawancara Abdul Halim dari Voa-Islam.Com dengan Ketua Umum DPP PBB, Dr HMS Ka’ban MSi. Bagaimana tekad dari partai-partai Islam untuk memenangkan Pemilu dan Pilpres 2019. Sebagian hasil wawancara ini pernah dimuat di Tabloid Suara Islam.
Ada yang mengatakan partai Islam dan partai sekuler sama saja, sama sama korupnya. Bagaimana komentar anda ?
Cara berfikir seperti itu jelas keliru, ketika menyamakan partai Islam dengan perilaku orang-orang berpolitik. Partai Islam memiliki misi yang sarat dengan nilai-nilai keIslaman, tetapi kemudian antara Islam dan orang Islam dipersamakan, maka tidak semua orang yang beragama Islam memilih partai Islam sebagai pilihan politiknya. Partai politik Islam dengan orang Islam sangatlah berbeda, dari segi filosofi dan landasan perjuangannya. Kalau partai Islam membawa misi Islam. Tetapi kalau ada orang dari partai Islam yang berperilaku tidak sesuai dengan Islam, yang salah bukan partai politiknya tetapi perilakunya yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan Islam. Kalau partai non Islam melakukan hal yang sama, saya kira sama-sama manusia sebagai pelakunya.
Tahun lalu Anda berkunjung ke Istambul, Turki. Partai Islam AKP sekarang sedang memimpin Turki. Apakah partai Islam di Indonesia perlu mencontoh AKP supaya bisa memimpin negara ?
Saya haqqul yaqin, masalah partai Islam tampil berkuasa di Indonesia itu hanya masalah waktu saja menunggu giliran. Tetapi itu memerlukan tokoh-tokoh politik Islam yang sesuai dengan harapan masyarakat. Mungkin sekarang para tokoh politik Islam belum bisa memenuhi keinginan masyarakat. Peluang partai Islam tampil berkuasa hanya tinggal tunggu waktu saja. Berkuasanya partai Islam AKP di Turki sekarang ini bukan sebuah peristiwa yang tiba-tiba tetapi memerlukan waktu 80 tahun. Bayangkan, selama waktu itu partai Islam di Turki tidak diberikan kesempatan untuk memberikan jaminan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Turki.
Sehingga mereka tidak mendapat peran dan tidak menjadi pilihan rakyat. Partai Islam AKP sekarang tampil setelah 80 tahun disingkirkan oleh penguasa sekuler sejak Kekhalifahan Turki Usmani dibubarkan Mustafa Kamal Attaturk tahun 1924 lalu. Jadi ini bukan suatu proses politik yang pendek. Sedangkan di Indonesia selama 68 tahun merdeka, partai Islam belum menjadi pilihan masyarakat. Kenapa partai Islam AKP bisa memimpin Turki, karena partai partai sekuler seperti Partai Demokrat dan Partai Nasionalis Turki, mengecewakan rakyat selama mereka berkuasa, sehingga rakyat berbalik memilih AKP. Apalah partai AKP memiliki tokoh yang kredibel, kuat dan diakui kejujurannya serta memiliki komitmen keislaman yang tinggi.
Pasalnya, partai-partai sekuler di Indonesia selama 68 tahun ini, ketika mereka memimpin negara dan pemerintahan, mereka hanya pandai menumpuk hutang luar negeri.
Di Indonesia, hal itu bukan tidak mungkin terjadi dimasa depan. Pasalnya, partai-partai sekuler di Indonesia selama 68 tahun ini, ketika mereka memimpin negara dan pemerintahan, mereka hanya pandai menumpuk hutang luar negeri. Bayangkan, 68 tahun Indonesia merdeka dipimpin kelompok nasionalis sekuler dari parpol yang menolak dasar agama dengan menggunakan berbagai dasar perjuangan, tetapi yang terjadi adalah ketimpangan ekonomi, hutang luar negeri semakin meningkat dan peradaban bangsa yang semakin tidak jelas. Mungkin suatu saat nanti akan lahir generasi baru yang lebih kritis dan cerdas serta mereka ingin mencari alternatif dan mungkin itu ada pada parpol Islam. Tetapi parpol Islam yang mana, sejarahlah yang akan menjawabnya.
Mengapa selama 68 tahun dipimpin partai sekuler, rakyat tidak sadar kalau kondisinya tambah memprihatikan dengan hutang luar negeri semakin menumpuk ?
Kesadaran untuk memilih karena kurang komunikasi dan kurang mampu meyakinkan masyarakat, juga kurang adanya keberpihakan dari media massa terhadap parpol Islam. Saya kira tampilnya partai Islam untuk berkuasa hanya masalah waktu saja. Juga tampilnya pemimpin Islam yang betul betul bisa meyakinkan masyarakat. Bagaimanapun juga parpol adalah untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada para figur dan tokohnya.
Belajar dari kasus kemenangan Partai Islam FIS Aljazair dan Ikhwanul Muslimin Mesir, apakah jika partai Islam memenangkan pemilu, TNI akan bergerak untuk melikuidasinya ?
Perlu banyak penjelasan kepada rakyat, seperti Islam dan politik Islam serta negara. Banyak yang salah kaprah dalam memahami kehidupan ber NKRI. Jika kita sudah hidup dalam NKRI, maka pola fikirnya ya NKRI. Politik kita ya politik Indonesia. Kita para pejuang ini perlu bagaimana mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam kita terjemahkan dalam kehdupan politik di Indonesia. Indonesia negara berdasarkan Ketuhanan YME.
Bagi umat Islam, Ketuhanan YME adalah Tauhid. Jadi nilai-nilai Tauhid harus diterjemahkan kedalam kehidupan politik, perilaku politik dan perjuangan politik. Nilai-nilai Ketuhanan seperti nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, harus kita terjemahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus bisa menjelaskan kepada masyarakat jangan alergi terhadap Islam. Mesti ada kemampuan menerjemahkan nilai-nilai Islam kedalam kehidupan bernegara.
Bagaimana cara meyakinkan TNI, jika partai Islam berkuasa maka kasus Aljazair dan Mesir jangan sampai terulang di Indonesia ?
Kenapa harus dibenturkan kekuatan Islam dan TNI. Jenderal Soedirman sebagai Bapak TNI adalah kader Muhammadiyah, Hizbullah dan Hizbul Wathan. Kekuatan Islam dan TNI jangan sampai dibenturkan. Bagaimanapun TNI merupakan salah satu institusi negara yang berkewajiban membela NKRI, maka TNI harus satu kesatuan dengan rakyat. Dalam sumpah prajurit, ada kalimat “Bertaqwa kepada Tuhan YME”. Maka tidak perlu lagi ada dikotomi antara kekuatan politik Islam dan tentara, jelas itu sangat keliru. (Abdul Halim/Voa-Islam.Com)