Oleh: Ummu Azwa
Mencintai diri sendiri dengan segala ketidak sempurnaan. Hal itulah yang ingin disampaikan oleh salah seorang aktris. Pro dan kontra pun terjadi baru-baru ini, karena ia mengunggah potret semi telanjang bahkan telanjangnya.
Alasan basi yang dikemukakan adalah ia tidak menutupi atau menyembunyikan kekurangan yang ada di dalam dirinya.
Ia mengkampanyekan bahwa mengunggah potret tersebut adalah sebagai gambaran mencintai diri sendiri apa adanya, sebagai penyeimbang, karena banyak perempuan di luar sana yang selalu terhantui dengan "body goals".
"Andaikata kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki make the best out of it dari pada fokus dengan apa yang tidak kita miliki," tulis Tara Busro, aktris yang sedang kita bicarakan ini seperti dikutip Kompas.com, (3/3/2020).
Dan celakanya banyak perempuan yang beranggapan apa yang dilakukan aktris tersebut adalah benar dan sah-sah saja. Foto tersebut dianggap mewakili suara perempuan yang merasa insecure dengan kondisi tubuh mereka dan mengungkap nilai-nilai positif tentang tubuh sendiri (body positivity movement).
Menurut mereka jika ada yang tidak sepaham dengan hal itu, maka akan divonis bahwa ada yang salah dalam ber-pola pikir, dengan kata lain mesum.
Inilah paham feminisme. Paham ini menjadikan tubuh perempuan sebagai alat politik untuk meraih segala tuntutan hak kaum wanita, sehingga pembebasan tubuh perempuan dalam menikmati kesenangan secara seksual menjadi tema yang selalu ditekankan.
Kasus Tara Busro hanyalah satu dari sekian banyak upaya kampanye atas nama mencintai tubuh. Kampanye Gerakan Woman March yang biasa diperingati setiap bulan Maret oleh para kaum feminisme, juga mengusung ide ini. Menurut mereka aksi ini merupakan bentuk kepedulian dan penolakan terhadap diskriminasi untuk perempuan.
Maka tak jarang dalam aksi mereka, para peserta membawa spanduk yang jika diperhatikan, mengandung kata-kata yang janggal dan tidak pantas. Contohnya: Aurat gue bukan urusan lo, bukan salah rok mininya tapi otak lo yang mini, tubuhku otoritasku, selangkanganku bukan urusan negara, dan juga berbagai bentuk tulisan berupa tuntutan untuk menghentikan intervensi orang lain atau Negara terhadap tubuh.
Slogan ini dianggap seolah benar, disebabkan salah satu fakta bahwa banyak di kalangan perempuan yang sudah berhijab pun masih menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini dijadikan dasar pembenaran atas opini bahwa menutup aurat tidak mampu menyelesaikan masalah kekerasan seksual atau perilaku buruk terhadap perempuan.
Anggapan ini didukung pemahaman bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri sehingga orang lain, Negara bahkan Allah tidak memiliki hak untuk melarang atau menghakimi apa yang dilakukan terhadap tubuhnya.
Menurut mereka menggunakan hijab atau tidak merupakan hak masing-masing perempuan. Hanya diri mereka sendiri yang boleh menilai pantas tidaknya dalam hal berbusana apapun, atau bahkan tanpa busana.
Mereka yang mengatasnamakan diri feminis sering kali berdalih dan mengatakan bahwa kewajiban penggunaan hijab dalam surah Al-Ahzab ayat 59 bersifat khilafiyah, sehingga tidak ada keharusan.
Mereka berdalih dengan QS. An-Nur ayat 30-31 dalam konteks menyuruh laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan. Anggapan mereka ayat ini layak sebagai benteng, bukan malah menghakimi orang lain. Dengan kata lain, mereka merasa tidak masalah dengan cara berpakaian atau tampilannya meskipun tidak menutup aurat. Dalam pandangan mereka, yang harus dijaga itu adalah mata yang memandang agar tidak memiliki pikiran jelek.
Tentu saja aksi para feminis itu tidak muncul begitu saja, apalagi jika melihat semangat penyebaran paham feminis yang semakin gencar untuk menyesatkan perempuan dengan berbagai macam cara sehingga lambat laun diterima.
Gerakan feminis seringkali didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kesamaan tujuan untuk menyuarakan ide-ide feminisme. LSM tersebut didukung dan didanai oleh lembaga donor dari barat yang pastinya memiliki tujuan dan program kepada masyarakat dengan fokus isu yang berbeda.
Jika kita memperhatikan betapa besar pengaruh dari lembaga donor yang merupakan penyokong LSM tersebut, yang pastinya memiliki maksud dan tujuan tertentu, mereka dengan berbagai cara dan siasatnya merekrut putra-putri muslim sebagai corong barat dalam menanamkan paham feminisme di negeri-negeri muslim. Sayangnya sebagian umat muslim menyambut ide silau tentang kebebasan yang mereka tawarkan.
Tentu saja menjadi sangat menyedihkan karena masuknya muslimah ke jerat feminisme adalah suatu hal yang buruk. Apalagi jika kemudian mereka berubah menjadi aktifis feminisme.
Sejarah tentang kesadaran feminisme muncul pertama kali pada tahun 1792 di Inggris. Yakni, lewat buku berjudul ‘A Vindication of the Rights of Woman’ karya filsuf Inggris, Mary Wollstonecraft.
Mary Wollstonecraft menerbitkan buku tersebut usai revolusi Prancis meletus. Kala itu, dia melihat adanya partisipasi politik yang timpang antara laki-laki dengan perempuan. Untuk itu, dia menilai, penggulingan monarki absolut seharusnya dapat menjadi momentum bagi perempuan untuk bergerak.
Kemunculan ide feminis ini terjadi di Eropa yang mana keadaan masyarakat Eropa kala itu teramat percaya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Pikiran semacam itu pun sebetulnya bukan barang baru, tapi sudah mengakar dalam peradaban barat selama ribuan tahun.
Jika kita mau mencermati gagasan feminis ini sebenarnya adalah racun. Ide kebebasan seperti my body my otority bahwa perempuan, si empunya tubuh bebas untuk berekspresi, bahwa ketergantungan ekonomi pada suami dianggap tidak sejalan dengan gagasan pembebasan perempuan, bahkan memandang keluarga dari sudut pandang siapa yang paling menghasilkan sehingga hitung-hitungan, dan banyak ide absurd lain yang sedang dijajakan.
Para feminis beranggapan bahwa orang yang tidak setuju dengan paham feminisme adalah orang yang anti kesetaraan, bahkan dikategorikan diskriminatif atas isu besar yang mereka perjuangkan.
Para feminis yakin bahwa apa yang mereka lakukan mampu memuliakan kaum perempuan, walaupun tak jarang gerakan seperti ini menjadi bahan propaganda.
Islam Memuliakan Perempuan
Gerakan feminis di lingkungan muslim hanya akan berhasil jika berorientasi pada ajaran Islam yaitu berpatokan pada Al-Qur'an dan As- Sunnah.
Bukan didasarkan pada ide-ide barat yang belum tentu cocok bahkan bertentangan dengan ajaran Islam. Hal yang juga tak benar jika melakukan sesuatu hanya karena berazaskan manfaat.
Bukankah di dalam Islam gagasan anti diskriminasi dan tingginya derajat perempuan telah ada sejak Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah untuk menyampaikan wahyu?
Islam tidak melihat perbedaan gender. Islam hanya melihat derajat laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat ketakwaannya.
(QS Ali-Imran : 195)
Bahkan dalam kehidupan rumah tangga, laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing, yang tidak bisa dicampur-aduk antara yang satu dengan yang lain.
(QS Al-Baqarah 228).
Perempuan mulia dengan Islam bahkan Allah memberikan pujian satu surat khusus dalam Al-Qur’an, ”An-Nisa” yang berarti perempuan.
Perempuan itu mulia hingga Allah berikan aturan istimewa yang menjaga dan melindunginya, yaitu perintah untuk menutup aurat dalam QS. Al-Ahzab : 59 dan QS. An-Nuur : 31
Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ telah mengubah adat kebiasaan kaum jahiliyah yang dulu menganggap rendah kaum perempuan.
Maka strategi dakwah muslimah tidak akan berarti, jika perempuan tidak mengetahui bahwa hakikat ajaran Islam ternyata sangat membela hak-hak perempuan.
Dan sebagai muslimah hendaknya kita bisa memberi pemahaman terhadap pemikiran para feminisme bahwa tidak sepantasnya seorang feminis membatasi ruang gerak perempuan lain hanya karena mereka memilih untuk mentaati aturan agamanya.
Sehingga sangat perlu bagi muslimah untuk mempelajari ilmu agama secara benar. Karena tak jarang tokoh-tokoh muslimah ikut terbawa arus bahkan terlibat dalam gerakan feminisme.
Dengan belajar ilmu agama dan adab dengan benar itulah yang membuat muslimah menyadari hakikat dirinya diciptakan sebagai perempuan, yang akan dibimbing dengan taufik dan hidayah dari Allah Ta'ala hingga bisa berperan aktif dalam meng-counter pemikiran-pemikiran feminis barat.
Karena tidak disebut berilmu dan beradab jika memiliki ilmu yang baik tapi tidak didakwahkan kepada orang lain.
Karena dalam Islam perempuan sejati adalah sosok yang insani dan banyak memberi manfaat bagi umat, sesuai tuntutan syariat, sebagai istri, partner suami, dan sebagai ibu pendidik generasi. Perempuan yang dihormati dan dimuliakan melalui perannya sebagai seorang muslimah.
Jika semua tuntunan syariat sebagai muslimah sudah dijalankan maka akan menciptakan keserasian dan keharmonisan gender, bukan kesetaraan. Wallahu 'a lam bishawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google