Oleh:
Raraswati
Frelance Writing, Muslimah Peduli Generasi
KELUARGA merupakan sekolah pertama dan utama dalam mengenal kehidupan. Keluarga menjadi awal anak-anak untuk berinteraksi sebelum bersosialisasi dengan masyarakat luas. Orang tua hendaknya menjadikan keluarga sebagai tempat menjaga, merawat, memelihara kesehatan rohani dan jasmani, pelindung bagi seluruh anggotanya serta tempat pencetak insan kamilan.
Orang tua menjadi peran utama dalam mewujudkan fungsi keluarga tersebut. Ayah diibaratkan sebagai kepala sekolah yang membuat kurikulum dalam keluarga yang disetujui oleh ibu. Sedangkan ibu/istri berperan sebagai pelaksana kurikulum yang telah disepakati. Itu sebabnya peran wanita sebagai seorang istri sekaligus ibu sangat berpengaruh terhadap keluarga dan masa depan putra-putri. Dengan demikian, aktivitas seorang ibu di dalam rumah cukup padat dan menyita waktu sekaligus tenaga.
Keadaan wanita yang banyak beraktivitas di rumah dianggap sebagai kondisi yang buruk seperti terkungkung, ketinggalan, tertindas dan sebagainya oleh barat. Kondisi ini digunakan alasan munculnya ide gender yang dianggap dapat menyelamatkan wanita dari keadaan tersebut. Para wanita diprovokasi agar dapat disejajarkan dengan laki-laki dalam hal aktivitas luar seperti pekerjaan, jabatan dan sebagainya. Lebih parahnya lagi, ide gender justru didukung dan difasilitasi oleh pemerintah. Bahkan, Presiden Joko Widodo mengangkat isu terkait pemberdayaan perempuan saat berbicara pada Sesi III KTT G20, Sabtu, 29 Juni 2019. Sebagaimana kutipan berikut ini:
“Perempuan lebih rajin, lebih tekun, lebih detail, lebih sabar, dan lebih team-work daripada kita. Karena e-Commerce dan teknologi membutuhkan karakter seperti itu, sehingga meningkatkan partisipasi perempuan dalam bisnis, ekonomi dan politik otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional di era digital,” ungkap Presiden. (kemlu.go.id, 29/Juni/2019)
Posisi Wanita dalam Islam
Secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hampir semua syariat Islam dan hukum-hukumnya berlaku untuk laki-laki dan perempuan secara seimbang. Demikian pula janji pahala dan ancaman siksaan bagi yang melanggarnya. Masing-masing memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah sebagai hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Perbedaan Kodrat
Kesetaraan laki-laki dan wanita, bukan berarti kaum laki-laki dan wanita menjadi sama dan setara dalam segala hal. Karena, kenyataannya laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mendasar. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Wanita tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi dan sebagainya. Menjadi tidak adil jika kemudian memaksakan persamaan peran yang tidak sesuai dengan kecenderungan yang mendasar tersebut.
Dari perbedaan mendasar ini, sejumlah hukum-hukum syariat ditetapkan oleh Allah yang Maha adil dengan perbedaan-perbedaan pula. Sebagian hukum, kewajiban, hak dan peran yang disyariatkan oleh Allah dibedakan sesuai dengan kemampuan masing-masing dari keduanya tadi. Tujuannya adalah, agar keduanya saling melengkapi satu sama lain dan dengannya hidup ini dapat berjalan sempurna, harmonis dan seimbang.
Hubungan antara laki-laki dan wanita adalah hubungan yang saling melengkapi, bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh konsep liberal. Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Wallahua’lam bish-shawab.*