View Full Version
Kamis, 21 Mar 2019

Ritual Adat Batui dalam Timbangan Aqidah Islam (Bagian Kelima-Selesai)

 

Oleh:

Mukhlish AKpemerhati budaya lokal

 

Tulisan sebelumnya: Ritual Adat Batui dalam Timbangan Aqidah Islam (Bagian Empat)

 

d. Adanya alunan musik gendang dan gong saat dzikir

Betul dzikir adalah salah satu ibadah yang penting. Namun demikian dzikir memiliki beberapa rambu-rambu. Ayat-Ayat berikut menjadi perhatian dalam berdzikir, antara lain:

وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ ٢٠٥

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf: 205).

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِۦۚ سَيُجۡزَوۡنَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٨٠

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf: 180).

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menuliskan adab-adab dzikir antara lain:[1]

  1. Hendaknya orang yang berdzikir berada dalam sebaik-baiknya keadaan. Bila duduk menghadap kiblat dengan menikmati, khusuk, tenang dan menundukkan kepala.

2. Hendaknya orang yang berdzikir berada dalam tempat yang bersih.

  1. Hendaknya orang yang berdzikir menghadirkan hatinya, merenungi apa ia baca dan mengikat maknanya.

Sehingga berdzikir sambil diiringi alunan musik gendang dan gong adalah sesuatu yang menyalahi ketentuan ayat-ayat diatas maupun adab-adab dalam berdzikir. Alunan gendang gong hemat penulis lebih untuk memanggil jin, yang dianggap sebagai ruh para leluhur.

Sebagai analog, bila berdzikir dengan alunan gendang dan gong itu baik dan benar, bagaimana bila jamaah shalat (imam dan makmum) seusai shalat dzikirnya juga diiringi dengan gendang dan gong? Orang-orang yang beriman lurus pasti akan menolak hal itu.

Terlebih lagi, contoh secara langsung dari Rasulullah Saw. terkait dengan dzikir tidaklah demikian. Tidak ada contoh bahwa Rasulullah Saw atau para sahabat berdzikir sambil diiringi dengan musik tertentu. Padahal siapa lagi yang kita mau teladani bila bukan Rasulullah Saw.?

Sehingga dzikir dengan alunan gendang dan gong adalah salah satu bentuk penyimpangan dari syariat Islam.

e. Adanya Dzikir dengan lafadz “ Ya Hasan Ya Husain”.

Dzikir dengan kalimat: “Ya Hasan Ya Husain” menggambarkan 2 (dua) hal, yakni: pertama, adanya penyimpangan maksud dzikir, dari mengingat Allah Swt. menjadi mengingat Hasan dan Husain (cucu Rasulullah).  Kedua, Adanya ajaran Syiah yang masuk.

Dzikir adalah aktifitas untuk mengingat Allah Swt. Bacaan-bacaannya juga telah banyak dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Inilah yang dikenal dengan dzikir-dzikir ma’tsurat atau masyru’at. Tentang lafadz-lafadz dzikir yang disyariatkan (masyru’), silahkan dilihat dalam kitab-kitab dzikir yang mu’tabar semisal Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi atau kitab-kitab lainnya.

Tidak ada satupun dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.  Berupa “Ya Hasan Ya Husain”. Jangankan “Ya Hasan Ya Husain”, dzikir dengan lafadz “Ya Muhammad” saja tidak ada. Padahal Rasulullah Muhammad Saw. adalah sebaik-baik manusia, pemimpin para Nabi dan Rasul. Maka dzikir dengan lafadz “Ya Hasan Ya Husain” adalah salah satu bentuk penyimpangan dzikir bahkan mengarah pada kesyirikan. Sebab Hanya Allah-lah yang layak dan wajib diibadahi.

Dzikir-dzikir seperti itu hanya diajarkan oleh sekte Syiah yang sesat, yang hal itu bertentangan dengan aqidah lurus dan yang menjadi keyakinan mayoritas kaum muslimin di Indonesia pada umumnya maupun Banggai khususnya yang berpaham Ahlu Sunnah.

 

D. KESIMPULAN

Setelah memaparkan realitas ritual adat tumpe dan mosawe serta menimbang pelaksanaan ritual adat tersebut dalam perspektif Islam, penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Walau pelaksanaan ritual adat tumpe dan mosawe dilaksanakan dalam rangka menunaikan amanah dari leluhur, namun dalam realitasnya banyak sekali hal-hal yang melingkupi istilah “amanah” ini. Dari batasannya yang tidak jelas hingga adanya keyakinan tertentu bila tidak dijalankan ritual itu.

2. Terdapat kekeliruan dari masyarakat batui terkait dengan makhluk yang datang pada saat ritual tumpe tersebut. Dalam perspektif Islam apa mereka sebut sebagai ruh leluhur sesungguhnya adalah jin yang menyamar. Karena ruh manusia yang telah meninggal tidak dapat kembali ke dunia.

Selain itu pula dalam pelaksaan dzikir terdapat hal-hal yang menyimpang yakni dzikir dengan iringan musik gendang dan gong, dzikir dengan panjang pendek tidak tepat dan dzikir dengan lafadz “Ya Hasan Ya Husain”.

3. Dari point 1 dan 2 diatas dapat disimpulkan bahwa pada acara melabot tumpe dan mosawe terdapat hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam baik dari sisi syariah maupun aqidah, bahkan acara tersebut berbau syirik sehingga harus dicegah bahkan dilarang.

Dalam hal ini, penulis tidak dalam posisi anti adat istiadat. Selama adat istiadat itu sesuai dengan ajaran agama, maka ia harus dilestarikan. Namun jika menyimpang, maka harus dihilangkan.  Ayat berikut layak untuk direnungkan:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَلَايَهۡتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al-Baqarah: 170).

E. SARAN

Kepada masyarakat Batui, terutama kaum muda, penulis menyarankan banyak menelaah kembali ajaran aqidah dan syariah Islam yang lurus dan tidak taklid buta pada setiap ajaran nenek moyang. Kepada para da’i, agar menjelaskan aqidah Islam yang lurus dan kaidah-kaidah dalam amal. Kepada MUI Kab. Banggai maupun MUI Provinsi Sulteng, untuk dapat memberikan fatwa tentang terkait ritual tersebut berdasarkan nash-nash Alquran dan Hadits. Kepada aparat terkait agar melarang setiap kegiatan yang berbau maksiat dan kesyirikan, demi kebaikan semua. Allahu a’lam bishawab.

DAFTAR PUSTAKA

Alquran

an-Nawawi, Muhyiddin Abi Zakariya Yahya Ibnu Syarif, Al-Adzkar, Beirut: Darul Fikr.

az-Zuhailiy, Syaikh Wahbah, Tafsir Al-Munir, Jilid 9 dan 11, Damasyqy: Darul Fikr, 2009.

al-Maraghi, Syaikh Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, Juz 22, Beirut: Dar al-kutub al-Ilmiyah, 2006.

Ibnu Katsir, Imaduddin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Alquran Al-‘Adhim, 5, Kairo: Maktabah al-Shafa, 2004.

Maktabah Syamilah

Video: Batui full Movie : https://www.youtube.com/watch?v=z_Faw-Cqx7Y&t=636s

Video: Melihat Rangkaian Upacara Adat Melabot Tumbe untuk Penjemputan telur Burung Maleo, News MNCTV: https://www.youtube.com/watch?v=54yMpaOU0m0

Video Kusali Bola Totonga Situs Budaya masyarakat Adat Batui (https://www.youtube.com/watch?v=AaJiAxkCgd8&feature=youtu.be).

Video Pejuang Peduli Maleo TVRI Sulteng: https://www.youtube.com/watch?v=64AiptQ3WZA

Video Penangkaran Burng Maleo di Pulau Haruku Ambon: https://www.youtube.com/watch?v=h9TrQT9rtL

https://foto.kompas.com/ photo/detail/ 2016/12/05/ 1480953089-a4a98df0-395/tumpe-ritual-menjaga-tradisi-di-batui.

http://chesachyntia.student.umm.ac.id/2016/08/24/budaya-kota-luwuk-banggai-sulawesi-tengah

https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3360540/mengenal-tumpe-ritual-telur-pertama-burung-maleo)

https://www.liputan6.com/news/read/286273/mengintip-habitat-burung-maleo, diakses 30 Desember 2018.

http://www.mongabay.co.id/2014/09/13/maleo-burung-endemik-sulawesi-yang-masih-menyisakan-teka-teki/, diakses 31 Desember 2018

[1] Muhyiddin Abi Zakariya Yahya Ibnu Syarif An-Nawawi, Al-Adzkar (Beirut: Darul Fikr, ) Hal. 8-9.


latestnews

View Full Version