Oleh:
Puput Hariyani, S.Si*
PRO dan kontra usulan penghapusan mata pelajaran agama masih ramai diperbincangkan publik. Usulan itu disampaikan oleh Setyono Djuandi Darmono atau orang mengenal dengan sebutan S.D. Darmono yang menyebut, pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Agama cukup diajarkan orang tua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah (Fajar.Co.Id). Menurutnya, pendidikan agama dianggap menyebabkan perpecahan diantara siswa serta maraknya politik identitas, radikalisme, intoleransi tidak masuk akal dan cenderung berhalusinasi. Bahkan ia menyebut hal ini justru berbahaya bagi keutuhan bangsa (TimesIndonesia).
Sontak saja usulan ini mendapatkan kecaman dari salah satu praktisi pendidikan di Banyuwangi, Fajar Isnaini yang merupakan dosen STES Ihya’ulumuddin, Banyuwangi. Beliau mengungkapkan, “Usulan untuk menghapus pendidikan agama tidak memahami semangat nasionalisme Indonesia yang juga mempunyai nilai religious. Sesuai dengan yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945, Sila Pertama Ketuhanan yang Maha Esa, Pasal 29 UUD 1945 tentang Hak Beragama, Pasal 31 UUD 1945 tentang Pendidikan Nasional” (TimesIndonesia).
Turut merespon beragam pemberitaan, masyarakatpun dibuat semakin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin negeri yang penduduknya mayoritas muslim, negeri yang diperjuangkan oleh para pahlawan dengan teriakan takbir yang menggelora, negeri yang mengalirkan darah syuhada ketika merebutnya dari penjajahan akan menghapus pelajaran agama? Jelas saja Fajar mengatakan bahwa justru ini sama halnya dengan tidak menghargai Founding Father yang telah berjuang untuk memerdekakan bangsa ini.
Muncul pula pertanyaan, yang hendak dihapus itu mata pelajaran pendidikan agama apa? Mata pelajaran pendidikan agama Islam atau mata pelajaran pendidikan agama lain? Atau semua mata pelajaran pendidikan agama? Lantas benarkah ada jaminan jika pendidikan agama dihapus akan membawa kebaikan untuk generasi negeri ini atau justru malapetaka?
Urgensi Pendidikan Agama
Berkaca dari negeri-negeri sekuler (negeri yang memisahkan agama dengan urusan kehidupan) sekalipun seperti Inggris misalnya, bahkan disana sama sekali tidak meniadakan pelajaran pendidikan agama. Apalagi negara kita berasaskan Ketuhanan yang Maha Esa. Justru aneh jika usulan mata pelajaran pendidikan agama akan dihapus. Pendidikan agama tentu sangat dibutuhkan untuk mewujudkan generasi yang bertakwa. Generasi yang takut kepada Allah. Bermoral dan berbudi pekerti yang baik.
Hari ini betapa kita menyaksikan dekadensi moral generasi sangat memprihatinkan. Berbagai tindak kriminal senantiasa menghiasi berbagai portal berita baik cetak maupun online. Mulai dari narkoba, miras, seks bebas, aborsi, HIV/AIDS, LGBT, tawuran, berani kepada guru, pembunuhan, pembegalan, dan seambreg masalah lainnya. Tentu dibutuhkan peran agama untuk mengerem tindakan amoral tersebut.
Generasi muda hari ini adalah pemimpin dimasa yang akan datang. Jika hari ini mereka sudah rusak, tak ayal ketika kelak mereka diberi amanah memimpin negeri akan banyak terjadi kerusakan. Semisal korupsi yang merajalela, memutuskan hukum tidak sesuai dengan tuntunan agama, berani merampok sumber daya alam yang ada, semua itu berani dilakukan karena sudah tidak tertanam lagi jiwa takwa. Jiwa takut akan hisab Allah sudah tercerabut.
Berbeda jika ketakwaan itu terwujud dalam jiwa seseorang. Maka dia hanya akan takut kepada Allah. Pertimbangannya adalah halal dan haram. Oleh karenanya penghapusan pendidikan agama justru akan membahayakan negara karena fungsi pembentukan SDM (Sumber Daya Manusia) yang bertakwa mustahil terwujud.
Wacana penghapusan pendidikan agama dengan tuduhan akan memicu radikalisme juga bertentangan dengan Undang-Undang Pasal 12 ayat (1) huruf a. UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan bahwa anak didik berhak mendapatkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Selain bertentangan dengan UU Sisdiknas, wacana penghapusan pelajaran pendidikan agama sesungguhnya adalah efek dari Islamfobia dan tentu upaya untuk menjauhkan Indonesia dari Islam. Yakni merajalelanya virus sekulerisme dan liberalisme. Dua virus ini sejatinya akan meniadakan eksistensi agama dalam kehidupan. Agama hanya akan dipakai dalam ranah privat sementara dalam ranah public peran agama dibungkam. Bukankah kita bisa mengambil pelajaran dari rusaknya bangsa-bangsa ketika meniadakan peran agama dalam ranah kehidupan umum?
Karenanya, wacana atau usulan penghapusan ini harus dipertimbangkan baik-baik. Meskipun hanya sekedar wacana jangan sampai dianggap remeh karena hal itu menunjukkan kualitas pemikiran yang ada. Jangan gegabah mengambil keputusan, harus dipikir secara matang dan memikirkan masa depan generasi muda, masyarakat dan masa depan bangsa ini.
Sehingga harus diakui bahwa peran agama sangat urgen untuk mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) bertakwa. Jangan sampai mata pelajaran agama dihapuskan bahkan seharusnya ditambah intensitasnya. Jikalau pelajaran agama hendak dihapuskan bisa jadi sah-sah saja tetapi dengan catatan khusus, apabila pelajaran agama mewarnai seluruh mata pelajaran yang ada.
Pertanyaannya adalah mampukah negara kita mengkonsep sistem pendidikan yang mengintegralkan pelajaran agama dalam seluruh mata pelajaran? Ruh agama ada dalam setiap mata pelajaran, sains misalnya dikaitkan dengan agama, sejarah dikaitkan dengan agama, dll. Sekalipun dalam kurikulum K13 konon katanya ada KI dan K2. Namun benarkah hal tersebut benar-benar terealisasi. Apakah tindakan amoral generasi menurun? Pada faktanya kerusakan justru semakin meluas.
Oleh karena itu, menjadi tanggungjawab kita bersama untuk berupaya mewujudkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang bertakwa. Generasi Rabbani sekelas para generasi muslim di masa kejayaannya. Tak hanya menguasai ilmu agama tapi menjadi pelopor peradaban dunia, peletak dasar ilmu pengetahuan. Sebut saja diantaranya Ibnu Bathutah, Ibnu Sina, Al Kawarizmi, Ibnu Firnas, dll.
Mereka akan dilahirkan tentu dengan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Ketika asupan agama menjadi pondasi dan landasan. Sistem pendidikan ini adalah turunan dari sistem kehidupan yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Dengannya kerahmatan bagi seluruh alam akan segera terwujud. Wallahu’alam bi ash-showab.* Penulis guru MTs di Jember, Jawa Timur.