Oleh:
HIDUP dalam lingkaran setan bernama sekularisme telah menggerus kepribadian dan karakter manusia. Manusia tak lagi ingat dengan Pencipta. Adab tak lagi diindahkan. Apatah lagi alquran yang hanya dipajang. Tak dijadikan pedoman kehidupan. Lupa diri dan membusung dada. Seolah hidup hanya untuk mengumpulkan materi dan menikmati dunia saja. Mereka tak menyadari kehidupan ini memiliki ujungnya. Yakni kematian. Setelah mati hanya berkawan amal.
Sekularisme telah mereduksi adab. Generasi muda kian jauh dari nila-nilai Islam. Umpatan kasar seringkali terlontar dari anak kepada orangtua atau sebaliknya. Mereka lakukan pembelaan diri, menganggap si anak yang tak tahu diri. Anak pun tak mau kalah, pembelaan dilakukan atas dirinya dengan alasan orangtua tak memberi perhatian dan keteladanan. Anak dan orangtua menjadi korban sistem sekular.
Pun sama dengan para pemimpin kita. Tiket tol naik secara mengejutkan. Senyap tanpa pemberitahuan. Di saat petani sedang panen, impo malah menjadi solusi andalan. Saat musim mudik datang, tiket pesawat malah makin tak terjamah. Sang menteri bilang tak punya solusi. Pasrah dan akhirnya menyerah. Begitukah adabnya? Rakyat dipaksa menerima kebijakan zalim itu.
Tatkala rakyat dibikin pusing dengan maraknya LGBT dan menjamurnya perzinahan, sang pemimpin malah mengapresiasi tontonan film yang mengajarkan pacaran. Aktivitas pacaran justru difasilitasi bahkan diapresiasi. LGBT pun diberi angin segar atas nama hak asasi. Pemberantasan predator seksual yang banyak memakan korban seakan hanya ilusi.
Korupsi pun memiliki peran melahirkan pemimpin yang tak bermoral. Uang rakyat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Negara terbebani akibat oknum pejabat yang korupsi. Adab sebagai pemimpin entah kemana.
Belum lagi utang menumpuk dengan dalih pembangunan. Negeri ini pun dijajakan dengan kerjasama regional atas nama investasi negara-negara besar. Adab pemimpin hilang sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Berbalik arah menjadi pengurus dan pelayan kapital.
Semua pangkal kerusakan dan kezaliman ini bermula ketika kita mulai meninggalkan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Virus sekular menyebar di semua lini kehidupan. Hingga melahirkan pemimpin yang jauh dari nilai Islam.
Pemimpin sejati haruslah bertolak pada sifat kepemimpinan yang ada pada teladan kita, Rasulullah Muhammad saw. Diantara empat sifat Rasulullah yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah cerdas (fathonah), jujur (shiddiq), menyampaikan apa adanya (tabligh), dan amanah.
Cerdas artinya membuat keputusan dan kebijakan yang memihak rakyat. Jujur berarti antara perbuatan dan perkataan tidak bertolak belakang. Tidak plin plan dan menipu rakyat. Tabligh memiliki maksud bahwa Rasul ialah seorang yang informatif dan pandai berkomunikasi. Dan terakhir, amanah yang artinya bertanggungjawab atas tugas yang dibebankan. Menjalankan sesuai mandat yang diberikan.
Rasulullah mengingatkan bahwa seorang pemimpin harus memperhatikan tiga perkara. Pertama, apabila rakyat meminta atau membutuhkan belas kasih, maka sang pemimpin wajib berbagi kasih kepada mereka. Kedua, apabila menghukumi mereka maka berbuatlah adil. Ketiga, laksanakan apa yang telah kamu katakan (tidak menyalahi janji) (Imam al Ghazali, al Tibr al Masbuk fii Nasihat al Muluk, hal. 4). Artinya, mental pemimpin yang beradab itu harus alim (berilmu). Seperti kisah Nabi Yusuf dalam firman Allah: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah), lagi berpengetahuan (alim)." (QS: Yusuf Ayat: 55)
Manusia yang beradab adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggungjawab dirinya kepada Allah SWT. Setiap amal akan dimintai pertanggungjawaban. Inilah sejatinya adab hamba kepada Rabb-Nya. Bukan malah menyalahi hukum-Nya. Atau malah berpaling dari peringatan-Nya. Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS Thaha [20] : 124). Jika masih diterapkan sistem sekuler, mustahil bisa menghasilkan pemimpin sejati yang beradab dan amanah.