Oleh: Hessy Elviyah, S.S
Antusiasme warga negara mayoritas muslim ini terhadap bulan suci ramadhan sangat layak diacungkan jempol. Hiruk-pikuk kegiatan selama bulan ramadhan tanpa henti menghiasi kehidupan dengan nilai-nilai islami. Tak terkecuali di mall, lantunan lagu-lagu Islam sering kali kita jumpai selama ramadhan. Apalagi di mesjid, agenda rutin ramadhan seolah tak terpengaruh virus covid19 yang sudah dua kali ramadhan menemani kita.
Gegap gempita penyambutan bulan suci ramadhan menandakan masyarakat muslim yang bersuka cita menyambut bulan mulia ini. Walaupun pada kenyataannya, himpitan ekonomi semakin membelit. Terlebih lagi pada saat bulan ramadhan. Disinyalir karena meningkatnya konsumsi masyarakat, banyak oknum nakal yang sengaja mempermainkan harga di luar nalar.
Tentu saja menjulangnya harga pangan bukan sekali ini terjadi. Ibarat sebuah agenda rutin, setiap momentum penyambutan bulan suci ramadhan dan hari besar lainnya acapkali diiringi dengan melonjaknya harga kebutuhan. Bahkan dituturkan oleh Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri biasanya ada 3 fase kenaikan harga pangan sampai 2-3 hari setelah lebaran. "Bahwa ada beberapa fase kenaikan pangan, salah satunya adalah fase pertama yaitu 1 minggu menjelang ramadan, sampai peak tertingginya di hari menjelang puasa karena demand-nya terus naik," ujarnya (Kompas.com, 8 April 2021).
Dalam upaya penyelesaian masalah tahunan ini, pemerintah membuat 5 strategi pengendalian inflasi 2021. Melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto lima strategi yang ditujukan untuk menjaga inflasi dalam kisaran sasaran tiga plus minus satu persen pada 2021. Diantaranya dengan menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3-5 persen.
Upaya ini dilakukan dengan memperkuat empat pilar strategi yang mencakup keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif (4K) di masa pandemi. Selain itu juga untuk mengantisipasi kenaikan permintaan menjelang Ramadan dan Idul Fitri pada April dan Mei 2021 serta Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) lainnya (antaranews.com, 12 February 2021).
Namun segala upaya pemerintah itu tidak dirasakan oleh masyarakat. Buktinya, harga-harga kebutuhan tetap saja naik. Pemerintah harus mengakui kekalahannya dalam mengelola dan mengurusi rakyatnya. Kesalahan terbesar yang dilakukan pemerintah dari tahun ke tahun adalah berjibaku dalam sistem kapitalis demokrasi. Sehingga seolah-olah tidak ada evaluasi, antisipasi dan solusi yang pasti dalam penyelesaiannya. Maka tak heran, kejadian terus berulang.
Dalam sistem kapitalis mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan yang lainnya adalah hal yang wajar. Oleh karena itu, memanfaatkan momen-momen tertentu untuk mengeruk keuntungan yang berlipat ganda justru menjadi peluang usaha yang ditunggu-tunggu oleh kaum bermodal (kapital). Hal ini lumrah terjadi pada sistem ini karena segala sesuatunya disandarkan kepada materi semata. Sehingga dalam kapitalisme ketimpangan sosial ekonomi jelas terlihat.
Tentu saja ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang bersumber dari Al Qur'an dan Sunnah ini menjadikan pemimpin sebagai junnah yang bertanggung jawab penuh atas kebutuhan rakyatnya. Apalagi dalam bulan ramadhan yang mulia ini, menuntut setiap muslim untuk memperbanyak amalan shalih sehingga untuk kebutuhan pokok wajib terpenuhi dengan baik tanpa memusingkan masalah harga.
Dalam Islam strategi jitu memenuhi kebutuhan pangan selama Ramadhan adalah dengan mengontrol mekanisme _suply and demand_ tanpa sekalipun mematok harga. Diantaranya adalah memaksimalkan potensi lahan pertanian, memberikan sanksi yang tegas bagi para penimbun atau oknum yang memainkan harga, menjamin ketersediaan pangan seperti yang dicontohkan Umar bin Khattab dengan membangun pos- pos penyedia pangan serta mengatur konsumsi masyarakat agar memakan makanan yang halal dan toyyib dalam jumlah yang tidak berlebihan.
Secara individu, umat Islam didorong untuk memperbanyak sedekah dengan mengharap ganjaran pahala yang berlipat ganda dan ridho dari Allah Swt. Dengan demikian seluruh masyarakat dapat menjalanlan ibadah Ramadhan dengan kebutuhan pangan yang cukup.
Tidak seperti kapitalisme yang berazaskan manfaat, sistem Islam yang sempurna ini berazaskan halal dan haram dari Allah Swt. Sehingga setiap apa yang dilakukan berdasarkan garis-garis yang sudah Allah tetapkan di dalam Al Qur'an dan as Sunnah.Maka dari itu sudah pasti sistem Islam adalah sistem yang terbaik untuk umat manusia. Tak akan ada lagi persoalan harga melambung setiap Ramadhan menjelang. Masihkah ragu dengan sistem mulia ini? Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google