Oleh : Muhammad Yusron Mufid
Seorang artis tenar bernama Teuku Wisnu yang kini sepertinya sedang berubah menjadi pribadi lebih baik dan pribadi lebih Islam -Semoga Allah menolongnya- baru-baru ini terdengar heboh di media. Pasalnya didalam salah satu acara stasiun tv oleh sebagian orang Teuku Wisnu dianggap melontarkan pernyataan yang salah perihal Do’a AlFatihah kepada si mayit. Terlihat berbagai kata kritikan bahkan celaan dan makian menghujani beliau. Ironisnya juga, celaan tersebut dilakukan dari mereka yang mengaku mengetahui lebih mengetahui dalil tentang Do’a AlFatihah tersebut seakan-akan mereka adalah orang yang selalu benar. Sejujurnya hal ini membuat penulis miris dan gerah.
Disini penulis tidak akan menyoroti benar atau salahnya pernyataan Teuku Wisnu tersebut. Bagi penulis, Teuku Wisnu adalah seorang manusia biasa, sama halnya seperti penulis. Mungkin saja Teuku Wisnu salah, mungkin saja benar. Setahu penulis yang masih awam ini, yang dipersoalkan dalam kasus diatas adalah persoalan khilafiyah yang memang terjadi perbedaan pandangan diantara ulama. Tetapi yang ingin saya soroti adalah cara seorang muslim dalam menasehati saudaranya. Mungkin banyak juga diantara pembaca yang sering dinasehati dengan cara kasar seperti ungkapan senada :
“Ibadahmu tidak ada dasar dan dalilnya ! ,”
“Baru kemarin saja berjenggot, sudah bicara macam-macam, bahkan baca kitab kuning-pun belum bisa !”
Sejujurnya ungkapan senada seperti ini membuat saya gerah karena dapat merusak persaudaraan Islam dan melemahkan barisan ditengah gempuran bertubi-tubi dari kalangan luar terhadap Islam. Setahu saya, Islam adalah agama pertengahan dan proporsional. Keras dan tegas dalam melakukan perlawanan terhadap kedzaliman dimuka bumi dengan semangat Jihad fi sabilillah tetapi juga lemah-lembut dan santun dalam berdakwah kepada cahaya Islam. Mengajari manusia terutama bagi mereka yang mencoba belajar dan yang belum sampai pengetahuan terhadapnya. Kita harus menasehati dengan cita dan kasih sayang, menghendaki kebaikan atas saudara kita bukan dengan kesan merasa lebih hebat, lebih sholeh, lebih berilmu dan lebih-lebih yang lain. Firman Allah :
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik . Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” ( surah An-Nahl : 125)
Top of Form
Coba lihat keteladanan nabi Musa Alaihissalam dan saudaranya Harun ketika berseru kepada Fir’aun. Kurang durhaka apa coba seorang Fir’aun, mengaku Tuhan dan memaksa rakyatnya untuk mengakuinya. Tetapi, meskipun begitu durhakanya Fir’aun kepada Allah, tetap Allah memerintahkan nabi Musa untuk menasehatinya dengan cara lembut dan bijaksana. Sebagaimana yang digambarkan dalam AlQur’an :
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha (20): 43-44)
Itu Fir’aun lho dengan kesombongan selangit, apalagi dengan sesama saudara muslim bahkan persoalan khilafiyah. Tentunya sangat miris jika hanya karena itu mulut kita jadi kejam mencaci. Rasulullah pun telah mengajari akhlak yang luhur dalam menasehati dan mengajari manusia :
Suatu ketika seorang Arab Badui (Pelosok) pergi ke kota Madinah, layaknya orang pelosok yang sangat awam tentang nilai-nilai dalam ajaran Islam. Kemudian ia pergi ke Masjid. Sampai di masjid, seketika orang Badui tersebut hendak menunaikan hajatnya, maka ia kencing disalah satu sisi masjid. Sontak melihat hal tersebut para sahabat marah dan menghardik orang Arab Badui tersebut. Namun sebelum para sahabat bertindak lebih jauh, dengan akhlak mulia Rasulullah mencegahnya dan menyuruh para sahabat untuk menunggu sampai orang Arab Badui tersebut menuntaskan kencingnya. Setelah selesai, nabi menyuruh para sahabat untuk membersihkan bekas kencing orang Badui tersebut. Lalu nabi memanggil orang Arab badui tersebut seraya berkata dengan penuh kasih sayang : “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk shalat, membaca al Qur’an dan dzikrullah”
Terharu dengan akhlak luhur Rasulullah, orang Arab Badui yang awam itu memohon kepada Allah dengan permintaan yang sederhana, barangkali sesederhana penampilannya. Ia berdoa : “Ya Allah sayangilah saya dan Muhammad, dan janganlah engkau sayangi seorang selain kami berdua"
Masya Allah, betapa mulia akhlakmu wahai Rasulullah kepada rakyat kecil. Mengajari orang-orang awam yang butuh pengajaran dengan keteladanan akhlak dan kelemah-lembutan. Semoga kita dijauhkan dari sikap kasar dan mulut yang kejam terlebih ketika menasehati sesama saudara muslim yang tak sengaja berbuat salah atau butuh pengajaran, agar persatuan tetap terjaga ditengah gempuran bertubi-tubi dari kalangan yang tak suka Islam berjaya. Wallahua’lam
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”
(QS. Ali Imron: 159)