Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc
Akhir-akhir ini beredar ungkapan yang sangat disukai suatu ‘kaum’ demi memuluskan jalan bagi seorang kafir untuk memimpin negerinya.
Mereka menyebar perkataan yang mereka klaim sebagai perkataan Ali ra, yaitu, “Pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.”
Siapa muslim yang tidak mengormati Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu?!
Semua mencintai dan memuliakannya. Maka akan tampak sekali betapa kata-kata tersebut akan memberikan pengaruh kaum muslimin, terutama yang awam.
Tahukah anda, dibalik kata-kata itu ada racun Syi’ah? Jangan marah dulu….
sini saya jelaskan.
Ungkapan itu bukan perkataan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu,
tapi perkataan seorang tokoh ulama (baca: pendeta) Syiah yang bernama Ali bin Musa bin Ja’far bin Thawus, dikenal dengan sebutan Sayyid Ibnu Thawus, Tokoh ulama Syiah asal Irak yang lahir tahun 589. (Lengkapnya silakan lihat Wikipedia)
Pintarnya mereka (baca: liciknya) adalah ketika menyebut sumber ungkapan tersebut hanya menulis Ali ra saja, tidak menyebut nasabnya dengan lengkap, agar para pembaca mengira bahwa itu adalah ungkapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, tentu tujuannya agar mudah diterima masyarakat.
Kapan kata-kata itu diucapkan?
Anda ingat sejarah kelam yang menimpa dunia Islam saat keruntuhan Khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad?
Itu terjadi pada tahun 656 H = 1258 M. Saat itu pasukan Tatar yang dipimpin panglima kafir dan bengis yang bernama Hulagu Khan, menyerbu Baghdad dan menaklukkannya.
Baghdad luluh lantak dan porak poranda, perpustakaan-perpustakaan yang menyimpan kitab-kitab berharga mereka musnahkan, penduduknya mereka bantai, sehingga ada yang memperkirakan satu juta warga Baghdad terbunuh. Kelam sekali.
Nah, suatu kali, Hulagu Khan mengumpulkan para ulama Baghdad untuk meminta fatwa mereka (hebat, orang kafir minta fatwa) : mana yang lebih utama, pemimpin kafir yang adil atau pemimpin muslim yang zalim?
Para ulama saat itu diam tak berfatwa. Sangat boleh jadi karena kondisinya sangat dilematis, karena di hadapan mereka ada pemimpin kafir yang kejam sedang berkuasa dan dapat berbuat apa saja, sementara mereka yakin bahwa seorang kafir tidak boleh diangkat sebagai pemimpin.
Namun akhirnya Ali bin Thawus ini berani mengeluarkan fatwanya dengan menyatakan bahwa pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.
Kisah ini tercatat dalam kitab-kitab karangan kaum Syiah sendiri, di antaranya; Al-Adab As-Sulthaniyah, karangan Ibnu Thaqthaqi.
Ini teks arabnya dari kitab tersebut:
لما فتح السلطان هولاكو بغداد في سنة ست وخمسين وستمائة أمرأن يستفتى العلماء أيهما أفضل: السلطان الكافر العادل أم السلطان المسلمالجائر ؟ ثم جمع العلماء بالمستنصرية لذلك ، فلما وقفوا على الفتيا أحجمواعن الجواب وكان رضيُّ الدين علي بن طاووس حاضراً هذا المجلس وكان مقدماًمحترماً ، فلما رأى إحجامهم تناول الفتيا ووضع خطه فيها بتفضيل العادلالكافر على المسلم الجائر ، فوضع الناس خطوطهم بعده. -الآداب السلطانيةلابن الطقطقي/-2
Jadi ucapan tersebut tidak bersumber dari Al-Quran, hadits, perkataan shahabat atau para ulama salaf dari kalangan Ahlussunah waljamaah. Tapi ucapan tersebut berasal dari mulut seorang Syiah yang memang berkepentingan dengan ucapan tersebut saat itu.
Mengapa? Karena mereka sedikit atau banyak termasuk yang berperan atas kejatuhan Khilafah Abbasiah, tentu disamping faktor-faktor lain. Karena kelompok Syiah terus merongrong penguasa Bani Abbasiah.
Tercatat dalam sejarah ada perdana menteri pada masa akhir Khilafah Bani Abbasiah yang bernama Ibnu Alqami yang secara diam-diam berkonspirasi dengan Hulagu Khan untuk menyerang Baghdad dan meruntuhkan kekhalifahan Bani Abbasiah, dengan harapan setelah itu dia diserahkan kekuasaan atas Baghdad.
Namun setelah pasukan Hulagu Khan menguasa Baghdad, kekuasaan itu tak diberikan kepadanya dan bahkan dia sendiri dibunuh. Kematian tragis seorang pengkhianat. [PurWD/voa-islam.com]
Ahad, 4 Jumadil Akhir 1437H / 13 Maret 2016