Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Kasus prostitusi online yang melibatkan para pelajar SMP dan SMU di Kota Batam kembali terbongkar. Praktik prostitusi online yang dilakukan melalui aplikasi Michat dan WhatsApp tersebut bahkan melibatkan anak usia dibawah umur. Ketua KPPAD Provinsi Kepri Erry Syahrial menyebutkan bahwa kasus ekploitasi seksual ini cenderung meningkat sejak wabah pandemi melanda negeri. (tribunbatam.com, 29/7/2020)
Menurut Erry ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi korban, diantaranya faktor internal dari anak yang rentan. Hal ini disebabkan karena pemahaman anak yang kurang, sebagai gaya hidup bahkan karena faktor ekonomi. Hal ini diperparah oleh kurangnya perhatian orangtua terhadap pergaulan anak.
Kemajuan teknologi mempermudah setiap orang untuk mengakses berbagai situs online, tak terkecuali para remaja. Namun minimnya pengawasan dari orang tua mengakibatkan anak menjadi hilang kendali dan kebablasan. Tak bisa dipungkiri, kehadiran teknologi 4.0 mempunyai andil besar terhadap perilaku masyarakat khususnya remaja. Jika teknologi tersebut dikelola dengan baik tentunya akan memberikan dampak positif. Lain halnya bila digunakan untuk hal yang tidak baik justru membuka peluang berbagai tindakan kejahatan. Teknologi juga yang telah mengantarkan serta mempertemukan pelaku kejahatan dengan anak-anak. Bahkan sejumlah kasus yang terjadi khususnya di Kepri, diduga dipicu oleh kehadiran teknologi informasi dan internet.
Ironisnya, para pelaku tergiur dengan iming-iming sejumlah uang serta handphone android yang begitu tren di kalangan remaja. Kebutuhan untuk membeli pulsa pun menjadi salah satu alasan mereka rela menjual diri. Lantas kemana orang dewasa, dan para orang tua yang semestinya bertanggung jawab terhadap anak-anaknya?
Lagi-lagi gaya hidup hedonisme, kebebasan mengekpresikan diri menjadi biang dari maraknya kasus prostitusi. Minimnya pemahaman agama serta kurangnya pengawasan orangtua menjadi satu paket yang menyebabkan kasus ini terus eksis. Bahkan cenderung tidak menemukan solusi. Para mucikari terus mencari mangsa baru untuk mereka ekploitasi demi kepentingan duniawi. Dan sayangnya korbannya adalah remaja, anak usia sekolah, para penerus generasi bangsa. Mereka adalah para pemuda yang seharusnya dijaga marwahnya.
Tak hanya itu tren ikut-ikutan dan mencoba sesuatu yang baru di kalangan remaja menjadi hal yang biasa. Kebiasaan meniru perilaku seseorang yang mereka idolakan, yang sebenarnya tak patut ditiru. Ya, begitulah bila memuja tanpa didasari takwa.
Dunia prostitusi memang tidak mengenal usia dan waktu. Praktiknya terus berjalan dengan berbagai modus. Jaringannya pun susah terungkap, kalaupun ada pelaku yang tertangkap itu hanya segelintir.
Butuh Sinergi
Maka disinilah pentingnya peran orang tua. Sebagian orang tua beranggapan ketika anak beranjak remaja, cenderung ditinggal begitu saja. Setiap aktifitasnya dibiarkan, karena menganggap sang anak sudah bisa membedakan hal negatif dan positif, mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal usia remaja adalah masa-masa kritis, dimana orang tua harus menjalankan perannya sebaik mungkin. Kenyataannya, dewasa ini orang tua sibuk, baik dengan pekerjaan maupun dunianya, si anak juga sibuk dengan dunianya. Akibatnya anak mencari kesenangan sendiri meski hal tersebut merusak jiwa dan fisiknya.
Sementara lingkungan masyarakat pun terkesan acuh. Menasihati remaja abad ini yang bukan anak atau bagian dari keluarga menjadi sesuatu yang tabu, menganggap hal tersebut merupakan ranah privat sang anak dan keluarganya. Hal ini diperburuk oleh tidak adanya hukuman yang membuat jera para pelaku serta oknum yang terlibat dalam ‘bisnis’ terlarang ini. Sehingga masalah prostitusi tak kunjung usai.
Islam Memberi Solusi
Maraknya prostitusi adalah akibat dari hukum yang diadopsi, dan berujung pada liberalisasi pergaulan. Meskipun masyarakat secara umum menolak karena bertentangan dengan norma yang berlaku, namun karena tidak adanya aturan yang tegas terhadap praktik haram ini berakibat pada leluasanya melakukan dan menggunakan praktik tersebut sebagai rekreasi seksual. Pengguna dan pemakai bebas melakukan karena alasan suka sama suka, tidak ada yang dirugikan, jadi tidak ada seorang pun yang bisa memberikan hukuman.
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan negara yang berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka praktik prostitusi tentu saja dilarang karena bertentangan dengan norma agama yaitu Islam. Dalam islam hukuman bagi para pelaku prostitusi sudah jelas.
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah keduanya masing-masing seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (TQ. An Nur ayat 2)
Islam memandang bahwa pelaku prostitusi adalah perbuatan zina yang dilarang keras oleh Allah swt. Zina yang dimaksud tidak hanya sebatas kontak fisik, tapi juga perbuatan yang bisa membangkitkan syahwat lawan jenis yang bukan mahram.
”Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina adalah perbuatan faahisah dan seburuk-buruk jalan.” (TQ. Al Israa ayat 32)
Perzinahan adalah perbuatan buruk yang tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga lingkungan. Untuk itulah, jauh-jauh hari Islam telah menurunkan seperangkat aturan bagi umat manusia. Mulai dari adab pergaulan, ekonomi, politik hingga tata cara bernegara. Islam mengatur bagaimana berinteraksi dengan lawan jenis, cara berpakaian. Dimana kedua hal tersebut adalah biang merebaknya prostitusi. Tujuannya tidak lain adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Agar selamat di dunia dan akhirat. Sebab zina adalah dosa besar. Tak hanya itu, sejumlah bahaya juga mengintai para pelaku zina.
“Tiga jenis manusia yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula Allah menyucikan mereka dan tidak memandang mereka, sedang bagi mereka siksa yang pedih, yaitu laki-laki tua yang suka berzina, seorang raja yang pendusta dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw juga telah mengabarkan kepada umatnya bahwa pelaku prostitusi atau pezina akan mendapatkan balasan dari Allah swt baik di dunia maupun diakhirat. Hilang cahaya dari wajah para pelaku zina, kekal dalam kemiskinan dan kesusahan, sedangkan diakhirat murka Allah menanti dan mendapat siksaan neraka yang amat pedih Sungguh neraka adalah seburuk-buruknya tempat kembali. Wallahualam bisshawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google