Oleh:
Suko Wahyudi || Aktifis Masjid Timuran Yogyakarta
AL-QURANUL Karim merupakan kitab yang menjadi rujukan sumber data sejarah nan akurat dan abadi yang sarat dengan fakta-fakta, sekaligus memiliki pelajaran berarga bagi umat manusia. Di dalamnya banyak dikisahkan perjalanan hidup umat-umat terdahulu dan para rasul yang berdakwah di tengah-tengah mereka.
Baik umat yang taat maupun yang mendustakan para Rasul seluruhnya dikisahkan dengan tujuan akhirnya untuk dijadikan bekal dalam rangka menata dan meniti kehidupan ke arah yang lebih baik.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal…(Yusuf [12]: 111)
Salah satu peristiwa sejarah yang erat kaitannya dengan orang-orang yang mendustakan Allah SWT adalah kisah kaum Nabiyullah Luth AS tatkala moralitas yang bersumberkan ayat-ayat-Nya enggan mereka praktikkan bahkan cenderung mereka singkirkan dari arena kehidupan, sebagai gantinya mereka mengenakan kaca mata hawa nafsu, mengumbar syahwat sesesama jenis dan melanggar rambu-rambu asusila yang lazim dilakukan manusia normal.
Nabi Luth merupakan salah satu nabi yang Allah SwT utus untuk mengentaskan kaumnya dari bobroknya moralitas menuju jalan lurus dan akhlak mulia. Allah mengutusnya kepada kaum Sadum dan sekitarnya.
Dan (Kami telah mengutus) Luth kepada kaumnya. (Ingatlah) tatkala ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (homosexsual) itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (Al-A’raf [7]: 80)
Nabi Luth AS hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim AS. Luth adalah putra Hasan bin Tareh, yaitu saudara sekandung Nabi Ibrahim AS. Nabi Luth beriman kepada ajaran yang dibawa pamannya, Ibrahim AS. Beliau mendampingi perjalanan pamannya, dikala Nabi Ibrahim bertempat tinggal di Mesir, beliau membantu pamannya berternak kambing. Paman dan keponakan itu akan melaksanakan tugas dakwah, Nabi Ibrahim berhijrah ke Kan’an Irak, sementara Luth berhijrah ke Yordania, kemudian diutus Allah agar berdakwah ke daerah Sadum, sebuah daerah yang terletak di sekitar Laut Mati, yang kemudian disebut juga Danau Luth.
Di negeri Sadum Nabi Luth AS mulai melaksanakan perintah Allah SwT, menyampaikan yang Dia perintahkan, mengajak penduduk Sadum meninggalkan perbuatan keji dan beriman kepada Allah SwT. Penduduk Sadum adalah kaum kafir yang sudah rusak perilaku dan moralitasnya. Mereka menciptakan zina yang tidak pernah dilakukan siapapun sebelum mereka sekalipun dari orang-orang kafir dan fasik. Mereka meninggalkan wanita dan menyukai sesame jenis, laki-laki mencintai laki-laki (homo seksual). Tidak ada rasa malu laki-laki muda di antara mereka mencari pasangan hidupnya dengan laki-laki yang tampan dan gagah.
Pada zaman Nabi Luth AS perilaku homoseksual disebut dengan liwath, yaitu berhubungan kelamin sesame jenis. Perilaku ini sangat dikecam, karena merupakan perbuatan keji (fahisyah) (Al-Ankabut [29]: 28) serta perilaku yang melampaui batas (Asy-Syu’ara [26]: 165). Dan juga homoseksual adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunnatullah. Allah SwT menciptakan manusia berpasang-pasangan (An-Naba’ [78]: 8) dan fithrah manusia yang heteroseksual sehingga berkembang biak.
Istri-istrimu adalah lading bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman. (Al-Baqarah [2]: 223)
Setan telah menguasai jiwa kaum Sadum, menghiasi perbuatan buruk mereka, dan membutakan hati nurani mereka. Mereka tidak lagi menghiraukan zina yang mereka lakukan dan tidak peduli dengan pelanggaran-pelanggaran yang melampaui batas. Tindakan mereka yang sangat menjijikkan serta tidak bisa diterima oleh akal sehat dicatat dalam dokumen kejahatan manusia sebagai sebuah kejahatan yang tidak pernah dilakukan seorang pun sebelum mereka di dunia ini.
Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah, mengisahkan betapa buruknya perilaku kaum Sadum,
“Mereka menciptakan zina yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun dari anak keturunan Adam, yaitu menggauli laki-laki dan meninggalkan wanita-wanita yang diciptakan Allah untuk hamba-hamba-Nya. Luth AS mengajak mereka kepada penyembahan Allah SwT semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan, zina, seluruh kemungkaran, dan perbuatan-perbuatan buruk. Namun, mereka tetap dalam kesesatan, arogansi, dosa, dan kekafiran. Kemudian Allah SwT mendatangkan hukuman kepada mereka yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Allah SwT menjadikan mereka sebagai perumpamaan bagi seluruh manusia dan sebagai ibrah yang dengannya wali-wali Allah di dunia menjadi berhati-hati.” (Al-Bidayah Wan Nihayah 1/76)
Nabi Luth AS berdakwah kepada kaum Sadum siang dan malam dengan harapan mereka menyembah Allah dan meninggalkan perbuatan laknat mereka. Namun keterkejutan mereka sangat besar. Mereka tidak merespon dakwah kebenaran, tidak beriman kepada dakwah Luth, bahkan tidak ada seorang pun dari mereka yang beriman kepada Luth, tidak meninggalkan apa yang mereka dilarang mengerjakannya, mereka terus tenggelam dalam kesesatan dan berjalan di atas kemaksiatan.
“Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” (Al-Ankabut [29]: 29)
Waktu terus berjalan, sedangkan Luth AS tetap mengajak kaum beliau kepada petunjuk Allah SwT, namun mereka tetap menolaknya. Mereka adalah kaum yang buruk dan fasik. Setelah Luth mengajak kaumnya untuk meninggalkan sodomi dan kekafiran, muncullah keinginan mereka untuk mengusir Luth dari negeri mereka. Mereka melakukan homoseksual dengan terang-terangan di tempat mana saja. Luth AS berkata kepada kaumnya,
“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu?” Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) syahwat(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sunnguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu). Jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan, “Usirlah Luth dan keluarganya dari negerimu; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (menganggap dirinya) suci.” (An-Naml [27]: 54-56)
Di antara kaum yang berpaling dari dakwah Nabi Luth AS adalah istri beliau sendiri, Wahilah namanya. Istri Luth tidak hanya kafir dan menghianati agama Allah SwT yang didakwahkan suaminya, ia juga memberitahu kaumnya tentang keberadaan Luth AS, mendorong para pembesar kaumnya untuk mendustakan beliau dan menghalangi manusia dari jalan Allah SwT. Dosanya semakin bertambah, karena ia juga membeberkan seluruh rahasia Luth AS, mengganggu agama beliau, menyembunyikan kemuanfikannya dengan berpura-pura beriman di hadapan Luth AS.
Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir keduanya di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (At-Tahrim [66]: 10)
Setiap kali ada tamu-tamu asing yang singgah di rumah Nabi Luth AS, istrinya segera pergi kepada kaumnya dan menjelaskan kepada mereka tetntang keberadaan seseorang di rumah Luth AS, agar mereka cepat mengambil tindakan dengan kerusakan yang palin buruk yang dibenci hewan terendah sekalipun dan menodai tamu tersebut. Ia menjadi mata-mata dan mendukung kaumnya menghadapi Luth AS. Ia memberi tahu keberadaan tamu-tamu LUth AS kepada kaumnya dengan cara tercela. yaitu jika ada tamu yang datang pada malam hari, ia menyalakan api jika ia tidak bisa memberi tahu mereka. Jika ada tamu datang di siang hari dan ia tidak dapat keluar untuk memberi tahu mereka dengan membuat asap agar kaumnya mengetahui ketika melihat asap bahwa Luth memiliki tamu.
Nabi Luth AS mengetahui tindakan istrinya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa kendati antara keduanya terdapat ikatan pernikahan. Allah SwT menjadikan istri Luth perumpamaan istri yang buruk perilakunya dan berkhianat kepada Allah SwT dan Rasul-Nya, yang membawanya kepada neraka Jahanam. Dalam kitabnya Imam Ar-Razi menyebutkan bahwa pembuatan permisalan dengan istri Nuh yang bernama Wailah dan istri Luth yang bernama Wahilah, memiliki banyak pelajaran. Diantara pelajaran yang dapat diambil adalah: Pertama, peringatan kepada kaum laki-laki dan kaum wanita tentang pahala yang besar dan siksa yang menyedihkan. Kedua, bahwa keshalihan orang lain itu tidak bermanfaat bagi orang yang rusak dan kerusakan orang lain juga tidak merugikan orang shalih. Ketiga, seseorang kendati berada di puncak keshalihan, ia tidak dapat menjamin istrinya, bahkan dirinya sendiri, seperti yang terjadi pada istri Nuh dan istri Luth. (Tafsi Al-Kabir, 30/45)
Semakin hari Nabi Luth melihat berbagai kemungkaran dan kezaliman. Dakwah yang diserukannya tidak mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa mereka dan seruan iman tidak menyentuh hati mereka yang telah membatu dan berkarat karena perbuatan jahat mereka. Ketika itulah Luth berdoa memohon kepada Allah SwT agar Dia menolong dirinya dari kaumnya yang tersesat.
Tuhanku, tolonglah aku atas kaum yang berbuat kerusakan itu. (Al-Ankabut [29]: 30)
Allah SwT mengijabah doa Luth AS dengan mengirimkan utusan-Nya, Allah mengirim sejumlah malaikat untuk membinasakan penduduk Sadum termasuk istri Luth sendiri. Mereka datang dalam rupa pemuda-pemuda yang tampan. Seperti biasa ketika melihat tamu-tamu tersebut Wahilah istri Luth kambuh kegilaannya. Secepat angina ia menyebarkan berita tentang tamu-tamu tersebut ke penjuru desa. Mereka kaum Sadum mengira orang-orang tersebut adalah manusia biasa. Mereka datang terburu-buru ke rumah Luth dan memintanya untuk menyerahkan tamu-tamu tersebut untuk dinodai kehormatannya.
Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Luth, dia merasa curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Luth) berkata, “Ini hari yang sangat sulit.” Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan keji. Luth berkata, “Wahai kaumku! Inilah putri-putri (negeri)ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang pandai?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu; dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki.” (Hud [11]: 76-79)
Kedatangan mereka yang tidak mengenal sopan santun dalam bermasyarakat dan bertetangga, sangat menyinggung kehormatan Nabi Luth AS untuk menghormati tamunya itu. Karena mereka akan melakukan homoseksual secara terang-terangan. Di dalam Qahashul Anbiya’ disebutkan nama anak Nabi Luth ialah: Royaa dan Raghutsa. Nabi Luth menawarkan anak perempuannya yang perawan, supaya mereka pilih untuk dinikahi secara sah, agar suci dan bersih dalam kehidupan. Jangan teruskan perbuatan homoseksual yang kotor itu. Dalam Tafsir An-Nur, Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy menerangkan, Ibnu Abbas, Mujahid, dan Said bin Jubair menafsirkan ayat ini: Nabi Luth tidaklah semata-mata menganjurkan agar anak gadisnya saja yang dinikahi, tetapi juga beliau anjurka agar nikahi pula perempuan yang lain di negerinya.
Dalam situasi yang kritis itu, para tamu tersebut menjelaskan bahwa mereka adalah utusan Allah SwT yang membawa kabar gembira untuk beliau tentang kebinasaan kaum Sadum yang zalim, tuna moral dan tidak mau beriman.
Mereka (para malaikat) berkata, “Wahai Luth! Sesungguhnya kami adalah para malaikat utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya dai (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Hud [11]: 81)
Waktu yang ditentukan semakin dekat, Luth dan keluarganya bersiap-siap keluar dari desa yang penduduknya zalim tersebut. Beliau harus berjalan cepat sebelum pasukan subuh datang menyerang untuk mengusir kegelapan malam. Sesudah itu, Allah SwT merealisasikan apa yang telah ditentukan-Nya.
Nabi Luth AS bersama kedua putrinya berjalan menjelang subuh. Baru beberapa lama, beliau meninggalkan desa, tiba-tiba matahari telah mengirim cahayanya ke bumi. Ketika itulah Allah SwT mengirim pasukan-Nya untuk mengadzab kaum Sadum. Adzab tersebut melalui beberapa tahapan: pertama, membali desa tersebut dengan membalik bagian atasnya menjadi bagian bawah. Kedua, mengirim teriakan dari langit kepada mereka di waktu pagi hari saat matahari mulai bersinar. Ketiga, menghujani mereka dengan batu dari tanah dengan bertubu-tubi. Seluruh penduduk Sadum binasa termasuk istri Nabi Luth sendiri.
Kenudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinngal. Dan Kami hujani mereka dengan hujab (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang berbuat dosa itu. (Al-A’raf [7]: 83-84)
Kisah mereka menjadi ayat Ilahiyah yang abadi bagi seluruh umat manusia kapan saja dan di mana saja. Terlebih lagi saat ini, ketika tuntutan pernikahan sesama jenis begitu kuat disuarakan dan diperjuangkan oleh kelompok-kelompok tertentu, maka kisah kaum Luth perlu direnungkan kembali bagi para pemangku jabatan di negeri ini. Wallahu A’lam.*