Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Bagaimana perasaan anda jika tiba-tiba ada seorang anak yang mengeluh lapar? Seketika itu mencari makanan apa saja agar lapar si anak hilang atau berlalu saja sebab dia bukan anak anda? Kiranya inilah yang sedang terjadi di sekitar kita.
Dilansir dari kompas.com, 23 April 2020, sebuah video tentang kakak beradik di Muara Enim, Sumatera Selatan menjadi viral. Sepasang anak kakak beradik menderita kelaparan, karena sudah tidak makan selama 2 hari.
Sementara itu warga Serang bernama Yuli (43), meninggal setelah sebelumnya dikabarkan tidak makan selama 2 hari. Mengapa ini bisa terjadi?
Mirisnya lagi pejabat setempat tahu keadaan warganya dari Media sosial. Mengapa rakyat sekitar tidak ada yang tahu? Bisa jadi mereka pun bernasib sama. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya sendiri saja masih kurang. Bisa jadi kejadian di lapangan lebih banyak lagi. Hanya karena sistem pencatatan negara ini buruk, yang terekspos cuma dua ini saja.
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” ( Bukhari Muslim).
Artinya, dosa akan menimpa pemimpin ketika tampuk kepemimpinan ada di pundak mereka tapi mereka lalai. kelalaian ini berupa gagalnya pemimpin menciptakan kesejahteraan bahkan banyak rakyatnya yang mati kelaparan. Jaminan untuk pemimpin moden ini adalah masuk neraka, naudzubillah.
Berbagai stimulus dan subsidi yang digagas pemerintah dirasa kurang tepat. Sebab selain banyak syarat juga hanya menjangkau beberapa golongan masyarakat saja. Sementara yang dibutuhkan rakyat hari ini bukan bantuan melalui aplikasi pencarian kerja atau pelatihan pra kerja, namun benar-benar berupa kebutuhan pokok. Keadaan ekonomi rakyat sedang terpuruk dari yang sebelumnya sudah buruk.
Di sana-sini diberitakan pemerintah sedang menghemat biaya, hingga muncul kebijakan aneh, seperti pelepasan napi, pemangkasan gaji ASN, kotak donasi, percepatan waktu pemungutan pajak dan sebagainya. Penghematan itu katanya akan dialokasikan kepada pembiayaan penanganan Covid-19. Nyatanya, yang mendapat prioritas kucuran dana adalah pelaku bisnis dan UMKM.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua rakyat pelaku bisnis, namun mereka sama-sama merasakan lapar dan kesulitan untuk bertahan hidup. Kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) makin membuat rakyat mati kutu, tak keluar rumah tak makan. Akhirnya kebijakan yang dipraktikkan bukan menyelesaikan persoalan, namun justru tumpang tindih bak lingkaran setan.
Seandainya penguasa meletakkan pengaturan di atas pondasi yang kokoh, tentu persoalan penanganan pandemi Covid tak memunculkan persoalan yang lebih kompleks. Inilah kapitalisme, sistem hidup yang diambil dari pondasi lemah, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Masihkah kita mau mempertahankan sistem yang seperti ini? Wallahu a' lam bish showab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google