Oleh: Rismayanti Nurjannah
"Sebuah hadis dari Nabi Muhammad memerintahkan, Siapa pun di antara kamu melihat kesalahan, biarkan dia mengubahnya dengan tangannya, Jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya. Jika dia tidak bisa, maka dengan hatinya." - Joe Biden –
Pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu kandidat Presiden AS dalam pertemuan puncak online yang diselenggarakan oleh organisasi 'Engage Action', menyita perhatian publik termasuk kaum muslim di AS. Sitiran hadis Rasulullah saw. dalam pertemuan online million muslim votes, juga sebagai sindiran terhadap kebijakan Donal Trump yang dinilai mendiskriminasi kaum muslim di AS. Biden pun berjanji akan mengatasi kebutuhan dan keprihatinan komunitas muslim Amerika jika terpilih menjadi presiden.
Hal ini seolah membawa angin segar bagi kaum muslim di AS dan tentunya ini berkorelasi dengan kemenangan Biden di Pilpres kemarin. Sebuah jajak pendapat menunjukkan, 84 persen Muslim Amerika Serikat (AS) memberikan suara dalam pemilihan presiden pada Selasa (3/11). Sebanyak 69 persen suara tersebut mendukung Joe Biden.Council on American-Islamic Relations (CAIR) melakukan survei pada 844 rumah tangga pemilih Muslim yang terdaftar. Mereka melaporkan bahwa hanya 17 persen yang memilih Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (Republika.co.id, 6/11/20)
Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di AS, mengucapkan selamat kepada Biden atas kemenangannya dan mengingatkannya untuk menepati janji kampanye. Salah satu janjinya, di hari pertama masa kepresidenannya, Joe Biden berjanji mencabut larangan pelancong dari 13 negara, dengan 7 di antaranya negara mayoritas muslim, untuk memasuki negeri Paman Sam.
Joe Biden, Bukan Penentu Wajah AS
Banyak pihak yang menggantungkan harapan kepada Joe Biden. Namun, terpilihnya Joe Biden dan Kamala Harris dalam kancah perpolitikan AS tak menjadi jaminan adanya perubahan kebijakan politik negara AS. Satu hal yang pasti dalam perpolitikan, bahwa kebijakan negara tidak ditentukan oleh perorangan, melainkan semua pihak yang memiliki kepentingan di dalamnya.
Wajah Amerika tidaklah ditentukan oleh seorang presiden. Melainkan, sistem yang mendasari bangsa tersebut. Corak perpolitikan pun secara mendasar tidak akan banyak berubah, kecuali jika terjadi perubahan sistem secara mendasar. Sebagaimana dilansir harianaceh.co.id (8/11/20), Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Porf Abdul Mu’ti menilai bahwasanya kebijakan presiden Joe Biden secara global akan relatif sama dengan pendahulunya, Donal Trump. Perbedaannya, mungkin hanya pada prioritas program, bukan pada substansi.
Banyak yang kemudian menilai terpilihnya Joe Biden, kebijakan luar negeri dan dalam negeri akan banyak berubah. Padahal realitas di lapangan, banyak hal yang prinsipnya tidak akan berubah. Kita kenal, AS sendiri adalah punggawa Kapitalisme. Dimana corak dari Kapitalisme lekat dengan nilai-nilai materialistik. Nilai-nilai ini yang kemudian melahirkan pemimpin berjiwa kolonial. Sehingga, siapa pun pemimpin yang lahir dari sistem tersebut, prinsip dasarnya akan tetap sama. Yakni sebagai pengisap sumber daya alam negeri-negeri kaum muslim.
Dalam Kapitalisme, asas untung-rugi tetap jadi acuan. Maka, rasanya mustahil jika Joe Biden terpilih, perang dunia akan reda. Palestina tetaplah Palestina yang terjajah. Indonesia tetaplah Indonesia yang dieksploitasi SDA-nya. Corak perpolitikan dalam kancah internasional tetaplah sama. Janji-janji manis saat kampanye hanyalah alat untuk meraih empati politik. Isu kaum muslim yang termarginalkan di era Trump, jadi “dagangan” yang laris manis dijajakan untuk meraih tampuk kekuasaan. Sehingga, Amerika tetaplah Amerika yang akan berjalan dengan corak sebelumnya.
Berharap pada Biden bak menggantang asap. Tak akan ada perubahan signifikan selama sistemnya masih sama seperti sistem sebelumnya. Perubahan hanya akan diraih jika ada perubahan sistem secara fundamental. Inilah momen yang tepat untuk menawarkan Islam sebagai solusi yang tepat untuk memenuhi harapan-harapan kaum muslim. Islam dalam wadah institusi politik yang akan melindungi kaum muslim dari berbagai penindasan. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google